Demonstrasi berjilid - jilid yang dimotori Front Pembela Islam (FPI), sebagai ormas penentang pembenci Ahok sedari awal, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majlis Ulama Indonesia (MUI), Forum Umat Islam (FUI) dan sejumlah ormas lain berhasil menggalang puluhan ribu umat Islam melakukan aksi demonstrasi menuntut aparat hukum, menangkap, mengadili dan memenjarakan Ahok
Terbukti Gerakan aksi demonstrasi besar dan berjilid tersebut mampu menyeret Ahok ke kursi pesakitan, diadili hingga dipenjara karena dinilai telah melakukan penistaan agama. Langkah tersebut sekaligus menumbangkan Ahok dari kursi  Gubernur DKI dan dimenangkan Anis Baswedan Sandiaga Uno
Selain kasus penistaan agama, pola Komunikasi dan kebijakan yang dinilai sewenang - sewenang menjadi salah sebab ketidaksukaan sebagian masyarakat terhadap Ahok, sehingga berdampak terhadap kekalahan pada Pilkada DKI 2017
Lasmiyati mengatakan setelah terpisah dari Jokowi dan berjalan sendiri, Ahok berjalan timpang apalagi saat menghadapi masyarakat bawah atau yang berseberangan dengannya. Dia sering arogan, bicara keras, kasar dan terkesan kalau berbicara tidak dipikirkan dahulu, hingga terjerat kasus penistaan agama. Ahok yang sebelumnya diperhitungkan dan disegani berubah menjadi sosok dibenci
Dicintai Karena Pemberani
Terlepas dari pola komunikasi yang dalam penilaian sebagian masyarakat buruk dan kasar, dengan kebijakan tanpa kompromi, Â Ahok di mata sebagian masyarakat lain merupakan pahlawan, pekerja keras dan sosok pemimpin pemberani dan tegas memberantas korupsi, memberantas mafia di lingkungan birokrasi yang selama ini menggerogoti uang rakyat, tanpa kompromi
Tegar Prasetya mengatakan, hadirnya sosok Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kancah perpolitikan tanah air, mampu  membuat warna baru yang berhasil mengubah wajah politik Indonesia dengan gaya kepemimpinannya yang lugas, tegas, dan berani, dikenal sangat memusuhi prilaku koruptif yang selama ini cukup kental dalam wajah birokrasi tanah air.
Membangun sistem untuk mempersempit ruang gerak agar penyelewangan di lingkungan birokrasi pemerintahan tidak dapat dilakukan. Langkah berani dan tegas tersebut jelas tidak disukai dan mendapat perlawanan melalui berbagai cara oleh para pihak yang selama ini menikmati permainan anggaran dilingkungan Pemprov DKI Jakarta merasa terusik, bahkan menganggap kehadiran Ahok sebagai ancaman serius yang telah mengusik kenyamanan mereka. Ahok sebagai sosok yang mengguncang sistem perpolitikan Indonesia.
Kasus penistaan agama, aksi demonstrasi berjilid - jilid menuntut Ahok diadili dan dipenjarakan oleh banyak kalangan disebut hanya sebagai kambing hitam dan sarat bernuansa politis dan tidak murni persoalan agama semata, sebagai strategi menumbangkan Ahok pada Pilkada DKI Jakarta
Hendra Budiman menilai, masalah Ahok" bukan masalah Pilkada DKI. Ini murni politik yang tersangkut dengan kekuasaan Jokowi. Masalah Ahok, bukanlah masalah hukum, bukan masalah agama, apalagi masalah Pilkada. Bila masuk dalam perdebatan ranah hukum, agama, pilkada, maka akan terjadi banyak paradoks yang tidak logis.
Saya menyadari bahwa acapkali masalah agama dan Pilkada menyeret argumen-argumen yang emosional sehingga bantahan rasional bukanlah jawaban yang jitu. Tetapi seberapa besar argumen emosional itu dikemukakan masih cukup relevan, jika disangkutpautkan dengan fakta atau peristiwa lain. Tetapi "masalah Ahok" sudah emosional terjadi paradoks di dalamnya.