Di malam yang sunyi, berdering ringtone sebuah pesan WA. Dibacalah sebuah pesan singkat oleh Maya. "Dik, alhamdulillah kakak baru saja lulus skripsi," tulis pesan WA atas nama Farhan. Maya adalah adik angkatan Farhan di sebuah perguruan tinggi negeri keguruan dan Maya ini adalah seorang guru swasta di sebuah sekolah favorit.
"Oh ya, ikut senang mendengarnya, ...," balas Maya.
"Terimakasih atas supportnya selama ini, Dik. Motivasimu telah membakar semangatku, meski kemampuanku di bawah standar teman -- teman, akhirnya saya bisa lulus S1 dengan waktu 6 tahun. Semoga Allah membalas kebaikanmu selama ini," tulis Farhan.
"Sama -- sama Mas, saya nunggu syukurannya saja...hehehehe..." balas Maya dengan emoticon tertawa kecil.
"OK, Dik. Setelah wisuda nanti saya akan mengajakmu ketemuan di sebuah kantin, tempat di mana kita pertama kali ketemu," jawab Farhan.
Dua bulan telah berlalu, pada hari H wisuda, Maya menuliskan pesan.
"Maaf, Mas farhan, pada momen bahagia ini, saya tidak bisa ikut merayakan. Saya tidak boleh ijin untuk keperluan di luar dinas dari sekolah,"
"Tidak mengapa, Dik. Bunga yang Adik berikan, sudah cukup membahagiakan saya. Oya, jangan lupa besok Senin, kita ketemuan di kantin, ya ?" ketik Farhan.
Akhirnya, tibalah hari Senin, di sebuah kantin.
"Rencana setelah wisuda ini apa, Mas ?" tanya Maya.
"Insya Allah, saya akan balik kampung. Mau mengajar di sebuah sekolah kecil di desa kelahiran saya. Saya akan mengabdi di sini, bermain, berkreasi, dengan anak -- anak. Impianku selama ini. Siapa lagi yang akan mau dan membangun desa kami, kalau bukan kami sendiri. Sebuah desa yang jauh dari peradaban, akses jalan rusak, sinyal internet sulit, dan lain -- lain," jawab Farhan.
"Semoga sukses, Mas. Ehmm....bagaiamana kalau Mas Farhan mengajar di kota saja, nanti bisa saya carikan lowongan," pinta Maya yang sekan tidak mau berpisah dengan Farhan.
"Terimakasih, Dik, atas masukannya. Maaf, kali ini saya tidak bisa mengikuti saran kamu. Kebetulan saya sudah dapat sekolah yang dekat di rumah. Status masih GTT di tempat ibu saya mengajar. Kebetulan ibu saya kepala sekolah di situ," balas Farhan.
"Oh ya, selamat ya Mas Farhan. Ehmm...Maya sebenarnya sedih sih, kalau harus berpisah dengan Mas Farhan. Gak bisa WA nan juga, entar. Khan gak ada sinyal," keluh Maya.
"Hahahaha ....ya entar kalo saya beli kuota, saya akan beli sinyal sekalian, biar bisa WA kamu setiap saat," canda Farhan untuk memecah kesenyapan.
"Bisa bercanda juga to, Mas Farhan ini. Oya, kayaknya sebentar lagi ada penerimaan CPNS loh, Mas, sekitar 3 bulan lagi. Ini temen -- temenku udah pada share dokumen," balas Maya.
"Ya, besok lah saya pikirkan. Untuk saat ini saya akan fokus dan menghela nafas dulu. Saya gak akan buru -- buru mendaftar. Toh rejeki khan tidak harus jadi PNS," tanggapan Farhan.
Selang beberapa minggu kemudian, formasi CPNS sudah diumumkan.
"Mas, ini formasi CPNS sudah diumumkan. Kebetulan di kabupaten Mas Farhan lowongannya ada 4 guru," info dari Maya lewat sambungan telepon.
"Ya, terimakasih. Insya Allah saya akan mendaftar. Oya, Maya bagaimana ?" tanya Farhan.
"Ini yang bikin sedih, Mas. Saya minta pertimbangan dari Mas farhan. Kebetulan di kota kami, formasi CPNS banyak, sementara saya sudah terikat kerja kontrak di sekolah ini selama 2 tahun. Jika saya mengundurkan diri, harus mengganti sekian puluh juta. Rasanya saya tidak mampu. Ikut mendaftar CPNS sudah dianggap sebagai bentuk pemutusan hubungan kerja," tangis Maya.
"Oya, Dik. Maaf, saya tidak bisa membantu apa -- apa. Apalah saya dan saya bukan siapa -- siapa kamu. Coba pertimbangkan terlebih dahulu dan konsultasikan dengan orang tua," jawab Farhan.
"Ok Mas, nanti saya pertimbangkan dulu. Beberapa hari ke depan, akan saya kabari," sahut Maya dalam sambungan telepon.
"Nah begitu donk. Kalau mau hubungan kita serius, berani gak kamu daftar tempat saya....hahahaha...bercanda loh, Dik," canda Farhan.
Bertambah galaulah Maya, di saat itu. Setelah komunikasi via telepon berhenti, pergulatan batin Maya menjadi -- jadi. Tampaknya perkataan hubungan serius menjadi awal bagi Maya untuk mempertaruhkan masa depannya. Gejolak pertentangan antara keluar dari sekolah favorit atau bertahan. Jika ia mendaftar CPNS, maka ia telah ter-PHK sendiri, dengan demikian ia harus membayar sekian puluh juta. Ya kalau keterima, jika tidak keterima, maka ia harus menanggung rugi: rugi sudah keluar kerja dan harus membayar denda.
Di sisi lain, ia pun bingung memilih, kota di tempat ia tinggal yang banyak formasi ataukah di kabupaten Farhan yang hanya sedikit formasi. Jika ia keterima di kotanya, maka ia harus menerima kenyataan harus berpisah dengan Farhan, karena tidak mungkin Farhan mau menjadi guru di kotanya.
Konflik batin menjadi kuat, lantaran perkataan Farhan akan hubungan serius menjadi sebuah tantangan dirinya, Mungkinkah Farhan telah melamarnya, secara halus ? Perlu diketahui keduanya memang sering terlibat komunikasi, namun tidak sampai tahap pacaran, karena bagi Maya, pacaran adalah sesuatu yang tabu. Sesuatu yang harus dihindari, sehingga belum ada sebuah kepastian hubungan di antara mereka.
Pikiran Maya pun semakin jauh. Kalau keduanya tidak keterima CPNS, lantas keduanya menikah, mampukah Maya hidup dan menggantungkan harapan dari suami yang belum punya penghasilan cukup,begitu juga kehidupan desa yang jauh dari kota, serta minim fasilitas. Sementara kehidupan Maya selama ini adalah termasuk keluarga yang berkecukupan. Kelak setelah 2 tahun bekerja, ada rencana bagi Maya untuk kuliah S2 dan ingin menjadi dosen. Inilah rencana semula.
Semenjak terngiangnya hubungan serius, pikiran Maya pun bertambah pusing. Meski demikian, keputusan besar haruslah ia pilih. Beberapa hari kemudian.
"Mas, saya sudah ambil keputusan," kata Maya dalam sambungan telepon.
"Tentu sebuah keputusan berat telah mengganggu waktu tidurmu, Dik Maya. Akankah engkau memilih bertahan ataukah engkau memilih hubungan serius ?" tanya dengan nada bercanda Farhan.
"Begini, Mas. Resiko hidup sudah saya pikirkan. Rejeki jodoh adalah kehendakNya. Saya putuskan untuk mendaftar CPNS di kabupaten Mas Farhan," jawab tegas Maya.
"Wkwkwkwk....beneran ini? Dik Maya sudah siap menjalani hubungan yang serius? hehehe" tanya Farhan.
Tampaknya pilihan Maya bukan main -- main, setelah memutuskan untuk keluar kerja, ia pun membeli sekian banyak buku seleksi CPNS. Pagi siang malam, ia belajar agar keputusannya tidak berakibat fatal. Uang ganti kontrak sudah ia lunasi.
Dengan belajar seius, setidaknya salah satunya yang jadi PNS. Prinsipnya, Mas Farhan tidak mengapa masih GTT, tetapi ia harus menjadi CPNS.
Namun, terjadi sebaliknya bagi Farhan. Ia lebih fokus pada sekolahannya, semua informasi pendaftaran, seleksi, dan lain -- lain didapat dari Maya, yang selalu memberikan upadate terbaru. Baginya, mengajar  sekolah di desanya adalah kemerdekaan. Selain bisa bersama dengan ibunya di rumah, sekolah yang tidak jauh, ia pun sudah mengenal karakter anak didiknya, sehingga ia begitu menikmati profesi mengajarnya. Seolah ia sudah tidak memikirkan PNS. Ditambah lagi, ia merasa kemampuan akademiknya yang pas -- pasan sehingga merasa minder untuk bersaing dengan puluhan pendaftar lainnya. Yang penting tawakal kuat dan berusaha meski bisa dibilang kurang.
Proses seleksi sudah diumumkan dan akhirnya keduanya dinyatakan diterima. Maya dan Farhan di tempatkan di kecamatan yang sama. Begitu bahagianya Maya, keinginannya selama ini akhirnya bisa terwujud. Menjadi CPNS dan akan bisa menikah dengan lelaki pujaan hatinya.
Di sebuah forum guru, Maya begitu terpesona melihat guru yang begitu anggun, cantik, lembut, dan tinggi semampai. Bagi Maya, ia sangat luar biasa, perfeksionis.
"Maaf, Mbak Sari, kalau boleh memuji, tadi saya terpesona melihat presentasi makalah dari yang Mbak sampaikan," tanya Maya.
"Oh ya, terimakasih. Biasa saja, Mbak, kebetulan saya mendapatkan kesempatan. Nah kesempatan itu tidak boleh saya sia -- siakan," jawab Sari.
"Mbak ini masih muda, relijius, dan terlihat intelek. Ehm... putranya berapa ?" tanya Maya.
"Wah, saya sudah kelihatan tua, ya ....? Saya belum berkeluarga, Mbak. Belum ketemu jodohnya, hehehe..." jawab Sari.
"Mana mungkin, selevel mbak sampai lelaki gak ada yang naksir. Pasti ada lah ...saya wanita saja cemburu melihat penampilan Mbak Sari, apalagi yang bapak -- bapak?" sangkalan Maya.
"Bener, Mbak. Saya belum menikah..., kayaknya belum kepikiran menikah, hihihi...." jawab Sari.
"Ataukah saya carikan? Banyak loh teman -- teman kuliah saya yang belum pada menikah...cepetan loh Mbak...entar banyak lelaki terfitnah dan tergoda, hehehehe...kalau ada yang nawari dan cocok segera ambil donk Mbak," pinta Maya.
"Hehehe...ya besok saja, kalau pas kepingin...Mbak bisa carikan saya, oya ngomong -- ngomong Mbak Maya sudah menikah atau akan menikah ? Kayaknya kok bahagia banget !" tanya Sari.
"Alhamdulillah, Mbak. Sebentar lagi saya prajab dan kami akan menjalankan hubungan yang serius dalam waktu dekat," jawab Maya.
"Wah... ikut senang ya Mbak. Semoga selalu sukses," doa dan harapan Sari.
"Sama -- sama ya Mbak. Semoga kecantikan dan keanggunan Mbak Sari bisa menginspirasi hidup saya. Aamiin,"
Hari dan bulan pun berlalu. Tampaknya Farhan belum juga memutuskan kelanjutan dari kata hubungan serius. Maya sudah tidak sabar ada lelaki yang melamarnya, yaitu Farhan. Sekarang, bagi Maya sudah tidak ada lagi yang dipikirkan kecuali segera menikah.
Sebagai wanita, malu rasanya kalau ia berinisiatif menanyakan duluan. Selain itu, ia pun tidak ingin mengganggu Farhan mengajar anak- anak desa. Lagi pula, usia Farhan yang masih tergolong muda mungkin belum terpikirkan sebagaimana apa yang dipikirkan Maya. Orangtua Maya pun mulai cemas, karena ia ingin anaknya tidak berlama -- lama tinggal di sebuah kos.
Kesendirian Maya, tentu mengundang banyak lelaki yang bertanya, ingin ngobrol, ataupun WA. Namun, ia masih kokoh pada kemantapan hatinya, agar secepatnya Farhan melamarnya. Di hatinya cuman ada Farhan. Namun, justru Farhan seakan semakin menjauh. Setiap Maya menelepon, Farhan tidak segera untuk mengangkat. Ia pun bingung mau curhat sama siapa. Akhirnya, ia pun mencoba untuk menghubungi Sari, dengan harapan kecerdasannya bisa menguraikan masalahnya.
"Maaf, Mbak Sari, mengganggu ...ini saya mau curhat kalau boleh. Temanku cowok sampai sekarang kok belum melamar ya Mbak ? Padahal sudah saya tunggu kelanjutan hubungan kami....maaf lho?" tanya Maya.
"Oh yang sabar Mbak, barangkali beliaunya sibuk. Mbak Maya husnudzon saja, yang namanya lelaki kalo sudah kerja, menikmati, mungkin belum berpikir untuk menikah," jawab Sari.
"Tapi kelihatannya, kok temanku semakin sibuk ya ...ini WA saja jarang, gak seperti dulu, jadi galau ni Mbak?" tanya Maya.
"Ya jangan gitu Mbak. Barangkali teman Mbak, mau nyiapin kejutan, atau mempersiapkan biaya pernikahan, dan lain -- lain, yang begitu banyak. Ditunggu saja sebulan lagi. Entar hubungi saya lagi aja,...percaya deh," balas Sari.
"Oh ya betul sekali ya Mbak. Mbak Sari memang cerdas. Tidak salah saya memilih teman Mbak Sari, salut pokoknya," jawab Maya via sambungan telepon.
Sebulan pun berlalu, galau pun sudah di pikirannya. Tidak bisa tidur semakin menjadi -- jadi, bahkan Maya mengajar di kelas pun serasa hambar dan kehilangan konsentrasi. Galau versi kedua pun berkecamuk, ia ingin meminta ketegasan dari Farhan, kira -- kira kapan ia bisa dilamar. Seandainya biaya nikah kurang, orangtuanya sanggup untuk membiayai. Bukankah dua -- duanya sudah keterima CPNS, sehingga tidak perlu ada yang ditakutkan untuk hidup berkeluarga. Sebelum bertanya kepada Farhan, ia ingin meminta masukan pada Mbak Sari. Guru yang relijius, pintar, cantik, yang telah menginspirasi Maya.
Rasanya seperti ditemukan Sari, begitu senangnya ia bisa ketemu. Maya akan bercerita panjang lebar tentang hubungannya dengan lelaki yang belum disebutkan namanya pada Sari.
"Alhamdulillah, Mbak. Kita ditemukan kembali. Mau curhat ni Mbak. Saya mau meluapkan curhat saya ni, ke Mbak. Karena Mbak Sari telah menginspirasi saya sebagai seorang guru. Sehingga saya lebih semangat untuk bisa seperti Mbak. Ternyata, di daerah pedesaaan ini, masih ada sosok guru yang bisa menginspirasi," puji Maya.
"Wah, ada apa ni .... kok pujiannya jadi setinggi langit. Jangan gitu loh Mbak, entar saya bisa menjadi orang yang paling Mbak Maya benci sedalam lautan. Oya, gimana teman mbak, apakah sudah menghubungi ? " jawab dan tanya Sari tersipu malu.
" Nah itu yang mau saya tanyakan, Mbak. Semakin sedih ni kalau mau cerita, sebulan ini malah semakin jauh rasanya saja....saya khawatir kalau gak jadi dilamar," keluh Maya.
"Yang sabar, Mbak. Jodoh itu Allah yang menentukan, kita yang berusaha. Oya, kebetulan, beberapa waktu yang lalu, saya pernah mendengar cerita dari seorang ibu kepala sekolah, bahwa ia tidak merestui anaknya menikahi wanita yang bukan berasal dari daerahnya, takutnya ada apa -- apa kalau berjauhan. Alasan klasik di desa ini sih Mbak. Karena kejadian yang sudah -- sudah yang tidak enak didengar. Jadinya, Si anak ibu kepala sekolah itu mulai menjauh. Kadang itu salah satu faktornya. Ya, pelajaran buat kita," jawab Sari.
"Oh begitu, ..." jawab Maya yang penuh keseriusan.
"Lucunya, si ibu ini malah nawarkan anaknya ke saya ..., ya kata Mbak Maya dulu, daripada menimbulkan fitnah, ya sudah saya ok -- ok saja," canda Sari.
"Hahahaha....selamat Mbak...wah saya bisa kedahuluan ni ...?" tawa tanpa sadar Maya di tengah keseriusan.
"Oh ya, Mbak Maya, maaf habis ini saya akan kedatangan tamu penting di rumah, sekali lagi maaf loh Mbak, gak bisa menerima curhatan Mbak Maya," kata Sari.
"Oh ya, gpp. Lain waktu saja. Selamat jalan, hati -- hati," balas Maya.
Selang beberapa menit keduanya berpisah, terbangunlah Maya dalam kesadaran, seakan jantungnya tiba -- tiba berdebar keras dan memberontak, siapakah tamu penting yang datang ke rumah Sari. Galau versi ketiga pun berlanjut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H