....
“Mas...Mas...bangun...”
Suara pelan dengan dorongan tangan di pundaknya itu membuat Ashari membuka matanya. Dari bola mata yang memerah, seorang pria berjanggut dengan baju serba putih, duduk berjongkok.
“Bangun Mas, jangan tidur di sini, ini tempat shalat.” kata laki-laki itu lagi.
Ashari kaget, lalu duduk. Mengembalikan kesadarannya. Ia lalu melangkah ke belakang, mengambil wudlu, kesegaran yang menghilangkan kantuk dan menghilangkan kaget barusan. ia lalu kembali pada ruangan utama dan menunggu orang-orang yang datang untuk shalat berjamaah.
Sesudah mengucap dua salam, ia bergegas keluar, kembali ke kafetaria, kembali ke pagar, duduk memandang jejak yang segera hilang dalam irama gelombang. Ashari telah menyerupai kebiasaan kolektif penumpang ekonomi yang tidak kebagian tempat tidur dalam kapal yang sesak : tidur sembarang dan sering nongkrong di kafetaria.
Tak disadarinya, seorang pria bule, dengan rambut memutih keperakan dan dagu yang bersih, dalam setelan santai, datang menghampiri pagar itu. Ashari masih asik sendiri, membayangkan kesan pertama yang ia akan rasakan ketika kapal cepat dari pelabuhan Manado membawanya ke Miangas.
“Selamat sore..” sapa bule itu. Ashari berbalik, lalu melompat turun. “Selamat sore Mister.” Jawabnya lekas, setengah disesapi rasa tak sopan di depan orang asing.
“Siapa nama Anda ?,” tanyanya lagi dengan tangan yang mengajak jabatan.
“Ashari Mister, Ashari. Mister siapa?,” balas Ashari sambil membalas ajakan jabatan.
“Oh, Ashari, Bagus sekali. Saya John, John Perkins. Jangan panggil Mister, panggil nama saya saja, Jhon, oke?,” katanya sambil tersenyum bersahabat.