Ashari terdiam, merapal ingatannya. John Perkins, sepertinya familiar, seperti pernah dengar, tapi dimana ya?
“Saya dari Amerika, hendak ke Manado, Sulawesi Utara. Kau?”
Ashari bengong. Kenapa bule ini memilih naik kapal laut, tidakkah ia bisa memilih penerbangan kelas satu dan tiba lebih cepat? Tapi yang bikin ia terbenam sibuk dengan ingatannya yang samar adalah nama orang itu. J-O-H-N- P-E-R-K-I-N-S, ia mengeja dalam tanya. Rasanya pernah ketemu, tapi dimana?
“Halo..Ashari?,” bule itu menyapa lagi, secara sengaja ia ingin mengeluarkan Ashari bengongnya.
‘Oh ya, iya Mister..Iya..Anda mau ke Manado, Sulawesi Utara ya? Saya? Hmm, saya juga hendak ke sana, kita sedang menuju pelabuhan yang sama. Mengapa Anda tidak naik pesawat saja?,” sambil cengengesan, ia menjawab.
“Hahaha, saya lebih tertarik naik kapal laut, lebih bisa melihat langsung bagaimana orang-orang biasa berbagi ruang dalam pelayaran. Wah, bagus sekali. Berarti kita bisa menjadi kawan sepelayaran. Kita bisa saling berbagi cerita. Ashari, apa yang membawamu kesana? Kau bekerja di Manado?,” tanya John lebih jauh.
“Saya hendak ke Miangas, sebuah pulau di ujung utara negeri ini Mister. Hendak mencari tahu seperti apa kehidupan masyarakatnya.”
“Oh, kau seorang peneliti. Bagus sekali.”
“Bukan, saya seorang sarjana yang baru saja lulus dari universitas. Saya hanya ingin melayani rasa ingin tahu saja, Mister. Saya hendak mencari jawab tentang yang sedang dipikirkan masyarakat disana ketika kesepakatan Masyarakat Ekonomi Asean mulai berjalan. Anda sendiri Mister, apa yang lakukan di Manado?”
“Oh ya.. Saya lebih tepatnya akan ke Bitung, Manado hanya untuk singgah sebentar. Saya hendak melihat peluang bisnis di sana. Lalu dari Bitung, saya akan ke Moratai, Maluku Utara. Bitung dan Morotai adalah wilayah depan Indonesia yang akan menopang perwujudan poros maritim pemerintah hari ini bukan?”
Ashari terdiam. Penjelasan terakhir si Mister bernama John ini memberi cahaya ingat yang tadi tersimpan entah dimana.