Akhirnya hari itu tiba. Aku berhasil. Tentu dengan bantuan seseorang. Seseorang yang menyadarkanku bahwa tidak semua perasaan harus diperjuangkan sebegitunya. Kamu sudah bukan lagi tokoh utama dalam ceritaku. Kamu memang tak terlupakan, tapi sekarang tentangmu tidak lebih dari salah satu cerita yang memiliki akhir kutinggalkan. Kubiarkan mengendap, kemudian perlahan menguap. Kamu sudah tergantikan.
Tapi hari ini kamu kembali. Raga yang pernah kuharapkan wujudnya akhirnya ada. Wajahmu masih menawan seperti yang terlihat terakhir kali. Senyummu masih menenangkan seperti yang tersimpan dalam ingatan. Kamu tidak berubah sama sekali. Tapi saat kamu memanggil namaku, bukan lagi senang yang kurasakan. Aku merasa bahwa pertemuan seperti ini tidak seharusnya terjadi. kamu seharusnya tidak kembali.
"kenapa kamu kembali?" aku langsung bertanya tanpa menjawab sapaannya.
"Ra, kamu nggak seneng aku kembali?" tanyanya balik.
"kenapa, kenapa baru sekarang?"
"banyak urusan yang harus aku selesaikan, Ra. Biar aku bisa kembali kesini"
"kamu nggak seharusnya disini. kamu seharusnya nggak usah menemuiku lagi"
"kenapa, Ra? Bukannya selama ini kamu nunggu aku?"
"dulu. Sekarang sudah tidak lagi. Maka dari itu, seharusnya kamu tidak kembali. Aku sudah bukan Ra-mu yang dulu lagi."
"Ra?"
Akhirnya aku meninggalkannya. Bukannya aku takut luluh, hanya saja aku belum siap bertemu dengan orang yang sudah coba kulupakan.