"Di sini kalian pantau, tapi di kampung kalian sudah garing," celoteh Buya dalam mengaji, yang tentunya tamsilannya sangat dalam.
Artinya, alumni Madrasatul 'Ulum ketika tiba di Surau Lubuk Pandan dia tetap pantau. Ya, laksana pantau, seekor ikan kecil yang banyak kita temui di sawah.
Tapi kalau di kampung sudah ikan garing. Ya, ikan besar yang jadi favorit oleh banyak orang.
Artinya, di kampung yang alumni itu banyak orang menyapa dia dengan tuanku. Tapi di Lubuk Pandan dia tetap sianu. Buya tetap saja memanggilnya dengan menyebut nama dia.
Afredison yang pernah jadi majlis guru di Madrasatul 'Ulum ini merasakan keunikan Surau Lubuk Pandan itu dengan surau lain.
Yang kentara itu keunikan Lubuk Pandan, adalah perkara pemberian gelar tuanku ke santri yang sudah tamat kelas tujuh.
Disebut unik, Buya mentradisikan tidak ada pemberian gelar tuanku ke santrinya. Tapi alumni Madrasatul 'Ulum banyak juga yang jadi tuanku.
Yang memberikan gelar tuanku sepenuhnya keluarga santri itu sendiri. Apapun gelarnya, itu sepenuhnya dari kampung santri terkait.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H