Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Globalization Of Nothing (Globalisasi Kehampaan: Sebuah Renungan Dari George Ritzer)

17 Februari 2013   18:19 Diperbarui: 19 Februari 2020   09:01 2270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu saja ada jaringan manajemen dan kepemilikan yang mengontrol dan menerapkan prosedur kerja termasuk pelayanan yang sama bagi para karyawan. Hypermart bukan saja menjual makanan jadi, sayur-sayuran atau daging mentah. Bahkan binatang hidup (kambing misalnya) pun turut dijual. Seolah memberi pesan bahwa segala hal yang anda butuhkan, dari yang hidup sampai mati, yang segar sampai kalengan, produk Amerika sampai produk petani di ujung desa ada disini.

Walau sedahsyat itu, Hypermart dan Giant bukanlah pasar, dalam artian dia bukan tempat (non-places) dalam konsepsi Ritzer, karena itu posisinya ada dalam gugus kehampaan (nothing). Anda hanya datang untuk berbelanja, dilayani oleh pelayan yang hanya melayani anda dengan prosedur tertentu, membayar (tunai ataupun kartu kredit), terus pulang. 

Semua harga telah ditentukan, tempat barang-barang yang anda butuh telah dikelompokkan, dan temapt pembayaran telah disediakan. Dimana-mana, apapun jenis dan skalanya, pasar modern dan supramodern, tak ada bedanya. Serba seragam dan dikontrol oleh jaringan kepemilikan yang tunggal. Dia tak memiliki makna lokal yang khusus, tetapi secara tepat mewakili rezim konsumsi global.

Kehampaan sedang diproduksi, dan marak dieksport lantas ditiru dibanyak negeri-negeri berkembang. Kota-kota di Indonesia saja hampir tak ada yang luput dari proses eksport itu. Dari Jayapura hingga Jakarta anda bisa melihat gerai-gerai makanan fast-food dipinggiran jalan dan di pusat perbelanjaan besar. 

Anda pasti akan melihat bangunan-bangunan besar Hypermart dan Giant, juga swalayan kecil lainnya. Anda tak akan menemukan perbedaan yang khas dari tiap gerai fast-food dan tiap supermall, selain gedung dan isinya. Anda akan menemukan pelayan dengan serangam yang sama dan cara melayani yang sama. Anda juga akan menemukan barang-barang yang sama disetiap jaringan tokonya, yang bukan dari tangan kotor petani, nelayan, atau produsen lainnya. Semuanya menjalankan rasionalitas instrumental-teknologis. Tak ada yang substantif, tak ada makna khusus dari perjumpaan itu.

Dalam konteks ini, jelaslah, maka globalisasi kehampaan adalah meng-Globalnya bentuk-bentuk sosial yang disusun, dikontrol, dan tak memiliki isi substansi (maknawi) yang khusus dalam hubungan-hubungan sosial manusia. Kehampaan terutama sekali dicirikan dalam mode konsumsi masyarakat dunia. Sebelumnya, Karl Marx juga telah menunjukan itu. Dalam konsepsi Marx, situasi ini disebut keterasingan (alienasi), dan akarnya berada dalam mode produksi ekonomi yang digerakkan kepemilikan pribadi.

Kehampaan berkaitan dengan empat hal jika kita berinteraksi, atau melakukan aktivitas konsumsi melaluinya, yaitu, bukan tempat (non-places), bukan benda (non-things), bukan pelayanan (non-services) dan bukan orang (non-human). Jika masuk didalamnya, maka kita akan bergabung dalam dunia sosial yang disusun, dikontrol, dan tak memiliki substansi yang berbeda dan kaya.

Dari logika tafsir yang demikian, Ritzer menggambarkan dua gejala yang merupakan resultante dari perjuampaan antara globalisasi dan lokalitas. Pertama, adalah Glokalisasi, dimana globalisasi akan terus berdialektika dengan unsur-unsur lokal, sehingga proses globalisasi itu tak sepenuhnya sama ditiap tempat, termasuk terhadap juga jenis dan derajat keberadaan (something) dan kehampaan (nothing). Kedua, adalah gejala Grobalisasi, sebuah proses pertumbuhan (ekonomi) terus-menerus dari (penguasa) lokalitas dalam tata dunia pasar bebas kompetitif dan melindas apa saja batas-batas yang mengkerangkengnya.

Refleksi Akhir

Gambaran diatas adalah sekelumit pemikiran dari buku George Ritzer, yang sudah  ditejemahkan dengan judul The Globalization of Nothing : Mengkonsumsi Kehampaan di Era Globalisasi (Universtias Atmajaya Yogyakarta, 2006). Tentu saja akan lebih memperkaya wawasan jika kita membaca langsung bukunya. 

Buku ini bisa membantu kita untuk mengembangkan sikap kritis terhadap segala sesuatu yang terlihat 'wow' dalam mantra besar Globalisasi.

Salam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun