Namun, Ahmad Yusuf Tuanku Sidi lebih pada seorang ulama yang punya banyak jemaah sekaligus pimpinan di pondok pesantren.
Dalam deretan ulama VII Koto lama yang sering melakukan berbagai majlis dan halaqah, Ahmad Yusuf Tuanku Sidi ini biasa-biasa saja.
Sering pertemuan di Masjid VII Koto, Ampalu Tinggi, beliau lebih sering menyimak. Dan sepertinya tak ingin jadi ikut pengambil keputusan, ketika pembahasan berkaitan dengan ketetapan hukum keagamaan di tengah masyarakat.
Kami merasa beruntung, pagi itu Buya Jalalen tak ada tamu dan tidak ada kesibukan lain, selain dari istirahat karena kurang enak badan.
Cukup panjang dan lama kami berdiskusi, sekaligus menimba ilmu tentunya dari seorang ulama yang alim, punya banyak santri.
Buya Jalalen adalah anak dari Syekh Tuanku Sidi Tawaf, seorang ulama besar, punya kharisma hebat dan mengasuh pesantren itu dulunya.
"Ayah ambo seangkatan dengan Syekh Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah Lubuk Pandan ini," kata dia, saat melihat buku Buya Lubuk Pandan yang barusan kami berikan.
Bagi Syekh Tuanku Sidi Tawaf ini dalam mendidik anak-anak siak dulunya, diluruskan betul niat anak siak untuk mengaji.
Sebab, setiap pekerjaan, termasuk mengaji dan menuntut ilmu, perlu niat yang baik dan tulus.
Ada dua ibarat yang diistilahkan oleh beliau kepada anak siak. Yakni mengaji seperti ilmu pisang atau kelapa.
Pisang merupakan tanaman yang singkat. Cepat saja. Setelah ditanam, pisang langsung berbuah, dan buahnya sudah bisa dinikmati ketika masak.