Menurut Aiptu Lipur, selaku wakapolsek saat itu, tidak ada pasal dalam Ketentuan Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dapat dipergunakan untuk menjeratnya.
"Keduanya sudah sama-sama dewasa dan menghendaki pernikahan." kata Lipur.
Trinduta merasa tidak berpuas hati, mengetahui laporannya ditolak oleh pihak kepolisian. Ia pun bergegas mendatangi kantor urusan agama, untuk meminta kepada kepala KUA untuk membatalkan rencana pernikahan.
Adapun yang menjadi alasannya. karena Trinduta sebagai bapak tidak setuju dan hanya dirinya yang berhak menjadi wali dalam pernikahan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Aris dan keluarganya. Sebelumnya ia menyampaikan niatnya untuk hidup berumahtangga kepada orang tuanya, dan meminta segera dilakukan komunikasi dengan pihak keluarga colon isterinya.
Sunadi, umur 52 tahun, tetangganya, mengetahui keduanya serius, berinisiatif menemui kedua orangtua Sulestiani dan menyampaikan rencana pernikahan, naming ditolaknya.
"Tidak mau, orang tuanya tidak setuju jika terjadi pernikahan di antara keduanya," kata Sunadi kepada Aris dan kedua orang tuanya.
Beberapa hari kemudian, Aris meminta Kepada Djumahar, seorang modin atau penghulu nikah dari lingkungan setempat agar menyampaikan hal yang sama. Ia datang bersama pegawai pencatat nikah dari KUA.
Hasil komunikasi, mereka tetap kukuh pada pendiriannya, meski telah mendapatkan penjelasan panjang lebar tentang perkawinan menurut ajaran Islam.
"Sudah diberitahukan dalil tentang pernikahan menurut agama yang di imaninya, tapi dia tidak mau tahu " Atos/Keras !," kata Djunahar.
Dalam penjelasanya, perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.