"Oh, yang kemarin diantar pake ces (perahu kecil-red) itukah?" kejar saya lagi.Â
"Iya, tahulah?" gantian dia balik bertanya.Â
"Innalillahiiii. Saya tahu, saya sempat mengangkat tandunya di dermaga sehari sebelumnya," jawab saya pelan. Saya diam, menatap kosong ke ujung sungai.Â
"Saya pulang dulu," pamit saya entah kepada siapa.Â
***Â
Saya ingat betul perempuan yang meninggal kemarin pagi itu.Â
Sehari sebelumnya, saya makan siang di tepi sungai yang menghadap dermaga desa. Lalu datang sebuah perahu, biasa disebut ces, ke dermaga. Ces itu dibuat memiliki atap. Ada anak-anak juga yang ikut selain dua pria dewasa dan dua perempuan. Salah satunya, perempuan yang sakit itu.Â
Matahari di langit garis khatulistiwa sungguh terik siang itu. Sebentar lagi kemarau menjelang. Saya masih makan sambil ngobrol dengan seorang penduduk desa.Â
"Kayaknya orang melahirkan," kata teman ngobrol ini. "Oh, iyalah," jawab saya pendek sambil mengunyah.Â
Tak lama berselang dari kedatangan ces itu, datang dua orang pria berseragam coklat. Mereka mungkin petugas puskesmas membawa tandu. Sudah payah sekali rupanya perempuan yang sakit itu, ucap saya dalam hati. Sekitar lima menit, belum juga perempuan itu dipindah dari perahunya. Lalu tandu didekatkan ke badan perahu. Dua petugas dan dua pria dewasa di perahu mengangkat tubuh perempuan yang lumayan besar.Â
Saya lalu bergegas, ikut serta. Ketika tiba di dermaga, tubuh perempuan yang sakit telah pindah ke atas tandu.