Padahal, bisa jadi mereka sebenarnya tidak terlalu suka makanannya, tetapi lebih takut dianggap tidak mengikuti tren.Â
Ini adalah efek FOMO yang nyata, di mana keputusan seseorang lebih banyak didorong oleh rasa takut tertinggal dibandingkan dengan kesenangan pribadi.
Di sisi lain, JOMO menawarkan perspektif yang lebih santai dan penuh kesadaran. Orang dengan JOMO tidak merasa perlu mengikuti setiap tren atau menghadiri setiap acara sosial hanya demi eksistensi.Â
Mereka lebih memilih menikmati momen mereka sendiri tanpa tekanan eksternal. Misalnya, saat ada pesta besar yang dihadiri banyak orang terkenal, seseorang dengan JOMO mungkin lebih memilih untuk menghabiskan waktu di rumah dengan membaca buku atau menonton film favorit.Â
Mereka tidak merasa kehilangan apa pun karena mereka menikmati apa yang mereka lakukan.
Contoh lainnya adalah dalam dunia pekerjaan. Seseorang dengan FOMO mungkin akan selalu mengejar setiap peluang kerja baru, menghadiri semua seminar, dan merasa cemas jika tidak mengikuti setiap perkembangan terbaru dalam industri mereka.Â
Sebaliknya, seseorang dengan JOMO akan lebih selektif dalam memilih kegiatan yang benar-benar bermanfaat bagi mereka.Â
Mereka tidak merasa perlu untuk selalu hadir di setiap kesempatan networking jika mereka merasa itu tidak sesuai dengan tujuan atau minat mereka.
Dampak psikologis dari FOMO dan JOMO juga berbeda. FOMO sering kali dikaitkan dengan kecemasan, stres, dan bahkan depresi karena seseorang merasa tertinggal atau tidak cukup baik dibandingkan orang lain.Â
Sebaliknya, JOMO dikaitkan dengan kebahagiaan, ketenangan, dan rasa puas dengan hidup. Dengan menerima JOMO, seseorang dapat menikmati hidup dengan lebih autentik dan tanpa tekanan eksternal yang berlebihan.
Namun, ini bukan berarti JOMO selalu lebih baik daripada FOMO. Dalam beberapa situasi, FOMO bisa menjadi pendorong untuk mencoba hal-hal baru dan keluar dari zona nyaman.Â