- Bahasa sebagai Simbol Kekuasaan
Dominasi simbolik juga diekspresikan melalui bahasa. Bahasa bukanlah alat netral; ia mencerminkan dan memperkuat kekuasaan sosial. Beberapa poin penting mencakup:
- Kepentingan dan Kecenderungan: Bahasa sering kali digunakan untuk mendukung kepentingan kelas sosial tertentu. Ungkapan dan istilah yang digunakan dalam bahasa sehari-hari dapat memperkuat hierarki sosial yang ada.
- Simbol Kekuasaan: Bahasa menjadi simbol kekuasaan, di mana penguasa menggunakan bahasa untuk menentukan norma dan cara berpikir masyarakat.
- Heidegger dan Ruang Sosial
Bourdieu juga merujuk pada pemikiran Heidegger yang menyatakan bahwa ruang sosial dibangun berdasarkan praktik dan interaksi sebelum individu dapat menghuninya. Hal ini menunjukkan bahwa struktur sosial dibentuk melalui tindakan individu yang dipandu oleh habitus dan kapital mereka.
4. Penjelasan Konsep dari PPT Dosen Slide 6 tentang Pendidikan dalam Konteks Dominasi Sosial Bourdieu
- Pendidikan sebagai Proses Reproduksi Dominasi Sosial
Dalam pemikiran Pierre Bourdieu, pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai sarana transfer pengetahuan, tetapi juga sebagai proses penciptaan ulang atau reproduksi dominasi sosial. Artinya, sistem pendidikan sering kali melanggengkan struktur kekuasaan yang telah ada sebelumnya, mengulangi pola-pola yang mendukung kelas-kelas sosial yang dominan. Pendidikan menjadi alat untuk mempertahankan status quo dalam masyarakat.
- Melanggengkan Kekuasaan
Pendidikan berfungsi sebagai mekanisme yang memperkuat ketidaksetaraan sosial. Anak-anak dari kelas sosial atas sering kali memiliki akses lebih baik terhadap sumber daya pendidikan yang berkualitas, sementara mereka dari kelas bawah mengalami keterbatasan. Dengan demikian, pendidikan berkontribusi pada pengulangan hierarki sosial yang ada, membuat peluang bagi individu untuk bergerak ke atas menjadi semakin sulit.
- Penutupan Akses bagi Individu Tanpa Habitus dan Kapital
Sistem pendidikan juga cenderung menutup pintu bagi individu yang tidak memiliki habitus dan modal yang sesuai. Tanpa pemahaman dan nilai-nilai yang diinternalisasi (habitus), serta tanpa modal ekonomi dan sosial yang mendukung, individu tidak dianggap layak atau pantas untuk menjadi pembelajar yang efektif. Ini menciptakan siklus keterpinggiran, di mana individu dari latar belakang kurang beruntung terhalang untuk mengakses pendidikan yang lebih baik.