Pagi itu lagi-lagi istriku nan cantik ngedumel lagi soal tikus. "Ngeselin betul sih tikus ini. Kemarin sliweran di ruang tv, sekarang ngrogoti kabel komputer di kamar tengah. Hadduuuhh... coba nongol. Pasti kuhajar pakai sapu", begitu istriku nan cantik ngomel gak karuan sambil memasangkan dasi anak-anak yang dengan kalem mendengarkan celotehan ibundanya.
"Oke, besok kan hari sabtu ayah libur. Nanti kita kejar tikusnya itu ya. Sekalian beres-beres kamar tengah", aku menenangkannya sambil melirik jam tanganku. Sebentar lagi kami harus berangkat. Aku pergi kerja dan istriku mengantar anak-anak.
Tikus itu, meski cuma satu ekor, tapi memang sudah hadir sejak kami pulang liburan sekitar seminggu yang lalu. Sang tikus ini pernah terlihat di ruang tengah saat kami menonton tv. Dia lewat begitu saja merepet di dinding dan dengan cepat lari masuk ke kamar tengah. Itu awal mulanya. Lalu sejak itu, nyaris setiap hari istriku menggerutu tentang berbagai hasil ulah sang tikus.
Sabtu the D-day
Hari ini sabtu yang ditunggu. Sejak selesai subuh aku sudah beres-beres kamar tengah itu. Kamar itu berukuran 3x4 m2 yang kegunaannya kurang jelas. Sebenarnya itu kamar tidur anak tapi kami menempatkan kedua anak kami (keduanya cowok) yang smp kelas 2 dan sd kelas 4 itu menjadi satu di kamar depan. Jadi Kamar tengah ini berisi tempat tidur yang tidak dipakai, lemari baju anak (kalau lemarinya sih memang dipakai), 2 kotak kayu besar yang didalamnya berisi segala benda mulai dari foto berbingkai, buku sampai baju-baju usang. Seolah melengkapi kesan bagai gudang, maka diatas 2 kotak kayu besar itu ditumpuki lagi berbagai kardus kosong bekas tv, ps, dan lain-lain.
Yang pertama tentulah menurunkan kardus-kardus. Lalu mengeluarkan isi dari dalam kotak kayu dan selanjutnya mengeluarkan kotak kayunya juga. Lalu isi lemari anak dikeluarkan. Semua isi tadi dipindah ke ruang tidur kami. Meski ukuran kamar ini kecil, ternyata barang-barangnya begitu banyak bejibun. Barulah pukul 13:00 kami berhasil mengeluarkan kedua kotak kayu. Hingga saat itu tidak sedikitpun tanda-tanda dari sang tikus sampai aku mengira tikusnya sudah pergi dari situ.
Kini kamar mulai kosong. Tinggal tempat tidur dan lemari yang belum dan rasanya tidak akan dipindah karena lumayan berat. Tiba-tiba saat aku iseng menggeser tempat tidur, sang tikus muncul dan langsung berlari. Kaget (dan sejujurnya aku itu rada takut dengan tikus juga sih) aku naik ke kursi dan coba menghantam sang tikus dengan sapu lantai. Tidak kena..
Tentu saja aku langsung berseru agar pintu yg lain segera ditutup. "Mas, panggil mama.. ini tikusnya sudah keliatan !", aku menularkan panik kepada segenap anggota keluargaku. Memang dasar ndableg, justru adiknya yang kelas 3 sd itu nongol di pintu, "kenapa Yah? Tikusnya mana?" wajah innocent-nya membuatku tidak bisa marah. Tapi aku cukup jengkel dan menjawab, "iya, cepet bilangin mama, ini tikusnya sudah keliatan. Dan engkau wahai anak bungsu, plis jangan disitu. Cepat tutup pintunya. Pintu-pintu lain juga ditutup ya, biar tikusnya gak kabur ke ruang yang lain. Mana mas-mu? Ayo cepat ditutup pintunya.. kok malah diem tho? Nanti tikusnya keluar lho. Tambah susah ntar ngejarnya."
Si adik mengangguk mantap. Segera keluar memanggil mama plus lupa menutup pintu. Haddeuh..
"Mas, dimana dirimu? Cepet kesini. Tutup pintunya ini." Aku panik sendiri. Aku yakin anak sulungku masih dengan santainya main ps di kamar sebelah. Bukankah mestinya ia membantu ayahnya yang super duper panik ini?
Cepat kututup pintu kamar tengah, secepat aku kemudian naik lagi ke atas kursi. Penuh harap agar sang tikus bisa kuhantam dengan sapu lantai yang kugenggam erat ini. Namun sang tikus sudah dari tadi sembunyi lagi, kali ini entah dibalik lemari atau dibawah tempat tidur atau entah dimana.