Suara bule Tini memecah kebingungan mereka. Sebuah benda persegi empat terulur dari tangannya. Hape yang sering dipakai Karto.
Jum segera mengambilnya. Lalu menyalakan layarnya. Laman profile dari akun pesbuk Karto terpampang di sana. Jum menggerakan jempolnya diikuti tatap selidik Juki dan Imah.
Ada status tertulis:
Alhamdulillah, sesudah menghabiskan beberapa bulan bermain pesbuk karena mencari adik Ibu yang masih ada di kota, akhirnya saya ketemu juga. Berpuluh tahun kami tidak saling tahu kabar. Akhirnya saya tahu bukan sebatang kara lagi. Besok pagi saya akan mengunjungi mereka.
Saya juga ingin menceritakan kepada mereka jika di desa ini, yang foto-fotonya sering saya muat, ada warga yang menerima saya selayaknya keluarga sendiri. Saya juga memiliki sahabat seperti Juki dan Imah, yang beberapa bulan ini kecewa sebab saya mengacuhkan mereka. Sahabatku, saya hanya sedang mencari keluarga yang masih tersisa.
Dan lebih penting dari itu, saya mau meminta tolong adik Ibu menyampaikan lamaran. Saya ingin menikahi Jum.
Di atas status panjang itu, tertulis Karto—merasa bahagia.
Tiga orang sahabatnya hanya terdiam. Karto ternyata masihlah manusia yang sama.
Karto hanya ingin menyempurkan kebahagiaan baru yang kini memeluknya. Pesbuk membantunya untuk itu, batin Jum.
Sedang jauh di sana, Karto yang masih dalam perjalanan sedang tersenyum. Ia ternyata tidak sebatang kara. Ia disayangi warga desa. Ia telah menemukan cinta yang menyelamatkannya.
Ia akan menikahi Jum, anak gadis tunggal yang kaya raya.