Mohon tunggu...
Nisa Nurazizah
Nisa Nurazizah Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate

sedang belajar menulis✨

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Opiniku: RUU HIP

12 Oktober 2020   10:19 Diperbarui: 12 Oktober 2020   10:29 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

#1 RUU HIP?

Beberapa bulan terakhir ini, isu RUU HIP masih cukup ramai diperbincangkan. Rancangan Undang-Undang hasil inisiatif DPR ini dibentuk dengan tujuan membuat sebuah landasan hukum yang mengatur Haluan Idiologi Pancasila untuk menjadi pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Apabila dilihat dari segi maksud/ tujuan dibuatnya RUU HIP ini, yang menjadi pertanyaan, konsep pemikiran seperti apa sehingga tercetus ide membuat Undang-Undang untuk Pancasila, padahal kedudukan UU berada di bawah Pancasila. Terlebih lagi semua hukum dan perundang-undangan di Indonesia dibuat berdasar dan bersumber pada Pancasila.  

Jika alasannya adalah untuk memperkuat kedudukan Pancasila sebagai Idiologi bangsa, maka bagaimana bisa Pancasila diperkuat kelegalannya dengan sebuah aturan Undang-Undang yang derajat hukumnya lebih rendah.  

Bukankah sejak awal Pancasila memang sudah dibentuk sebagai pedoman hidup rakyat Indonesia. Lalu, jika masalahnya ada pada implementasi nilai-nilai Pancasila yang belum menyeluruh, apakah jawabannya karena kedudukan Pancasila yang mulai melemah?. 

Bukankah hal ini disebabkan karena elemen bangsa yang masih belum memahami makna Pancasila atau bahkan karena sikap acuh terhadap bangsa dan negaranya.  

Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara sangatlah fundamental dan sudah tercantum dalam alinea ke-4 UUD 1945, yang tingkatannya masih lebih tinggi dibandingkan UU. 

Adanya RUU HIP ini hanya akan membuat tumpang tinding aturan Undang-Undang yang sejak dulu sudah menjadi ciri hukum di Indonesia.  Selain itu, substansi RUU HIP khususnya dalam pasal 7 yang bersisi penyederhanaan Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila yang menuai polemik. 

Menurut saya, hal ini bisa saja mengubah pandangan masyarakat tentang makna atau esensi dari Pancasila itu sendiri. Jika, Pancasila yang merupakan hasil kesepakatan para pendiri bangsa dan telah digunakan 75 tahun lamanya oleh elemen bangsa Indonesia sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara, namun kemudian dengan mudahnya dapat 'diutak-atik', hal ini bisa menimbulkan persoalan-persoalan lain yang lebih besar, seperti konflik idiologi yang terjadi pasca kemerdekaan dan memicu disintegrasi bangsa. 

 #2 Adakah Urgensi?

Di tengah pandemi covid-19 saat ini, saat semua elemen bangsa sedang bekerja keras dengan caranya masing-masing, rasanya tidak ada alasan konkret yang menunjukan adanya urgensi dari pembuatan RUU ini. 

Ditambah dengan substansi yang banyak menuai kontroversi membuat situasi semakin rumit. Waktu yang seharusnya digunakan pemerintah dan masyarakat untuk saling memahami dan bergandeng tangan dalam memerangi pandemi ini  seperti terbuang sia-sia. 

Bahkan akhirnya berujung pada protes penolakan masyarakat  di jalan yang tidak memperdulikan aturan social distancing atau protokol kesehatan. Dalam hal ini juga tereksan, pemerintah yang membuat aturan namun pemerintah pula yang memicu pelanggaran aturan tersebut.  

Melihat tidak adanya urgensi, bahkan dirasa tidak perlu dan tidak dibutuhkan, maka saya pikir sebaiknya pemerintah dan DPR menghentikan pembahasan RUU ini. 

Respon pemerintah untuk menunda pembahasan RUU HIP sudah cukup dapat menenangkan situasi di masyarakat, namun diharapkan pemerintah dapat benar- benar menghentikan RUU HIP dan mempertegas kedudukan BPIP (Badan Pembinaan Idiologi Pancasila) agar tidak terkesan minim fungsi dan bersifat sia-sia. 

Selain itu, rencana untuk membuat atau mengatur hal- hal mengenai Pancasila adalah hal yang riskan dan sensitif. Karena itu, perlu adanya pembicaraan panjang dan penyerapan aspirasi dari semua elemen masyarakat agar tidak menimbulkan kegaduhan berkepanjangan. 

Jadi, untuk selanjutnya, DPR tidak perlu lagi mengajukan RUU serupa karena Pancasila secara utuh sudah tertera dalam UUD 1945 dan kedudukannya sudah sangat kuat. Satu lagi yang perlu menjadi catatan, jangan menggunakan kekuatan/kekuasaan (politik) untuk melakukan politisasi terhadap suatu masalah. 

#3 RUU HIP bermasalah? 

* RUU HIP tidak memasukkan TAP MPRS XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Larangan Ajaran Komunis/Marxisme sebagai konsiderans.  

* Pasal 6 dan Pasal 7: dianggap mengubah Pancasila dengan menyebut konsep Trisila sebagai ciri pokok Pancasila, dan Ekasila sebagai bentuk kristalisasi Trisila.  

* Pasal Demokrasi Ekonomi Pancasila (Pasal 15-17 dan 21-31): Menurut Wakil Ketua MPR Fraksi Demokrat, Syarief Hasan, isi pasal-pasal tersebut tidak jelas, kaku, terlalu teknis dan eksklusif serta dinilai dapat melemahkan otonomi daerah.   

#4 RUU HIP diperlukan?

Pancasila adalah idiologi bangsa yang dibentuk dengan penuh perjuangan oleh para pendiri bangsa sebagai pemersatu pandangan hidup masyarakat Indonesia. 

Sejak 75 tahun yang lalu, Pancasila telah digunakan sebagai pedoman bagi masyarakat dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedudukan pancasila sebagai dasar negara sangatlah kuat dan merupakan sumber dari segala sumber hukum. 

Kelima sila pancasila merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan serta mengandung jiwa dan corak bangsa Indonesia. 

Rasanya sangat tidak etis apabila setelah 75 tahun yang lalu Pancasila dibentuk melalui perjuangan panjang dan merupakan hasil kesepakatan bersama dari berbagai pihak namun kemudian dengan mudahnya diubah/didegradasikan/dikristalisasikan atau sejenisnya. 

Jadi, menurut saya Pancasila telah utuh dan jelas dengan kelima silanya, tidak perlu ada lagi tafsir dalam bentuk apapun yang dapat membuat bias Pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun