Tampaknya pilihan Maya bukan main -- main, setelah memutuskan untuk keluar kerja, ia pun membeli sekian banyak buku seleksi CPNS. Pagi siang malam, ia belajar agar keputusannya tidak berakibat fatal. Uang ganti kontrak sudah ia lunasi.
Dengan belajar seius, setidaknya salah satunya yang jadi PNS. Prinsipnya, Mas Farhan tidak mengapa masih GTT, tetapi ia harus menjadi CPNS.
Namun, terjadi sebaliknya bagi Farhan. Ia lebih fokus pada sekolahannya, semua informasi pendaftaran, seleksi, dan lain -- lain didapat dari Maya, yang selalu memberikan upadate terbaru. Baginya, mengajar  sekolah di desanya adalah kemerdekaan. Selain bisa bersama dengan ibunya di rumah, sekolah yang tidak jauh, ia pun sudah mengenal karakter anak didiknya, sehingga ia begitu menikmati profesi mengajarnya. Seolah ia sudah tidak memikirkan PNS. Ditambah lagi, ia merasa kemampuan akademiknya yang pas -- pasan sehingga merasa minder untuk bersaing dengan puluhan pendaftar lainnya. Yang penting tawakal kuat dan berusaha meski bisa dibilang kurang.
Proses seleksi sudah diumumkan dan akhirnya keduanya dinyatakan diterima. Maya dan Farhan di tempatkan di kecamatan yang sama. Begitu bahagianya Maya, keinginannya selama ini akhirnya bisa terwujud. Menjadi CPNS dan akan bisa menikah dengan lelaki pujaan hatinya.
Di sebuah forum guru, Maya begitu terpesona melihat guru yang begitu anggun, cantik, lembut, dan tinggi semampai. Bagi Maya, ia sangat luar biasa, perfeksionis.
"Maaf, Mbak Sari, kalau boleh memuji, tadi saya terpesona melihat presentasi makalah dari yang Mbak sampaikan," tanya Maya.
"Oh ya, terimakasih. Biasa saja, Mbak, kebetulan saya mendapatkan kesempatan. Nah kesempatan itu tidak boleh saya sia -- siakan," jawab Sari.
"Mbak ini masih muda, relijius, dan terlihat intelek. Ehm... putranya berapa ?" tanya Maya.
"Wah, saya sudah kelihatan tua, ya ....? Saya belum berkeluarga, Mbak. Belum ketemu jodohnya, hehehe..." jawab Sari.
"Mana mungkin, selevel mbak sampai lelaki gak ada yang naksir. Pasti ada lah ...saya wanita saja cemburu melihat penampilan Mbak Sari, apalagi yang bapak -- bapak?" sangkalan Maya.
"Bener, Mbak. Saya belum menikah..., kayaknya belum kepikiran menikah, hihihi...." jawab Sari.