Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Lain Kali Jangan Bully Koruptor

24 Agustus 2021   20:52 Diperbarui: 24 Agustus 2021   21:16 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah maksudnya hakim sebenarnya berniat menerapkan sanksi maksimal (hukuman mati) atau sekurangnya hukuman penjara seumur hidup, tapi karena ada cercaan, makian, dan hinaan dari masyarakat, akhirnya tidak jadi?

Mengapa hakim seolah menyalahkan masyarakat? Bukankah cercaan, makian, dan hinaan sesuatu hal yang wajib "dinikmati" oleh mereka yang berperilaku sama dengan Juliari?

Tidakkah hakim sadar dan paham bahwa semua itu dilakukan masyarakat secara spontan tanpa disuruh maupun diarah-arahkan?

Kalau hakim menjadikan derita cercaan, makian, dan hinaan sebagai alasan meringankan untuk Juliari, lalu bagaimana dengan Akil Mochtar, Adrian Waworuntu, dan Teddy Hernayadi? 

Mengapa dulu ketiganya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup padahal mengalami cercaan, makian, dan hinaan seperti yang dialami Juliari?

Pertanyaan pentingnya adalah, apakah alasan meringankan yang berlaku bagi Juliari saat ini bakal diberlakukan juga kepada para koruptor berikutnya? 

Semoga tidak. Sebab bila demikian, maka sebaiknya publik tidak boleh lagi mencerca, memaki, dan menghina koruptor, supaya keberanian hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan tidak tergoyahkan.

Sekian. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun