Selesai surau yang satu dengan segala dinamikanya, Tuanku Bagindo pun pindah ke surau yang lain. Terutama surau yang ada di VII Koto Sungai Sariak, merasakan lekat tangan Tuanku Bagindo ini dulunya.
Masyarakat tentu saling memberitahu soal demikian. Menceritakan, dan cerita tentang peran Tuanku Bagindo yang menyelesaikan pembangunan surau itu menyebar luas.
Sehingga tak sedikit anggota masyarakat yang pandai kaji tukang bangunan, dari mengaji dengan Tuanku Bagindo Lubuak Pua ini. Ya ilmu tukang, adalah ilmu lahir dan batin.
Ada hari yang elok untuk memulai pembangunan, dan ada pula hari yang ada larangan tidak boleh memulai pembangunan.
Nah itu kaji dan ilmu yang diajarkan Tuanku Bagindo kepada masyarakat yang mau bertukang. Siang langsung praktek dengan mengerjakan pembangunan surau, malamnya mengaji ilmu tukang itu sendiri.
Yang kedua nilai-nilai yang ditingkatkan Tuanku Bagindo Lubuak Pua, adalah Irigasi Ujuang Gunuang. Semua orang tahu sejarah mula adanya irigasi ini.
Irigasi yang mengairi ratusan hektar sawah sejak dari Ujuang Gunuang, Sungai Sariak hingga ke Balah Aie. Irigasi ini beberapa kali mengalami jatuh bangun.
Tapi, awal mula irigasi ini ada adalah ketokohan Tuanku Bagindo. Dia yang mengajak masyarakat untuk bergoro membangun aliran air untuk kehidupan masyarakat lebih luas lagi.
Semuanya masyarakat di sepanjang aliran irigasi itu terhipnotis untuk ikut goro. Laki-laki bekerja, yang perempuan membawa makanan. Lama rentang waktu goro itu, yang pada akhirnya masyarakat Balah Aie bisa teratur turun ke sawah.
Dari dua nilai-nilai dari Tuanku Bagindo Lubuak Pua ini, setidaknya beliau telah mengajarkan kepada umat, pentingnya kebersamaan, pentingnya nilai gotong royong yang akan menyelesaikan pembangunan yang terbengkalai.
Ahmad Yusuf yang sempat diamanahi oleh Khalifah Tuanku Bagindo ini untuk menjalankan fungsi kekhalifahan, tampak sekali mengambil nilai-nilai keramatnya Tuanku Bagindo Lubuak Pua ini.