Hari masih pagi
Saat Matari tebarkan senyum
Awasi lalu lalang tak berkesudahan
Sambil berbagi cahaya warna warni
Dan dendangkan semburat asa
Di sela sekembaran Waringin
Sekawanan burung putih
menari di dahan dan ranting
Sambil bercumbu menimang angin
Adakah angin kabarkan pada kita tentang  lumbung makan
Kata burung putih betina
Sambil mengusap mesra paruh di leher pasangannya
Ada
Tentu ada
Di arah tenggara ujung kota
Berkilometer jauhnya
Juga di selatan arah barat kota
Tidak beda jauhnya
Dinda pilih yang mana
Keduanya sama saja
Menjanjikan makanan melimpah
Untuk kita dan  teman  lainnya
Baiklah kasihku
Kita akan terbang berdampingan
Bersama teman se waringin
Menuju lumbung pangan di lembah sana
Namun
Tunggu sebentar
Ku kan suap bayi kita
Dan kutidurkan seperti biasa
Semoga dia terlelap bersama mimpinya.
Pagi,
Warung makan mulai ramai
Dengan celoteh tawaran untuk pelanggan sarapan
Pelanggan kantoran
Anak sekolah
Mbok bakul
Ibu-ibu yang  tergesa ke tempat kerja
Tukang becak tanpa penumpang
Tukang ojek tanpa pesanan
Juga tukang antar koran
Datang, pergi duduk berganti
Di kursi kayu tertata rapi
Dengan sajian aneka  cemilan  di meja makan
Usai rebahkan si bayi dengan hati-hati
Di sarang bagai permadani hangat menenangkan
Dia kecup bayi mungil penuh kasih sayang
Dia elus dengan sepasang sayap perlindungan
Tidur ya gadisku
Ibu dan ayahmu kan langlang ke lumbung makan
Untuk kita bertiga
Mimpilah terbang ke angkasa
Sesaat kemudian
Kawanan burung putih terbang sambil berdendang
Melintasi beragam gedung menjulang
Melintasi riuhnya asap kendaraan
Melintasi taman-taman buatan
Melintasi persawahan
Melintasi berpuluh sungai juga ngarai diseberang
Sekelompok  anak kecil
Bersorak dan berteriak riuh rendah
Memanggil kawanan  burung  terbang
Melintas bagai menjaring awan
Waktu berlalu
Bersama matari yang pancarkan kehangatan pagi
Sampai akhirnya
Lihatlah dinda
Hijau menghijau di ujung sana
Itulah lumbung tujuan kita
Lumbung penyimpan sejuta pakan.
Burung betina tersenyum bahagia sambil melirik kekasihnya
Mereka berdua terbang di barisan belakang
Hari semakin siang
Namun
Tiba-tiba dari  segala arah
Mendung hitam datang bergelombang
Menyelimuti langit benderang
Matari pun bersedih
Terhalang awan
Termangu
Terdiam
Dan sejenak kemudian
Hujan turun sangat deras deras deras
Bagai  air terjun tercurahkan
Diiringi genderang petir berkilatan
Juga angin kencang menerjang  tanpa lawan
Randu alas  meliuk keras  tahan tekanan
Oooo
Badaikah ini yang datang
Dahsyat  memporakporandakan
Segenap tanaman tinggi menjulang
Randu  alas si perkasa di ujung hutan
Jatuh terkulai menindih rerumputan
Ooooo
Bagaimana dengan sekawanan burung putih yang sedang  bernyanyi riang
Menuju lembah lumbung makanan
Mereka jatuh berhamburan
Di tanah
Di rerumputan
Di dahan pohon rindang
Meski tidak semuanya  menjadi korban
Namun ada beberapa yang terkulai
Lemas  tanpa daya
Sepasang  burung  putih
Yang meninggalkan bayi belum  tersapih
Saling berpelukan
Burung betina patah sayapnya
Terhempas di bebatuan
Wajahnya memucat  paruhnya patah
Darah segar membasahi lehernya
Si jantan hanya sedikit lecet
Si betina erat dalam pelukan
Serasa ngilu dan sakit seluruh badan
Air mata  menetes membasahi paruh memerah darah
Dalam dekapan kekasih
Coba bicara pada pasangannya.
Meski terbata
Sambil menahan seribu derita
Kekasihku
Maafkan dindamu
Jika bukan karena pintaku
Jika bukan karena manjaku
Kita tidak akan  seperti ini
Aku memaksamu menuju lumbung  pakan
Yang kau kabarkan
Jika bukan karena  diriku
Yang tidak bersyukur  dengan yang telah ada
Dan tersedia  sangat cukup untuk kita sekeluarga
Tidak akan terjadi derita seperti ini
Maafkan  aku kekasihku
Dindaku
Bukan salahmu , itu salahku
Bukan salahmu, karena awalnya dariku
Andai
Ya  andai
Tidak kukabarkan tentang  lumbung  pangan itu
Tentu kau takkan mengajakku Â
Menemukan  lembah  hijau
Yang nyata membawa  derita bagimu
Maafkan aku dindaku
Kekasihku
Pujaan dan tambatan hatiku
Tubuhku semakin lemas
Dayaku semakin terkuras
Namun
Aku ingin bersama lagi kita bertiga
Bersama  cantik
Yang  selalu manja  seperti ibunya
Yang  selalu mendengar  dongeng Â
Tentang  matari,tentang bulan, tentang angin
Tentang nyanyian alam
Si cantikku yang selalu tersenyum
Dan selalu berceloteh  di tengah kita
Jikapun tidak bisa
Ijinkan pintaku padamu
Jagalah dia
Lindungi dia
Jadikan dia gadis dewasa
Jangan katakan itu Dinda
Tenangkan hatimu
Yakinlah kau akan sembuh
Yakinlah
Aku akan merawatmu
Dengan seluruh kemampuanku
Kita berdua akan bersama
Membesarkan bidadari kita
Percayalah
Kasihku
Tubuhku kedinginan
Selimuti aku dengan kehangatan hatimu
Selimuti dengan do’a  sucimu.
Kasihku
Dan
Akhirnya
Terkulai si betina
Dengan tetap tersenyum
Dan perlahan pejamkan netra
Ooooo.....
Perlahan
Dia lepaskan pelukan kekasih
Dia rebahkan di rerumputan
Dia kecup keningnya
Untuk terakhir kalinya
Sesaat kemudian
Mendung menyingkir pergi
Menyisakan semilir angin kesedihan
Mataripun muncul lagi
Membuat langit terang benderang
Burung putih tanpa pasangan
Setelah memandang terakhir kali
Akhirnya perlahan terbang
Terbang tinggi
Sambil senandung kan kesedihan hati
Terbang tinggi menuju sarang
Menjemput calon bidadari
Tancep Kayon
Lereng  Selatan, 0.712.22.2.127.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H