Bukankah hingga saat ini masih ada tenaga honorer yang bergaji Rp 300 ribu per bulan? Bagaimana caranya 'menyapa' orang-orang yang bernasib buruk itu supaya mau tetap tersenyum?
Bagaimana dengan tenaga honorer yang bernasib seperti Nining Suryati (guru honorer di Banten) yang sehari-hari tinggal dipinggir toilet sekolah, dan Hapsah Ham (guru honorer Taman Kanak-kanak di Gorontalo) yang menghuni bekas kandang ayam?
Baca: "Kisah Nining, Guru Honorer dari Banten yang Tinggal di Pinggir Toilet Sekolah" dan "Tragis, Ada Guru Honorer Tinggal di Bekas Kandang Ayam"
Mestinya pemerintah juga memikirkan nasib tenaga honorer, meskipun saat ini masih fokus menangani dampak pandemi Covid-19.
Bergaji Rp 300 ribu dan belum tentu dapat subsidi gaji dari Kemnaker, mengapa tenaga honorer luput dari subsidi pulsa? Tidakkah dipikir bahwa mereka juga bekerja dari rumah dan sulit mengikuti rapat seperti para PNS?
Jangankan rapat, gaji tenaga honorer Rp 300 ribu amat sulit dibagi-bagikan untuk berbagai keperluan di masa pandemi Covid-19 ini.
Maka, menurut penulis, alangkah baiknya pemerintah mengalokasikan dana juga untuk subsidi pulsa para tenaga honorer. Abdi negara sesungguhnya bukan cuma PNS, tapi termasuk tenaga honorer.
Lebih dari itu, akan baik lagi jika negara (pemerintah) berkenan memberi tunjangan layak dan berkelanjutan bagi tenaga honorer di mana pun mereka berkarya, di kantor pelayanan publik dan lembaga pendidikan.
Maukah pemerintah memberi subsidi pulsa Rp 200 ribu kepada tenaga honorer? Semoga.
***