Kewajiban seorang pelajar adalah belajar. Belajar bisa di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja. Dua kalimat di atas serasa sudah terukir di hati siswa. Namun dalam prakteknya, tidak demikian mudahnya.
Belajar terbaik sepanjang pandemik ini adalah di rumah. Karena di rumah, jaminan kesehatan tentu lebih baik dibandingkan ketika siswa belajar di sekolah.
Sayangnya, masih banyak kekhawatiran yang dirasakan oleh guru terkait dengan belajar dari rumah. Guru belum bisa menjamin partisipasi siswa dalam belajar online, terlebih lagi melihat keaktifan siswa belajar.
Dengan kata lain, partisipasi siswa dalam belajar dari rumah masih tergolong rendah, baik melalui tatap muka virtual ataupun melalui aplikasi lainnya. Terlebih lagi melibatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran.
Efek ini sangat dirasakan oleh guru, oleh karenanya mereka mencari cara bagaimana agar siswa dapat aktif mengikuti pembelajaran setidaknya seperti saat tatap muka sebelum pandemik.
Dalam sebuah situs belajar online, terdapat survei belajar dari rumah. Diantaranya, hasil survei menyebutkan bahwa siswa belajar melalui penugasan WA sekitar 75%. Â Ini artinya, pembelajaran masih didominasi oleh guru dengan penugasan. Guru memerintahkan kepada siswa membaca tautan dokumen, youtube, ataupun buku paket, selanjutnya diakhiri dengan penugasan.
Yang seringkali, jika siswa sudah merespon demikian, maka sudah dianggap aktif. Padahal sejatinya harus lebih dari itu.
Dengan penugasan via WA yang monoton, tampaknya bisa menjadi sebab menurunnya keterlibatan aktif siswa dalam belajar.
Lalu bagaimana mengefektifkan pembelajaran siswa ketika di rumah, agar siswa mau belajar aktif ? Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah bagaimana guru mampu mendesain pembelajaran yang melibatkan keaktifan siswa, yang dikenal dengan pembelajaran berbasis aktivitas.
Pembelajaran berbasis aktivitas merupakan sebuah model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam serangkaian aktivitas yang dibuat oleh guru. Peran guru bukan lagi sebagai pentransefer ilmu, namun memfasilitasi dan mengarahkan siswa agar dapat menjalankan serangkaian kegiatan yang dapat menemukan sebuah konsep melalui tahapan -- tahapan aktivitas.
Siswa tidak lagi hanya sebatas membaca dari tautan file dokumen yang diberikan. Tidak pula sebatas melihat tayangan dari youtube, ataupun mendengar ceramah virtual.
Dengan demikian, siswa bukan hanya pembelajar pasif yang sebatas belajar dengan membaca, melihat, ataupun mendengar, namun lebih jauh dari itu, yaitu siswa melakukan aktivitas nyata baik secara fisik maupun non fisik.
Pembelajaran berbasis aktivitas, selayaknya bukan hanya sebuah pilihan lain, namun sebuah tuntutan. Guru harus mau mengubah mindset mengajar dari teacher center menjadi student center.
Dengan dukungan kurikulum darurat, yang mana guru diberikan kesempatan untuk mengembangkan kurikulum, maka pembelajaran sudah tidak lagi berorientasi pada ketercapaian materi, namun lebih kepada proses pembelajaran.
Pembelajaran berbasis aktivitas ini mengacu pada kurikulum darurat dengan porsi waktu yang lebih sedikit dan fokus pada materi esensial dan kontekstual.
Dengan mempertimbangkan kesehatan dan keselamatan peserta didik adalah prioritas. Pembelajaran yang mengaktifkan siswa ini terntu saja didesain agar siswa mampu belajar mandiri, tanpa tergantung dengan bantuan orangtua ketika di rumah.
Oleh karenanya, desain pembelajaran ini diharapkan dapat mempermudah pendampingan belajar di rumah sehingga berdampak pada kesejahteraan psikososial yang meningkat.
Prinsip belajar yang menyenangkan juga dipilih dalam mendesaian serangkaian aktivitas. Karena tanpa kegiatan yang menyenangkan, maka siswa akan kehilangan motivasi melakukan aktivitas pembelajaran.
Dengan serangkaian aktivitas yang terstruktur ini, maka siswa akan merasa pembelajaran lebih bermakna. Rumus, prosedural, dan konsep dapat ditemukan sehingga tidak perlu lagi dihafal. Hal ini menjadikan siswa lebih bergairah belajar di rumah. Yang ujungnya pembelajaran lebih efektif.
Tentu saja mendesain pembelajaran yang demikian tidak mudah. Namun, tidak pula sulit dilakukan, asalkan ada komitmen guru untuk mau belajar mengembangkan diri dalam pembelajaran.
Salah satu contoh kegiatan pembelajaran berbasis aktivitas ini adalah guru membuat serangkaian aktivitas pembajaran yang bertahap. Siswa lalu melakukan tahapan -- tahapan tersebut. Misalnya siswa terlibat aktif dalam menggunting, menempel, menghubungkan potongan -- potongan kertas, hingga dapat menemukan pola -- pola tertentu menjadi sebuah konsep.
Dapat pula siswa melakukan presentasi pidato, membuat konten video tentang cara memasak yang dikaitkan dengan tujuan belajar, membuat desain teknologi, dan sebagainya.
Dan masih banyak contoh lainnya, contoh aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa tanpa melibatkan lagi peran aktif orang tua. Orang tua bukan lagi sebagai mesin penjawab soal, namun dapat berperan memberikan pendampingan belajar di saat anaknya bertanya.
Sehingga pembelajaran berbasis aktivitas ini membangun konstruksi belajar yang menyenangkan ketika siswa belajar dari rumah. Oleh karenanya keefektifan belajar dapat tercapai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H