Tidak ada pilihan lain, jika tekad untuk menikah memang kuat, yang harus dilakukan adalah memohon rekomendasi menikah ke Pengadilan Agama Banyuwangi,"Kami akan siapkan pengantarnya, dan saya akan nikahkan, jika suratnya sudah ada," jelasnya.
"Dia mendatangi saya mas, dan mengancam akan membawa persoalan ini ke meja hijau, jika saya berani menikahkan sampean," kata Achmad lagi.
Sekali melangkah, selangkah berpatang surut. Begitulah tekad keduanya dan  melangkahkan mereka kemudian menuju Pengadilan untuk mendapatkan surat rekomendasi menikah sebagaimana yang dimaksudkan.
Setelah melewati Tujuh kali persidangan selama kurang lebih tiga bulan prosesnya, Surat relomendasi diterbitkan oleh pihak pengadilan.
Melelahkan !, untuk bisa menjadi pasangan suami isteri yang sah menurut hukum Nerada dan hukum agama, harus terlebih dahulu melewati perjuangan yang menguras tenaga, fikiran dan finansial.
Barang kali benar, bahwa pernikahan itu mulia dan agung dan bukan perkara yang emyeh -emyeh (Sepele). Mereka yang terikat dalam sebuah perkawinan akan timbul hak dan kuwajiban.
Menurut ajaran islam, pernikahan bukan sembarang perjanjian, tapi merupakan "Perjanjian Agung", perjanjian yang dalam bahasa Alquran disejajarkan dengan mitsaqan ghalidza.
Tidak ubahnya perjanjian antara Allah dengan para Rasul yang berpredikat Ulul Azmi dan mitsaqan ghalidza antara Allah dengan Bani Israil yang dalam Alquran diceritakan bahwa dalam melakukan perjanjian ini sampai-sampai Allah angkat Gunung Thursina di atas kepala Bani Israel.
Dengan menyebut pernikahan sebagai mitsaqan ghalidza, artinya pernikahan bukan perjanjian yang biasa. Mendasar dalil tersebut, seseorang yang sudah terikat dalam sebuah pernikahan tak bisa main cerai seenaknya saja, dan tidak semestinya menjadikan pernikahan sebagai "barang mainan", yang seenaknya bisa dilempar, dibuang, dipecahkan atau bahkan dirusak.
Hal ini diperkuat dengan firman Tuhan dan sabda Rasullullah yang mengatakan bahwa perbuatan yang dibolehkan tapi paling dibenci Allah adalah perceraian.
Posisi pernikahan dalam Islam berbeda dengan perkawinan dalam Katolik maupun Kristen, yang dalam teologinya perkawinan itu bersifat abadi hingga maut menjemput.