Digitalisasi pendidikan merupakan suatu keniscayaan di era modern. Perkembangan teknologi yang pesat telah mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan.Â
Digitalisasi dalam pendidikan tidak hanya sebatas penggunaan komputer di kelas, tetapi juga mencakup berbagai inovasi seperti pembelajaran berbasis daring, penggunaan aplikasi edukatif, kecerdasan buatan (AI) dalam asesmen, serta sistem administrasi sekolah yang semakin canggih.Â
Dengan adanya digitalisasi, diharapkan proses belajar mengajar menjadi lebih efektif, efisien, dan menarik bagi siswa. Namun, di balik peluang besar ini, masih ada tantangan yang harus dihadapi, salah satunya adalah ketakutan atau fobia sebagian guru terhadap perubahan ini.
Penerapan digitalisasi dalam pendidikan sudah mulai terlihat dalam berbagai bentuk. Salah satu contohnya adalah Learning Management System (LMS) seperti Google Classroom, Moodle, atau Edmodo yang memungkinkan guru memberikan materi, tugas, serta melakukan asesmen secara daring.Â
Selain itu, teknologi video konferensi seperti Zoom dan Microsoft Teams telah menjadi solusi utama dalam pembelajaran jarak jauh, terutama selama pandemi COVID-19.Â
Penggunaan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan juga semakin meningkat, misalnya dalam sistem penilaian otomatis yang dapat memberikan umpan balik instan kepada siswa.Â
Bahkan, saat ini sudah banyak aplikasi interaktif yang mendukung pembelajaran, seperti Kahoot! dan Quizizz yang membuat proses belajar lebih menyenangkan.
Di tengah pesatnya digitalisasi pendidikan, guru dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perubahan ini.Â
Adaptasi bukan hanya sekadar belajar menggunakan perangkat dan aplikasi baru, tetapi juga memahami bagaimana teknologi dapat diintegrasikan dengan metode pengajaran yang sudah ada.Â
Guru harus memiliki keterampilan digital yang memadai agar dapat mengoptimalkan pembelajaran berbasis teknologi.Â
Namun, kenyataannya, tidak semua guru merasa nyaman dengan perubahan ini. Sebagian mengalami kesulitan dalam memahami teknologi baru, sementara yang lain merasa takut bahwa peran mereka akan tergantikan oleh sistem digital.