Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Status PPPK untuk Guru Perlu Ditinjau Ulang, Berikut Paparannya

3 Januari 2021   22:11 Diperbarui: 3 Januari 2021   23:51 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim | Foto: Dok. Kemendikbud via KOMPAS.com

Publik terutama kalangan yang berkecimpung di dunia pendidikan sedang heboh membahas kebijakan terbaru pemerintah soal perekrutan guru. Kebanyakan dari mereka tidak setuju dengan format yang dibuat pemerintah. 

Dikabarkan, mulai 2021 ini, pemerintah akan membuka 1 juta formasi guru, di mana bukan lagi berstatus CPNS tetapi sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Melansir KOMPAS.com (02/01/2021) - sila klik, sebenarnya selain guru, masih ada sebanyak 146 jabatan lain yang bakal ikut mendapat status PPPK. Lalu mengapa hanya guru yang ramai dibahas belakangan ini?

Tentu ada sekian macam alasan. Antara lain misalnya, karena jumlah guru di tanah air cukup banyak, serta pertimbangan atas dampak terhadap kesejahteraan guru.

Mari fokus pada urusan guru. Artinya mulai tahun ini, tidak ada lagi penerimaan CPNS untuk formasi guru. Semua dialihkan menjadi PPPK. Kebijakan ini merupakan keputusan bersama antara Kemendikbud, Kemenpan RB, dan BKN.

Keputusan ketiga kementerian dan lembaga itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.

Disebutkan, aparatur sipil negara (ASN) adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah (pasal 1 ayat 2).

PP Nomor 49 Tahun 2018 tidak menyasar PNS lama. Maksudnya, para ASN yang sudah berstatus dan bekerja sebagai PNS guru tidak dialihkan menjadi PPPK.

Kebijakan terbaru hanya berlaku bagi pelamar ASN 2021 yang diarahkan ke status PPPK. Maka, berbahagialah mereka yang sudah berstatus PNS guru. Mereka tidak perlu risau.

Sila cari persyaratan dan kriteria berkenaan aturan PPPK. Di sini tidak diuraikan detail. Informasi lengkap dapat ditemukan di berbagai sumber. Setidaknya ada 2 hal penting sementara yang perlu diketahui, yaitu soal gaji dan tunjangan pensiun.

Bahwa gaji guru PPPK tetap dibuat setara dengan yang berlaku bagi PNS guru. Bedanya terletak pada penerimaan fasilitas tunjangan pensiun. Guru PPPK tidak diberi tunjangan pensiun.

Kiranya belum jelas alasan pemerintah membuat kebijakan teranyar ini. Karena bagi sebagian pihak, alasan yang disampaikan kurang masuk akal dan cenderung mendiskriminasi profesi guru.

Alasannya, pemerintah tidak ingin lagi kebingungan mengurus para PNS guru yang gemar mengajukan surat pindah tempat kerja, serta untuk memastikan keseimbangan distribusi guru di daerah secara nasional.

Pertanyaannya, bukankah pemerintah sendiri yang memberi keleluasaan pindah tempat kerja tersebut? Mengapa tidak dibuat mekanisme lain melalui instrumen hukum agar PNS guru tidak cepat pindah?

Mengapa solusinya pengalihan formasi dari CPNS ke PPPK? Tidakkah akhirnya dimaknai sebagai bentuk diskriminasi bagi para pelamar baru? Salahkah jika selanjutnya dimengerti bahwa PNS guru adalah "ASN tetap" sedangkan guru PPPK adalah "ASN kontrak"?

Hemat penulis, status PPPK untuk guru tidak tepat. Sebab jabatan guru bukanlah profesi sementara atau musiman, dan tidak semua terarah pada posisi struktural.

Maka pengertian guru PPPK sebagai ASN yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah (PP Nomor 49 Tahun 2018 pasal 1 ayat 4) sangat bertentangan dengan fungsi utama seorang guru.

Guru PPPK dikontrak dalam jangka waktu tertentu. Adakah tugas guru dipahami terbatas oleh pemerintah semacam tanggungjawab pejabat struktural, semisal kepala sekolah serta karyawan dan kepala dinas atau lembaga lainnya?

Padahal, dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 pasal 1 ayat 1 dijelaskan, tugas utama seorang guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.

Bagaimana mungkin seorang guru bisa nyaman dan fokus melaksanakan tugas utamanya secara berkesinambungan bila status kepegawaiannya berpotensi "tercabut" atau teralihkan ke bidang lain karena terikat pada rambu-rambu PPPK?

Pada pasal 37 ayat 1 PP Nomor 49 Tahun 2018 dinyatakan, masa hubungan perjanjian kerja bagi PPPK paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja.

Tidakkah identik dengan "outsourcing"? Perpanjangan ke tahap selanjutnya pun (jika terkabul), belum tentu juga ditempatkan pada jabatan dan posisi yang sama. Bagaimana seorang guru PPPK mau fokus melaksanakan fungsi utamanya?

Berikutnya, dalam pasal 53 ayat 1 PP Nomor 49 Tahun 2018 ditegaskan ada 5 (lima) alasan "PHK dengan hormat" bagi PPPK. Dua di antaranya yaitu karena jangka waktu perjanjian kerja berakhir (huruf a) dan terjadi perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pengurangan jumlah PPPK (huruf d).

Memahami kedua alasan tersebut, bukankah mempertegas kalau guru PPPK tidak akan pernah nyaman dan aman dalam melaksanakan tugas utamanya sebagai guru?

Kemudian soal tidak adanya tunjangan pensiun PPPK, bukankah jelas bertentangan dengan pasal 75 ayat 1 huruf a PP Nomor 49 Tahun 2018 (pemerintah wajib memberi perlindungan PPPK berupa jaminan hari tua), serta penjelasan pasal 14 ayat 1 huruf a UU Nomor 14 Tahun 2005 (yang dimaksud dengan penghasilan di atas hidup minimum adalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun jaminan hari tua)?

Kemungkinan masih banyak lagi yang perlu diperhatikan pemerintah, khususnya oleh Kemendikbud, terkait kebijakan formasi ASN jalur PPPK. Hemat penulis, sebaiknya pemerintah mempertimbangkan kembali secara matang sebelum mengambil keputusan final.

***

Referensi: PP Nomor 49 Tahun 2018 dan UU Nomor 14 Tahun 2005 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun