Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Madinatul Ilmi Islamiyah Buluah Kasok, Nagari Sungai Sariak Buya Jalalen Tuanku Sidi, ulama itu bermacam-macam kategorinya. Ada ulama yang bermurid dan ada pula ulama yang hanya sekedar punya jemaah.
"Ulama yang bermurid ini, boleh disebut sebagai ulama yang tafaqquh fiddin. Dia tak banyak mendatangi, tapi didatangi oleh banyak murid," kata dia, Sabtu 16 November 2024.
Pagi menjelang siang, Sabtu itu kami sudah membuat rencana sebelumnya untuk bertemu dengan Buya Jalalen ini. Kami bertemu di kediamannya.
Tapi tidak membuat janji untuk bersua. Kata Titip Elyas Tuanku Sulaiman, rancak langsung saja kita ke pesantrennya.
Pagi Sabtu, hari cukup cerah. Hujan malamnya masih menyisakan kesejukan, sehingga tak begitu terasa teriknya matahari.
Kami langsung ke pondok. Yakin, pagi itu Buya Jalalen masih memimpin anak siak mengaji di atas anjung.
"Buya di rumah," kata salah seorang kawan santri di Pesantren Madinatul Ilmi itu ketika ditanya Titip Elyas.
Kami langsung balik, tapi berlainan arah dari tempat kami masuk lokasi tadi. Dan memang, kediaman Buya Jalalen ini tak begitu jauh dari pesantren tersebut.
Di samping mengasuh pesantren besar, Buya Jalalen ini adalah "kiblatnya" ulama di VII Koto Sungai Sariak. Maka, ketika kami ingin menulis tentang mendiang H. Ahmad Yusuf Tuanku Sidi, Pimpinan Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua, kami merasa kurang lengkap kalau tidak bertemu dan mengaji dengan Buya Jalalen ini.
"Saya memang seangkatan dengan Ahmad Yusuf Tuanku Sidi," kata dia.
Namun, Ahmad Yusuf Tuanku Sidi lebih pada seorang ulama yang punya banyak jemaah sekaligus pimpinan di pondok pesantren.
Dalam deretan ulama VII Koto lama yang sering melakukan berbagai majlis dan halaqah, Ahmad Yusuf Tuanku Sidi ini biasa-biasa saja.
Sering pertemuan di Masjid VII Koto, Ampalu Tinggi, beliau lebih sering menyimak. Dan sepertinya tak ingin jadi ikut pengambil keputusan, ketika pembahasan berkaitan dengan ketetapan hukum keagamaan di tengah masyarakat.
Kami merasa beruntung, pagi itu Buya Jalalen tak ada tamu dan tidak ada kesibukan lain, selain dari istirahat karena kurang enak badan.
Cukup panjang dan lama kami berdiskusi, sekaligus menimba ilmu tentunya dari seorang ulama yang alim, punya banyak santri.
Buya Jalalen adalah anak dari Syekh Tuanku Sidi Tawaf, seorang ulama besar, punya kharisma hebat dan mengasuh pesantren itu dulunya.
"Ayah ambo seangkatan dengan Syekh Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah Lubuk Pandan ini," kata dia, saat melihat buku Buya Lubuk Pandan yang barusan kami berikan.
Bagi Syekh Tuanku Sidi Tawaf ini dalam mendidik anak-anak siak dulunya, diluruskan betul niat anak siak untuk mengaji.
Sebab, setiap pekerjaan, termasuk mengaji dan menuntut ilmu, perlu niat yang baik dan tulus.
Ada dua ibarat yang diistilahkan oleh beliau kepada anak siak. Yakni mengaji seperti ilmu pisang atau kelapa.
Pisang merupakan tanaman yang singkat. Cepat saja. Setelah ditanam, pisang langsung berbuah, dan buahnya sudah bisa dinikmati ketika masak.
Sementara, tanaman kelapa adalah tanaman tua, lama setelah ditanam, baru berbuah, dan berbuahnya pun lama.
Kalau ingin seperti pisang, ya tak butuh lama mengaji. Cukup tiga sampai lima tahun, habis itu sudah bisa dinikmati.
Nikmati dengan menghadiri undangan masyarakat untuk berkhutbah dan ceramah di atas mimbar, dihadapkan banyak orang. Bahkan, sebentar saja kita sudah mendunia. Tiap sebentar orang memberikan undangan, meminta kita ceramah.
Tapi apakah kondisi itu matang, punya kedalaman ilmu dan amal? Walahu'alam.Â
Sementara, ilmu kelapa ini punya maknet tersendiri. Kealimannya bertambah terus, karena tiap saat berkutat dengan kitab.
Tiap waktu dikelilingi murid, dan pada akhirnya itulah ulama yang banyak didatangi. Ulama yang kokoh dan kuat dengan keilmuan.
Kedalaman ilmu disertai banyak amal, taah beribadah. Banyak ilmu dan taat ibadah tidak pernah dia sampaikan kepada banyak orang, tetapi masyarakat sendiri yang menjadikan dia sebagai contoh yang baik.
Ahmad Yusuf Tuanku Sidi, adalah ulama yang matang di jemaah dan kepemimpinan. Dia dinilai mampu mengembalikan kejayaan Surau Pekuburan Lubuak Pua.
Surau yang pernah masyhur oleh kebesaran nama Tuanku Bagindo dulunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H