Beliau dosen hingga sekarang jadi guru besar. Ulama dan pendakwah Indonesia hingga diamanahi sebagai Ketua MUI Kota Padang.
Makanya, di ujung tulisan selalu disematkan perannya sebagai apa, terhadap tulisan tersebut. Ada dibuat sebagai Ketua FKUB Sumatera Barat, guru besar UIN Imam Bonjol, Wakil Ketua Umum DPP Perti, dan lain sebagainya.
Membaca dan mengumpulkan tulisan Duski Samad ini, kami teringat Gus Dur, sang guru bangsa yang sering dan senantiasa menulis dari setiap gerak langkah yang dilakukannya.
Teringat akan mendiang Buya Syafi'i Ma'arif, Buya Hamka, Natsir, Prof. Azyumardi Azra dan tokoh lainnya yang gemar menulis dan membaca.Â
"Menulislah, karena tanpa menulis engkau akan hilang dari pusaran sejarah," tulis Pramoedya Ananta Toer, penulis hebat yang pernah dipunyai negeri ini.
"Menulislah dengan wawasan dan hati, agar bisa mencerdaskan dan sampai ke hati-hati yang lainnya," tulis Helvy Tiana Rosa, sastrawan Indonesia.
Berpijak dari komentar kedua tokoh ini, Duski Samad telah dan sedang melakukannya. Baginya, tak ada yang tidak ditanggapi dengan bijak dan santun lewat tulisan.
Meskipun dia seorang ulama dan tuanku, perilaku yang terjadi di kalangan tuanku pun harus disoroti dengan pencerahan, agar tidak kebablasan.
Betapa Duski Samad menyigi apa yang dilakukan para tuanku dan orang siak ketika berada di masa Pilkada yang baru saja selesai 27 November 2024 lalu.
Edukasi yang mencerahkan. Politik, termasuk hiruk pikuk Pilkada adalah hak semua warga, tak terkecuali seorang tuanku. Hanya saja cara dan permainan politik tuanku ini, terjebak pada "dipolitisasi". Nah, lewat sebuah tulisan, Duski Samad memberikan alternatif yang mantap.
Politik keumatan dan politik kemasyarakatan. Artinya, Duski Samad sedang mengajak para tuanku untuk kembali pada khitahnya, memberikan yang terbaik pada masyarakat dan ummat lewat momen Pilkada.