Mohon tunggu...
TUGI HARTONO
TUGI HARTONO Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya adalah seorang pendidik

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Senandung Pungkasan

15 Juni 2024   14:31 Diperbarui: 15 Juni 2024   14:59 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dekapan kekasih
Coba bicara pada pasangannya.
Meski terbata
Sambil menahan seribu derita

Kekasihku
Maafkan dindamu
Jika bukan karena pintaku
Jika bukan karena manjaku
Kita tidak akan  seperti ini
Aku memaksamu menuju lumbung  pakan
Yang kau kabarkan
Jika bukan karena  diriku
Yang tidak bersyukur  dengan yang telah ada
Dan tersedia  sangat cukup untuk kita sekeluarga
Tidak akan terjadi derita seperti ini
Maafkan  aku kekasihku

Dindaku
Bukan salahmu , itu salahku
Bukan salahmu, karena awalnya dariku
Andai
Ya  andai
Tidak kukabarkan tentang  lumbung  pangan itu
Tentu kau takkan mengajakku  
Menemukan  lembah  hijau
Yang nyata membawa  derita bagimu
Maafkan aku dindaku

Kekasihku
Pujaan dan tambatan hatiku
Tubuhku semakin lemas
Dayaku semakin terkuras
Namun
Aku ingin bersama lagi kita bertiga
Bersama  cantik
Yang  selalu manja  seperti ibunya
Yang  selalu mendengar  dongeng  
Tentang  matari,tentang bulan, tentang angin
Tentang nyanyian alam
Si cantikku yang selalu tersenyum
Dan selalu berceloteh  di tengah kita

Jikapun tidak bisa
Ijinkan pintaku padamu
Jagalah dia
Lindungi dia
Jadikan dia gadis dewasa

Jangan katakan itu Dinda
Tenangkan hatimu
Yakinlah kau akan sembuh
Yakinlah
Aku akan merawatmu
Dengan seluruh kemampuanku
Kita berdua akan bersama
Membesarkan bidadari kita
Percayalah

Kasihku
Tubuhku kedinginan
Selimuti aku dengan kehangatan hatimu
Selimuti dengan do’a  sucimu.
Kasihku

Dan
Akhirnya
Terkulai si betina
Dengan tetap tersenyum
Dan perlahan pejamkan netra

Ooooo.....
Perlahan
Dia lepaskan pelukan kekasih
Dia rebahkan di rerumputan
Dia kecup keningnya
Untuk terakhir kalinya

Sesaat kemudian
Mendung menyingkir pergi

Menyisakan semilir angin kesedihan
Mataripun muncul lagi
Membuat langit terang benderang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun