Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Masjid Vs Televisi; Kisah Kerisauan Moral

5 Maret 2015   07:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:09 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14255211212086782908

Dari kesepuluh fungsi yang dirangkum Quraish Shihab diatas tergambar bahwa sejarah masjid tidak dibangun dari menegakkan urusan-urusan peribadatan umat saja. Namun juga terlihat jika mesjid juga memiliki fungsi pendidikan, pengadilan, pemerintahan hingga persiapan perang. Wajar jika dikatakan bahwa masjid merupakan soko guru peradaban Islam. Nahdlatul Ulama, dalam majalah yang sama, juga menegaskan jika masjid bukan sebatas rumah ibadah dalam konteks menyembah Tuhan semata (amal saleh perorangan, fardiyah). Masjid juga merupakan tempat menunaikan amal saleh kolektif (ijtimaiyah). Visi normative-kultural ini menegaskan bahwasanya mesjid akan selalu berposisi sebagai bagian terdepan (avant garde) membangun jejak peradaban Islam.

Tentu saja kehadiran mesjid berikut visi sosio-kulturalnya tidaklah berlangsung dalam ruang hampa. Maksudnya adalah kehadiran masjid sebagai institusi juga disertai kehadiran institusi yang lain, selain dari agama yang lain, juga dari institusi semisal adat dan pendidikan. Dalam system social, mereka berfungsi sebagai sub-sistem yang menjaga keberlangsungan tatanan. Posisi sebagai sub-sistem ini menggambarkan setidaknya beberapa pengertian berikut.

Pertama, bahwa masjid dalam proses kerja membentuk masyarakat akan selalu berdialektika dengan institusi lain (misalnya ajaran sosial Gereja) yang memiliki visi sejenis. Pada ruang demikian, selalu akan terjadi dinamika petukaran, harmonisasi atau konflik.

Kedua, umat, jamaah atau masyarakat yang menjadi agen/subyek sekaligus juga obyek yang menjadi sasaran dari bekerjanya fungsi-fungsi masjid diatas akan dipertemukan dengan ruang jumpa yang kaya dengan nila-nilai yang dieksternalisasi institusi yang lain. Makna dari pertukaran dan dialog dilevel komunitas akan dieksperimentasikan disini.

Ketiga, cara berfikir dan sikap para pemimpin agama akan sangat menentukan sejauh mana masjid atau institusi dengan visi sejenis ( : menjaga berseminya ayat-ayat Tuhan dimuka bumi). Apakah perjumpaan itu dimakna sebagai kekayaan hidup bersama atau ancaman akan sangat ditentukan oleh mereka ini.

Yang kita hendak pertegas disini adalah arena sosiologis dimana mesjid hadir dalam masyarakat juga  harmoni dan konflik yang terjadi dalam arena itu. Jika kita menyimak khutbah jumat diatas, ada kesan kuat kerisauan tanda dari pertentangan nilai. Terutama kerisauan tentang moralitas, laku hidup masyarakat dan posisi ulama/agamawan. Kerisauan yang tercermin dari pemberitahuan bahwa sekarang telah hadir institusi pengangkut nilai baru yang disebut media massa. Media massa sebagaimana mesjid juga merupakan unit yang mewakili sistem yang lebih besar dan kompleks. Ia membawa agama baru, agama yang menggabungkan kekuatan teknologi dan informasi sekaligus hasrat dan sensasi.

Masjid versus Televisi : Dua Dunia Bertengkar

Masjid mewakili kehendak dan kehadiran dari sistem makna, laku penghayatan, juga usaha menghadirkan dunia yang sesuai, yakni dunia yang berpayung pada tata nilai suci (sacred value’s); ia adalah referensi bagi tindakan. Disini eksistensi manusia dihadirkan, diujicobakan hingga saatnya tiba tujuan eskatologisnya : kembali bersatu dengan sang Maha Pemilik Dunia. Disini terdapat konsep yang merumuskan peranan individu, kewajiban dan hukuman, juga janji suci akan kehidupan yang lebih baik.

Jika kita bersetuju bahwa episode sejarah yang kini sedang dilewati umat manusia abad XXI adalah episode kuasa informasi maka kita juga bersetuju makna penting media massa sebagai unit yang memiliki kemampuan membentuk kesadaran manusia. Media massa juga mewakili kehadiran dari sosok dunia. Sebuah dunia yang paling minimal tersusun dari percampuran antara pendidikan, informasi dan hiburan dengan medium representasinya yang khas.

Ia memiliki kapasitas pendukung utama berupa teknologi yang memungkinkannya bergerak cepat dan mereproduksi diri terus menerus sembari melipat ruang dan waktu. Dalam kasus televisi (tele : jauh, visio : penglihatan) yang menjadi sumber kerisauan Khatib diatas, pada yang sama kita bisa menyaksikan tayangan berita sekaligus sinetron, film action sekaligus drama romantais. Dengan menekan angka 1, 2 atau 8 pada remote control misalnya, secepat hitungan detik, kita bisa berpindah saluran tayang. Singkat kata, bersama televisi, kita terlibat melipat ruang dan waktu.

Apakah televisi hanya melipat ruang dan waktu tanpa konsekuensi moral atau spiritual ?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun