Seketika begitu kecewa saat itu, sedih sesedih - sedihnya. Patah sepatah - patahnya. Membawa kabar kecewa ini kepada Ibu saya. Beliau tidak mempermasalahkan, bahkan menguatkan saya. Beliau paham bagaimana hancur dan patahnya saya.Â
Terdiam sejenak dalam kamar. Saya bingung saat itu, saya tidak tahu harus bagaimana. Belum mempersiapkan mental penolakan dan kegagalan. Mental saya begitu ringkih.
Ba'da Ashar, saya keluar dari kamar, terpikir untuk menghilangkan segala rasa yang ada, saya memutuskan untuk pergi menuju toko buku bekas di Palasari, Bandung.Â
Semoga saja, dengan melihat dan memilah buku mana di Palasari yang akan saya beli, cukup sementara menghentikan rasa kecewa dan patahnya akan kabar pagi yang saya peroleh.Â
Saya berjalan kaki menuju toko buku bekas Palasari, sejarak kurang lebih 9 kilometer dan tertempuhi jalan kaki selama kurang lebih 1 jam 20 menit . Tepat tiba disana sore hari menjelang senja.Â
Beberapa buku saya pilah dan beli lalu masuk ke tas saya. Saya lupa buku apa yang saat itu akhirnya saya beli. Kembali saya pulang menuju rumah, saat adzan maghrib saya sempatkan untuk sholat di Masjid Raya Bandung. Â
Manusia memang begitu lemah, tak berdaya apa. Saya berupaya terus untuk berserah meski tak mudah. Berupaya menjalani hari - hari dengan pengupayaan diri menerima ketentuan-Nya.
Mengunjungimu, dalam kenangan menyesakkan namun penuh kerinduan.
Seperjalanan waktu, saya berupaya memahami kebermakanaan kehidupan dan diri. Makna mimpi, makna harap dan makna ketidak berdayaannya saya, sebagai manusia. Baik menurut saya, belum tentu baik dan penuh keselamatan untuk saya (dunia dan akhirat). Ada yang jauh lebih mengetahui, Allah jauh lebih berhak dan mengetahui yang terbaik untuk saya.
Kebermaknaan diri saya sekiranya bukan melekat pada suatu kota atau profesi (khusus) apa. Dalam perenungan demi perenungan, saya berharap supaya dapat menjadi bagian diri sendiri yang penuh arti, khususnya makmur akan diri saya sendiri, saya harus sehat, sentiasa bersyukur dan bahagia.Â
Supaya sayapun dapat berperan memberikan makna kepada keluarga, masyarakat dan alam sekitar. Saya masih berproses untuk  berupaya terus belajar memaknai sisi - sisi kehidupan. Penolakan dan kekecewaaan akan impian, semoga menjadi bagian proses pemahaman kebermaknaan kehidupan kedepan yang lebih baik.
Delapan tahun terakhir ini, atau tepat juga delapan tahun setelah penolakan akan impian itu, saya sering berkunjung ke Yogyakarta. Berkunjung untuk keperluan pekerjaan dan ataupun khusus memang niat berlibur dengan keluarga. Saat berkunjung ke Yogyakarta, kami siapkan waktu yang tidak sebentar, biasanya lebih dari 3 hari. Suami saya cukup memahami bahwa saya memang sempat menginginkan bertumbuh di kota ini.Â