Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Millen Cyrus dan Perlunya Rutan Khusus bagi Transgender

23 November 2020   22:38 Diperbarui: 24 November 2020   01:26 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Millen Cyrus | Instagram @millencyrus via tribunnews.com

Selebgram dan model bernama Millen Cyrus atau yang dikenal juga Millendaru dikabarkan telah ditangkap petugas kepolisian terkait kasus dugaan penyalahgunaan narkoba jenis sabu. Ia ditangkap bersama seorang laki-laki berinisial JR di sebuah hotel di kawasan Jakarta Utara pada Minggu (22/11/2020) dini hari.

Usai penangkapan oleh Satresnarkoba Pelabuhan Tanjung Priok, Millen dan JR menjalani pemeriksaan urine, dan hasilnya Millen diketahui positif menggunakan sabu sedangkan JR negatif. Barang bukti yang diamankan petugas yaitu alat isap atau bong dan sabu.

Akibat perbuatannya, kini Millen ditahan dan ditempatkan di sel pria. Tentu ada yang heran, mengapa Millen ditempatkan ruang tahanan laki-laki, bukan? Ya, karena memang dia seorang laki-laki dengan nama lengkap Muhammad Millendaru Prakasa Samudero.

Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok AKBP Ahri Sonta mengatakan, sesuai identitas di KTP, keponakan Ashanty (istri Anang Hermansyah) tersebut sudah tepat ditempatkan di sel laki-laki.

"Ya, kita amankan tadi pagi. Masih dalam pemeriksaan ya, atau didalami. Barang bukti ada (sabu). Masih dalam pengembangan sekarang. Dia berjenis kelamin laki-laki, kita tempatkan di sel pria," kata Ahri.

Status kasus hukum Millen belum diperbaharui oleh kepolisian, apakah akan jadi tersangka atau bagaimana. Yang pasti masih berstatus terduga penyalahgunaan sabu.

Menurut informasi, Millen juga pernah berurusan dengan Bareskrim Polri atas dugaan pelanggaran UU Pornografi dan UU ITE pada 9 September 2017 lalu, setelah dilaporkan oleh pegiat media sosial, karena foto dan video asusilanya di akun Snapchat-nya tersebar.

Di sini tidak diulas bagaimana Millen "bermetamorfosis" dari laki-laki ke perempuan, tetapi yang ingin dibahas atau dipertanyakan adalah terkait nasib orang-orang seperti dia yang juga tersangkut kasus hukum, entah ditahan sementara atau dipenjara dalam jangka waktu lama.

Atau jika ada yang penasaran tentang sosok Millen, sila baca artikel berikut, yaitu di tribunnews.com, pikiran-rakyat.com, dan merdeka.com (sila klik ketiga situs tersebut).

Adakah ruang khusus di rumah tahanan milik kepolisian dan lembaga pemasyarakatan (lapas) milik Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) bagi warga berjenis kelamin ganda (transgender) yang tersandung kasus, diproses, hingga dijebloskan ke dalam penjara? Apakah tergantung daya tawar dan besarnya sogokan?

Penulis tidak berharap bahwa di kemudian hari, orang-orang transgender bisa lebih banyak menghuni rutan dan lapas. Ini soal keamanan, keadilan, dan penghormatan terhadap hak azasi manusia (HAM).

Sebenarnya, sebelum Millen, sudah ada juga orang transgender yang menghuni rutan, yaitu Lucinta Luna. Sama, gara-gara penyalahgunaan narkoba. Lucinta akhirnya dijebloskan ke dalam Rutan Polda Metro Jaya. Cuma Lucinta ditempatkan di ruangan khusus di blok sel perempuan.

Lalu ada pula Alterina Hofan, transgender dari perempuan ke laki-laki. Alter terpaksa menghuni Rutan Pondok Bambu karena kasus pemalsuan identitas (ingin menikahi pasangannya, Jane Deviyanti).

Awalnya Alter ditempatkan di blok sel perempuan, namun karena bersikeras menolak, akhirnya ia dipindahkan ke ruangan khusus yang terpisah dari sel perempuan.

Poin yang mau dipersoalkan di sini ialah, sampai kapan dan dengan dasar pertimbangan apa bagi pengelola rutan dan lapas menentukan tempat bagi sesamanya manusia yang kebetulan transgender? Apakah sesuai kondisi dan sesuka hati?

Mengapa pemerintah Indonesia tidak memfasilitasi penyediaan rutan khusus bagi kaum transgender? Mengapa yang ada cuma khusus narkoba, teroris, koruptor, anak, dan perempuan?

Sekali lagi, memikirkan nasib transgender tidak harus menunggu berlimpahnya jumlah orang dari mereka yang terkena kasus dan kemudian dieksekusi masuk rutan dan lapas.

Kisah Mary (Australia, bukan nama asli), Tara Hudson (Inggris), Vicky Thompson (Inggris), dan Clayton James Palmer (Australia) sebisa mungkin tidak terjadi di Indonesia. Artinya, di sini jelas, persoalan tidak adanya rutan khusus bagi transgender merupakan fenomena global.

Keempat orang asing di atas sama dengan Millen dan Lucinta. Transgender. Dan mau tahu apa kisah mengenaskan mereka? Karena dipaksa harus tinggal di rutan sel laki-laki, keempatnya mengalami pemerkosaan sadis.

Mary diperkosa sebanyak 2.000 kali selama 4 tahun di Boggo Road (negara bagian Queensland), dengan kasus tuduhan pencurian mobil. Usai keluar dari penjara, kejiwaan Mary terganggu sampai sekarang.

Selanjutnya Tara, selain diperkosa, juga disiksa di penjara Gloucestershire. Kemudian Vicky di penjara Armley dan Clayton di penjara Western. Vicky sendiri akhirnya memilih bunuh diri di dalam penjara.

Inilah yang dimaksud penulis sesuai judul tulisan, apakah perlu rutan khusus bagi kaum transgender? Akan tetapi, melihat fakta dari luar negeri tadi, pilihannya bukan lagi perlu dan tidak perlu, melainkan "wajib".

Melindungi hak azasi segenap warga merupakan kewajiban negara lewat pemerintah. Tidak ada "sanksi tambahan" (yakni pelecehan, menjadi budak seks, mengalami gangguan jiwa, dan sebagainya) bagi kaum transgender selain yang diputuskan pengadilan.

Tulisan ini ditujukan kepada pemerintah (Presiden Joko Widodo dan Menkumham) serta pihak pengelola rutan dan lapas. Bukan cuma demi kepentingan Millen, tetapi untuk warga lain yang bernasib transgender, yang di kemudian hari bisa saja tersangkut masalah.

Sekian. ***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun