Yogyakarta masih penuh rindu dan candu meski sempat terpatahkan.
Mengapa Yogyakarta begitu menghadirkan rindu dan candu ?
Kota yang penuh dengan rasa rindu dan candu bagi saya, Yogyakarta. Kota impian saya, saat saya masih sekolah dasar adalah kelak dapat bertumbuh, kemudian banyak beraktivitas saat saya dewasa, berada di kota Yogyakarta. Nama besar sebuah Universitas negeri di sana begitu memikat penuh sihir membawa harapan dan impian untuk kemudian memutuskan memiliki cita melanjutkan jenjang pendidikan di sana. Saat itu saya masih sekolah dasar, kelas 3 SD tepatnya. Universitas Gadjah Mada, masuk pada daftar cita impian saya.
Saya belum pernah berkunjung khusus ke kota Yogyakarta saat saya memasukkan kota ini kedalam daftar mimpi masa depan saya. Kemudian enam tahun berikutnya barulah saya berkesempatan ke kota Yogyakarta.Â
Saat itu kelas 3 SMP. Dari sekolahan, memiliki agenda rutin untuk siswa kelas 3 SMP mengadakan acara kebersamaan ke luar kota. Disanalah pertama kalinya saya menginjakkan kaki pada tanah kota Yogyakarta. Menghirup udara Yogyakarta pertama kalinya secara langsung. Menarik nafas dalam - dalam teriring penuh doa dan harap mimpi saya dapat terwujudkan.
Kisah cinta pertama saat berada di Yogyakarta, semakin membuat candu.
Saat itu juga (mungkin) cinta pertama saya dimulai. Seorang laki - laki yang masih satu kelas dengan saya, menyatakan perasaannya. Ingat sekali saya kejadian itu. Kemudian saya tidak menjawab ungkapan perasaannya, sebab saya juga tidak mengetahui harus merespon seperti apa. Kalau senang, ya saya senang.Â
Sebab ia memang menyenangkan, lucu dan menghibur sekali, tak kalah juga ia manis dan tatapan matanya bagi saya cukup meneduhkan (astaga, anak SMP sudah terpikir tatapan mata yang meneduhkan). Bertepatan memang saya menyukai tipe laki - laki yang manis, sorot mata yang tak biasa (ini agak sulit saya detailkan ya,) dan juga penggemar laki - laki dekil. Ha ha ha!
Saya diajak mengelilingi kota Yogyakarta, naik becak! Namun, apakah sebenarnya ia adalah cinta pertama saya? Ya, sepertinya demikian. Meski saya tidak merespon kembali dengan lugas dan jelas ungkapan perasaannya, sebab saya sangat khawatir jika saya respon kemudian akan ada sebutan pacaran dan  jadian. Ini horror sekali bagi saya saat itu. Kejadian cinta monyet (katanya) saat itu semakin menambah daftar kenangan saya di Yogyakarta. Pertama kalinya ke Yogyakarta dan pertama kalinya juga ada laki - laki yang mengungkapkan perasaannya langsung di Yogyakarta.
Entah bagaimana, setiba di Bandung, angin kota Yogyakarta yang sempat saya hirup, masih menyisakan aroma khas yang sayapun tidak dapat mendeskripsikannya. Aroma kerinduan, ingin kembali ke sana. Bahkan semakin memperkuat impian saya untuk bertumbuh dewasa di sana. Memang Yogyakarta begitu istimewa, penuh rindu dan candu. Menyebalkan sekali!
Perjuangan awal menujumu, Yogyakarta.
Berupaya terus untuk mengikuti pelajaran demi pelajaran di Sekolah, fokus terus meraih sebaik mungkin prestasi supaya tidak mengecewakan kedua orang tua. Berlanjut mulai mengerucut akan tujuan cita kedepan, berharap dapat melanjutkan jenjang pendidikan di UGM. Kemudian mulai memikirkan penjurusan apa yang sekiranya pas untuk saya.Â
Sebab informasi yang saya ketahui dari kakak saya, kalau kita sudah punya cita masa depan ke sebuah perguruan tinggi, sambil berjalan mulai memikirkan penjurusannya, supaya tidak bingung saat sudah lulus SMA.
Mulai terpikir saat itu, penjurusan Teknik Sipil. Sempat terpikir Arsitektur. Namun saya merasa memiliki kelemahan, saya kurang jeli dan teliti dalam berimajinasi sebuah ruang.Â
Selain itu kondisi mata yang silindris, menjadikan saya kurang awas dalam membuat sebuah garis, dan membaca garis - garis. Kaca mata tak cukup menyamankan untuk membantu. Sehingga saya putuskan untuk berfokus kepada penjurusan Teknik Sipil. Mulailah perjuangan demi perjuangan.
Saya ingat, nama Universitas Gadjah Mada itu selalu berulang kali saya tulis dalam buku diary. Sebab memang sangat memimpikan sekali belajar di sana. Pelajaran Matematika dan Fisika mulai  menjadi  fokus saya, sebab 2 mata pelajaran tersebut sangat berpengaruh untuk menuju cita, dan tentu menuju kota impian saya.
Tibalah saat selesai kelas 3 SMA, ketentuan Allah saat itu membuat impian saya belum dapat saya upayakan penuh hingga titik akhir. Kedua orang tua saya belum mengijinkan saya untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke luar kota Bandung, tempat saya bertinggal.Â
Karena, (almarhum) Ayah saya pada saat itu sudah 3 bulan dalam kondisi sakit yang cukup membuat beliau begitu lemah dan hanya bisa berada diatas tempat tidur saja.Â
Hanya ada saya dan Ibu saya di rumah, sehingga besar harapan mereka, saya tidak melanjutkan jenjang pendidikan ke luar kota Bandung. Baiklah, tidak masalah bagi saya. Sebab adapun saya menuju impian, tujuan sayapun adalah untuk membahagiakan kedua orang tua saya.
Masih tentang proses berjuang untuk menjadi bagian penikmat angkringan, Yogyakarta.
Beberapa test masuk perguruan tinggi negeri saya ikuti, juga termasuk program penyaluran minat bakat dan kemampuan, yaitu program yang berdasarkan dari nilai raport.Â
Beberapa pengumuman demi pengumuman kelulusan akan hasil test mulai diumumkan, pada saat itu untuk program PMDK, saya mendapatkan kesempatan belajar di IPB Bogor. Sayapun harus melepaskan kesempatan tersebut, dikarenakan berada di luar kota Bandung.Â
Selanjutnya untuk program SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasisawa Baru) saya mengikuti test tersebut dengan pilihan pertama  ITB dan pilihan kedua UNPAD.Â
Sayang sekali, untuk pilihan pertama saya gagal. Cukup sedih ya, ha ha ha! Dan untuk pilihan kedua, saya lolos, hanya saja saya tetap tidak ambil kesempatan tersebut, karena lagi dan lagi berada di Jatinangor, saya harus kost dan tentu meninggalkan Bandung. Sehingga saya tidak ambil kesempatan tersebut.
Selain PMDK dan SPMB, saya mengikuti juga test ke Politeknik Negeri Bandung (D3- POLBAN). Jurusan utama yang saat itu saya pilih adalah Teknik Sipil dengan program studi Konstruksi Gedung. Atas ijin Allah dan kasih sayang-Nya, saya lolos dalam test tersebut.Â
Pada akhir semster pertama saya, pada saat itu ayah saya meninggal dunia. Sepeninggal ayah saya, keseharian saya hanya berdua dengan Ibu. Karena, kakak - kakak saya berada di luar kota Bandung. Tiga tahun berlalu, saya belajar di Kampus Politeknik Negeri Bandung, dan lulus tepat waktu.Â
Impian untuk menuju kota istimewa Yogyakarta, yang penuh rindu dan candu masih terus melekat bahkan bertambah memikat. Semester Enam, saya mengajukan permohonan kepada Ibu, apakah saya diberikan ijin unutk melanjutkan jenjang pendidikan Strata satu di Universitas Gadjah Mada, impian yang sempat tertunda. Kemudian Ibu saya mengijinkan dan mendukung penuh untuk saya menuju mimpi saya bertumbuh di kota Yogyakarta.
Kabar penolakan akan impian dan harapan.
Seusainya saya melakukan sidang Tugas Akhir, keesokan harinya saya berkemas untuk menuju kota Yogyakarta. Saya berangkat sendiri dari Bandung. Total jumlah teman - teman saya yang mengikuti test ekstensi S1 sejumlah 12 orang. Saya dan teman - teman mempersiapan untuk test Ekstensi S1 selama 4 hari 3 malam.Â
Kami diberikan tempat tinggal tanpa harus membayar di rumah salah satu teman kami yang berasal dari Yogyakarta. Tiga malam berlangsung kami belajar mengkaji soal - soal untuk test ekstensi S1.Â
Soal - soal yang kami pelajari berasal dari kakak tingkat kami sebelumnya. Saya menjadi pengajar dadakan dalam tiga malam tersebut, khusus untuk hal terkait Matematika dasar dan Fisika dasar.
Hari H yang ditunggupun tiba. Test Ekstensi S1 di Unversitas Gadja Mada, Yogyakarta. Kota penuh rindu dan candu versi saya. Akhirnya, saya dapat menindaklanjuti impian yang sempat tertunda. Satu hari berlangsung test tersebut, lega rasanya telah mengikuti test yang sempat membuat saya cukup berdebar. Selesai juga proses demi proses, dan kami kembali pulang ke Bandung menggunakan kereta api, berama - ramai.
Pengumuman hasil test akan disampaikan oleh pihak Universitas, dalam waktu dua minggu. Saya menunggu hasil pengumuman penuh dengan rasa cemas, entah begitu berharapnya saya ketika itu. Mungkin sebab memang impian dari kecil.Â
Saat yang dinantipun tiba, terdengar informasi sayup - sayup angin dari dosen, bahwa ada satu mahasiswa yang tidak lolos. Namun belum ada yang mendapati informasi resminya akan pengumuman tersebut.Â
Sayapun penasaran, saya langsung menelepon ke bagian administrasi Jurusan Teknik Sipil UGM, menanyakan hasil test. Benar adanya, ada satu mahasiswa D3 Polban yang tidak lolos, yaitu saya!
Sayapun mengabarkan kepada dosen - dosen, ketua jurusan, ketua program studi Teknik Sipil POLBAN, bahwa benar ada satu mahasiswa yang tidak lulus, dan itu adalah saya. Â
Mereka sempat tidak mempercayai kabar tersebut, sebab mereka juga menaruh harap keseluruhan mahasiswa lulus, dan mereka berangggapan saya cukup mampu untuk lulus.
Dalam rasa gairah penuh rindu dan candu, saat itu juga saya terpatahkan olehmu, Yogyakarta.
Seketika begitu kecewa saat itu, sedih sesedih - sedihnya. Patah sepatah - patahnya. Membawa kabar kecewa ini kepada Ibu saya. Beliau tidak mempermasalahkan, bahkan menguatkan saya. Beliau paham bagaimana hancur dan patahnya saya.Â
Terdiam sejenak dalam kamar. Saya bingung saat itu, saya tidak tahu harus bagaimana. Belum mempersiapkan mental penolakan dan kegagalan. Mental saya begitu ringkih.
Ba'da Ashar, saya keluar dari kamar, terpikir untuk menghilangkan segala rasa yang ada, saya memutuskan untuk pergi menuju toko buku bekas di Palasari, Bandung.Â
Semoga saja, dengan melihat dan memilah buku mana di Palasari yang akan saya beli, cukup sementara menghentikan rasa kecewa dan patahnya akan kabar pagi yang saya peroleh.Â
Saya berjalan kaki menuju toko buku bekas Palasari, sejarak kurang lebih 9 kilometer dan tertempuhi jalan kaki selama kurang lebih 1 jam 20 menit . Tepat tiba disana sore hari menjelang senja.Â
Beberapa buku saya pilah dan beli lalu masuk ke tas saya. Saya lupa buku apa yang saat itu akhirnya saya beli. Kembali saya pulang menuju rumah, saat adzan maghrib saya sempatkan untuk sholat di Masjid Raya Bandung. Â
Manusia memang begitu lemah, tak berdaya apa. Saya berupaya terus untuk berserah meski tak mudah. Berupaya menjalani hari - hari dengan pengupayaan diri menerima ketentuan-Nya.
Mengunjungimu, dalam kenangan menyesakkan namun penuh kerinduan.
Seperjalanan waktu, saya berupaya memahami kebermakanaan kehidupan dan diri. Makna mimpi, makna harap dan makna ketidak berdayaannya saya, sebagai manusia. Baik menurut saya, belum tentu baik dan penuh keselamatan untuk saya (dunia dan akhirat). Ada yang jauh lebih mengetahui, Allah jauh lebih berhak dan mengetahui yang terbaik untuk saya.
Kebermaknaan diri saya sekiranya bukan melekat pada suatu kota atau profesi (khusus) apa. Dalam perenungan demi perenungan, saya berharap supaya dapat menjadi bagian diri sendiri yang penuh arti, khususnya makmur akan diri saya sendiri, saya harus sehat, sentiasa bersyukur dan bahagia.Â
Supaya sayapun dapat berperan memberikan makna kepada keluarga, masyarakat dan alam sekitar. Saya masih berproses untuk  berupaya terus belajar memaknai sisi - sisi kehidupan. Penolakan dan kekecewaaan akan impian, semoga menjadi bagian proses pemahaman kebermaknaan kehidupan kedepan yang lebih baik.
Delapan tahun terakhir ini, atau tepat juga delapan tahun setelah penolakan akan impian itu, saya sering berkunjung ke Yogyakarta. Berkunjung untuk keperluan pekerjaan dan ataupun khusus memang niat berlibur dengan keluarga. Saat berkunjung ke Yogyakarta, kami siapkan waktu yang tidak sebentar, biasanya lebih dari 3 hari. Suami saya cukup memahami bahwa saya memang sempat menginginkan bertumbuh di kota ini.Â
Jadi ia sengaja mempersilakan dan memberikan waktu tenang kepada saya untuk bisa sekedar merelaksasikan yang sekiranya membuat kondisi mood saya menjadi lebih baik , lebih tenang dengan berkunjung ke Yogyakarta.
Bersyukur atas apa yang diberikan-Nya. meski hadir ke kota ini bukan dalam proses bertumbuh dan belajar. Hanya sekedar berkunjung beberapa hari dan berlibur.Â
Tidak mengapa, sudah begitu luar biasa bahagia. Kenangan menyesakkan akan penolakan terhadap impian, tidak pernah terhapuskan, atau terlupakan. Saya menerima hal itu menjadi sebuah kenyataan dan tetap menjadi kenangan. Yogyakarta memang istimewa, masih tetap bergairah, penuh rindu dan candu.
Galeri Foto saat berlibur di Yogyakarta.
Beberapa hasil gambar atau foto di Yogyakarta, dapat juga akses pada link berikut  Galeri Foto Yogyakarta.
Anda dapat juga membaca cerita saya ini pada link berikut di sini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H