Sebenarnya, sebelum Millen, sudah ada juga orang transgender yang menghuni rutan, yaitu Lucinta Luna. Sama, gara-gara penyalahgunaan narkoba. Lucinta akhirnya dijebloskan ke dalam Rutan Polda Metro Jaya. Cuma Lucinta ditempatkan di ruangan khusus di blok sel perempuan.
Lalu ada pula Alterina Hofan, transgender dari perempuan ke laki-laki. Alter terpaksa menghuni Rutan Pondok Bambu karena kasus pemalsuan identitas (ingin menikahi pasangannya, Jane Deviyanti).
Awalnya Alter ditempatkan di blok sel perempuan, namun karena bersikeras menolak, akhirnya ia dipindahkan ke ruangan khusus yang terpisah dari sel perempuan.
Poin yang mau dipersoalkan di sini ialah, sampai kapan dan dengan dasar pertimbangan apa bagi pengelola rutan dan lapas menentukan tempat bagi sesamanya manusia yang kebetulan transgender? Apakah sesuai kondisi dan sesuka hati?
Mengapa pemerintah Indonesia tidak memfasilitasi penyediaan rutan khusus bagi kaum transgender? Mengapa yang ada cuma khusus narkoba, teroris, koruptor, anak, dan perempuan?
Sekali lagi, memikirkan nasib transgender tidak harus menunggu berlimpahnya jumlah orang dari mereka yang terkena kasus dan kemudian dieksekusi masuk rutan dan lapas.
Kisah Mary (Australia, bukan nama asli), Tara Hudson (Inggris), Vicky Thompson (Inggris), dan Clayton James Palmer (Australia) sebisa mungkin tidak terjadi di Indonesia. Artinya, di sini jelas, persoalan tidak adanya rutan khusus bagi transgender merupakan fenomena global.
Keempat orang asing di atas sama dengan Millen dan Lucinta. Transgender. Dan mau tahu apa kisah mengenaskan mereka? Karena dipaksa harus tinggal di rutan sel laki-laki, keempatnya mengalami pemerkosaan sadis.
Mary diperkosa sebanyak 2.000 kali selama 4 tahun di Boggo Road (negara bagian Queensland), dengan kasus tuduhan pencurian mobil. Usai keluar dari penjara, kejiwaan Mary terganggu sampai sekarang.
Selanjutnya Tara, selain diperkosa, juga disiksa di penjara Gloucestershire. Kemudian Vicky di penjara Armley dan Clayton di penjara Western. Vicky sendiri akhirnya memilih bunuh diri di dalam penjara.
Inilah yang dimaksud penulis sesuai judul tulisan, apakah perlu rutan khusus bagi kaum transgender? Akan tetapi, melihat fakta dari luar negeri tadi, pilihannya bukan lagi perlu dan tidak perlu, melainkan "wajib".
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!