Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membaca Cerita dari Digul

6 Desember 2015   08:00 Diperbarui: 6 Desember 2015   10:36 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di penghujung cerita, Rustam yang seorang PKI, pemuda yang melawan kebengisan tatanan kolonial di wilayah perkebunan, dibuang di tanah Digul, kembali untuk menikahi Cindai, hanya bisa berucap : “Tuhan-lah yang Maha Mengetahuinya!”

Kisah Rustam menunjukkan konsekuensi pilihan politik dan pembelaan pada kaum kuli seorang pemuda dalam wilayah perkebunan kolonial yang bengis selain juga menghadapi penghakiman masyarakatnya sendiri. Rustam yang anggota PKI harus menghadapi tekanan politik kolonial dan “batasan adat” yang memaksanya harus kehilangan mimpi bahagia dengan Cindai. Cerita Rustam Digulist seperti mewakili adagium, revolusi selalu memakan anak kandungnya sendiri!

Bagi saya, si pengarang telah menyusun sebuah tuturan kisah yang memadukan pergulatan seorang pemuda (dunia batin individu) berhadapan dengan zaman yang membuatnya kalah. Tak ada haru biru yang terlalu. Atau juga romantisme yang bikin jemu.

Pengarang memotret dunia dalam tanpa jatuh pada narasi cengeng yang menunjukkan karakter seorang buangan politik yang keras hati melewati penderitaan Tanah Digul yang keras. Tidak ada rumusan praktis bagaimana seharusnya hidup.

Sejarah dan masyarakat adalah universitas kehidupan, terserah pada kita, generasi hari ini hendak mengambil pelajaran dari kisah yang seperti apa.

Di penghujung cerita, Rustam bahkan menyeru bahwa segala usaha dan penderitaan yang dilalui hasilnya hanyalah Tuhan yang menentukan. Rustam ternyata seorang propagandis komunis yang tidak membuang Tuhan dari hatinya.

Begitulah sedikit yang bisa saya bagikan dari pembacaan awal atas Cerita dari Digul. Masih ada empat cerita lagi yang harus disantap bersama secangkir coklat yang kini dingin karena membereskan tulisan ini. Ada sisa cerita yang perlu didalami untuk menjawab kebutuhan menyambungkan hati dan pikiran hari ini dengan suasana hati-zaman para penulis eks-Digulis. Usaha menyambungkan suasana batin hari ini dengan sejarah kelam dari kuasa bengis kolonial di Tanah Merah, Digul.

Jika tertarik, berkunjunglah ke toko buku Gramedia terdekat. Saran saya, sebaiknya dibeli, jangan dibaca di tempat. Hehehe.

Salam akhir pekan.

[Memulai dari Akhir 2015]

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun