Mohon tunggu...
tsalis fitria
tsalis fitria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UNISNU Sabtu-Ahad, Rakyat Korea Senin-Jum'at

Hobi saya adalah membaca dan menulis, kemudian sekarang saya tengah menempuh jenjang sarjana di sebuah kampus swasta dengan kuliah akhir pekan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dalam Melawan Gerakan Intoleransi di Indonesia

5 Januari 2023   20:37 Diperbarui: 6 Januari 2023   20:13 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PENERAPAN NILAI-NILAI PANCASILA DALAM MELAWAN GERAKAN INTOLERANSI DI INDONESIA

Nama : Aini Salisul Fitria . NIM : 221410000797. Prodi Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhsiyyah) . Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara.

Dosen Pengampu : Dr. Wahidullah, S.H.I., M.H . Mata Kuliah Ujian : Pancasila.

Dalam kehidupan sehari-hari nilai-nilai pancasila senantiasa membersamai masyarakat dalam segala aspek kehidupan sosial maupun pribadi, terutama dalam sikap toleransi dan tenggang rasa antar sesama manusia. 

Namun, seiring berjalannya waktu sikap toleransi di Indonesia semakin luntur akibat globalisasi dan perubahan zaman, akibatnya, sikap intoleransi atau kesenjangan antar sosial pun semakin merebak dan tak dapat dihindari. 

Indonesia Sendiri pun memiliki semboyan yang sudah tidak asing lagi yakni Bhinneka Tunggal Ika yang memiliki arti berbeda- beda tetapi tetap satu Jua, Sebagai negara yang terdiri dari puluhan ribu pulau serta beragam Ras, Suku, Agama, Bahasa dan Budaya sudah sepatutnya bagi masyarakat Indonesia untuk saling menghargai dan menghormati sesama supaya bisa menekan sikap Intoleransi dalam berkehidupan.

Intoleransi merupakan antonim dari Toleransi, Toleran menurut Cohen (2004) adalah tindakan yang disengaja oleh aktor dengan berprinsip menahan diri dari campur tangan (menentang) perilaku mereka dalam situasi keragaman, sekalipun aktor percaya dia memiliki kekuatan untuk mengganggu (Cohen 2004, hal.69). 

Sedangkan Intoleransi menurut KBBI adalah Ketiadaan tenggang rasa. Adapun menurut Hunsberger (1995), Intoleran adalah tindakan negatif yang dilatari oleh simplifikasi-palsu, atau "prasangka yang berlebihan" (over generalized beliefs). 

Prasangka semacam ini memiliki tiga komponen; 1) Komponen Kognitif mencakup stereotip terhadap "kelompok luar yang direndahkan"; 2) Komponen Afektif yang berwujud sikap muak atau tidak suka yang mendalam terhadap kelompok luar; dan 3) Komponen tindakan negatif terhadap anggota kelompok luar, baik secara inter personal maupun dalam hal kebijakan politik-sosial ( Hunsberger's, 1995:113-29).

Adapun di antara contoh sikap Intoleransi yaitu : (1) Tidak menghargai dan menghormati hak orang lain. (2) Diskriminasi atau membeda-bedakan orang berdasarkan suku, Agama, ras, gender, budaya dan lain-lain. (3) Mengganggu kebebasan orang lain baik dalam memilih agama, keyakinan, politik, dan memilih kelompok. (4) Memaksakan kehendak pada orang lain. (5) Membenci dan Menyakiti perasaan orang yang berbeda pandangan ataupun pendapat. (6) Hal-hal yang bersifat merugikan bagi orang lain.

Untuk menyikapi hal-hal tersebut, pancasila memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini, karena sikap toleransi sendiri sudah mencerminkan kesemua nilai yang terkandung didalamnya, yang pertama berketuhanan Yang Maha Esa, masyarakat yang mengamalkan sila ini sudah pasti ketika ia akan melakukan suatu perbuatan ataupun ucapan yang sekiranya menyakiti pihak lain atau tidak menghormati pihak lain ia akan meredam hal itu karena tahu bahwa tuhannya selalu mengawasinya, karena ia tahu bahwa tuhan sendiri pun menciptakan manusia dengan keberagamannya supaya saling mengenal dan berbuat baik tidak untuk saling menyakiti dan memusuhi antara satu dengan yang lainnya.

Seperti Firman Allah SWT pada surah Al Hujurat ayat ke 13 yang memiliki arti sebagai berikut : "Wahai manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. kemudian kami menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu disisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha teliti.".  

Salah satu contoh dari sikap intoleransi terhadap sesama individu adalah tindak kejahatan pembunuhan dan juga terorisme. Menurut Badan Pusat Statistik  (BPS) jumlah kasus pembunuhan di Indonesia pada tahun 2018 tercatat 1024 kasus kejahatan pembunuhan, pada tahun 2019 terjadi penurunan yakni 964 kasus, dan pada tahun 2020 terjadi 898 kasus pembunuhan. meskipun terjadi penurunan namun jumlah angka tersebut masih tergolong tinggi. 

Adapun presentase kematian akibat terorisme di Indonesia hampir keseluruhan sejak tahun 2000 sampai 2017 menurut BPS <0,01 % , kecuali pada tahun 2007, 2008 dan 2010 0,0 % kasus (yang artinya tidak ada kasus kematian akibat terorisme). dan juga kecuali tahun 2002 tercatat 0,02 % kasus kematian akibat terorisme, hal ini dikarenakan kasus Bom Bali yang telah menyebabkan 203 orang meninggal dunia dan 209 orang luka-luka atau cedera. 

Para pelaku terorisme memiliki ideologi radikal yang cenderung tidak toleran terhadap ke berbedaan, menentang Hetergonitas dan anti ke bhinekaan. Radikalisme tadi diwujudkan dengan melakukan pengrusakan, penistaan, pengkafiran dan pembakaran terhadap fasilitas, benda, orang maupun sarana prasarana  yang dianggap berbeda dan bertentangan dengan keyakinannya.

Aksi terorisme pun juga terjadi kembali di Surabaya, insiden bom itu terjadi di tiga tempat di Surabaya, Jawa timur. Di antaranya ledakan terjadi di Gereja katolik Santa Maria Tak Bercela, Jalan Ngagel Madya Nomor 1 Kelurahan Baratajaya, Kecamatan Gubeng, Surabaya. Korban meninggal dinyatakan ada 2 orang. (TribunNews, 13 Mei 2018).

Contoh yang lain dari tindakan intoleransi yang terjadi adalah Pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia, menurut Setara Institute :( 2020 ) terjadi 422 Pelanggaran. 54,4 % di antaranya dilakukan oleh Aktor negara, yakni sebanyak 238 pelanggaran, dan 43,6 % di lakukan oleh Aktor non Negara yakni sebanyak 184 pelanggaran. hal ini menunjukkan bahwa sikap tenggang rasa antar umat beragama masih minim.

Adapun 7 tindakan pelanggaran KBB terbanyak menurut Setara Institute : (2020) adalah sebagai berikut :

1.) Intoleransi 62 kasus. 2.) Laporkan penodaan agama 32 kasus. 3.) tolak tempat ibadah 17 kasus. 4.) Larang aktivitas ibadah 8 kasus. 5.) Perusakan tempat ibadah 6 kasus. 6.) Kekerasan 5 kasus. 7.) Tolak kegiatan keagamaan 5 kasus.

Sedangkan 6 wilayah dengan peristiwa pelanggaran KBB tertinggi menurut Setara Institute : 2020 adalah :

1.) Jawa Barat, terjadi 39 Pelanggaran. 2.) Jawa Timur, terjadi 23 Pelanggaran. 3.) Aceh, terjadi 18 kasus pelanggaran. 4.) DKI Jakarta, terjadi 13 kasus pelanggaran. 5.) Jawa Tengah, terjadi 12 pelanggaran. 6.) Sumatera Utara, dengan 9 pelanggaran.

Survei yang di lakukan oleh setara institute pada tahun 2018 menempatkan DKI Jakarta di posisi ke tiga kota paling intoleran. DKI Jakarta memiliki  skor buruk di antara 94 kota lainnya di Indonesia yang di survei, ada empat variabel yang di ukur yakni Regulasi Pemerintah Kota, Tindakan Pemerintah Regulasi Sosial, dan Demografi Agama. Termasuk dalam variabel pertama adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan Kebijakan yang diskriminatif.

Banyak Faktor yang menyebabkan tindakan kekerasan agama di antaranya adalah pemahaman agama yang bersifat ekstrinsik atau memanfaatkan agama sebagai alat untuk mencapai tujuan yang bukan tujuan dari agama itu sendiri, melainkan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu untuk mencapai kedudukan sosial dan kekuasaan di masyarakat. 

Bukan hanya itu pemahaman terhadap ke Bhinnekaan yang terangkai dalam sila-sila Pancasila menurun, untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai tersebut diperlukan pemahaman melalui pendidikan dari tingkat pendidikan dasar hingga pada tingkat pendidikan tinggi (Kaelan 2014).

Toleransi beragama memiliki arti sikap lapang dada seseorang untuk menghormati dan membiarkan pemeluk agama untuk melaksanakan ibadahnya menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang diyakini tanpa ada mengganggu atau memaksakan, baik dari orang lain maupun dari keluarga. Toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama berpangkal dari penghayatan ajaran masing-masing.

Menurut Said Agil Al-Munawwar, ada dua macam toleransi, yaitu Toleransi Statis dan Toleransi Dinamis. Toleransi Statis adalah toleransi dingin tidak melahirkan kerja sama hanya bersifat teoritis. Toleransi Dinamis adalah toleransi aktif melahirkan kerja sama untuk tujuan bersama sehingga kerukunan antar umat beragama bukan dalam bentuk teoritis, melainkan sebagai refleksi dari kebersamaaan umat beragama sebagai suatu bangsa. (Ali, 1989 : 83).

Adapun kebebasan beragama sendiri sudah tercantum dalam konstitusi negara Indonesia kita ini, yakni pada pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 ("UUD 1945") : "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarga negaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali".

Kemudian, berdasarkan nilai Pancasila yang kedua yakni kemanusiaan yang adil dan beradab, kita sebagai sesama manusia tentunya harus memiliki sikap keadilan dan beradab pada yang lainnya, entah itu pada yang lebih tua maupun yang lebih muda, utamanya dalam menghadapi gerakan Intoleransi. 

Wujud dari intoleransi sudah pasti ke tidak adilan dan juga ke tidak beradaban terhadap sesama manusia, seperti contoh salah satu kasus di atas misalnya pembunuhan, ya, tentunya orang yang melakukan tindak kejahatan berupa pembunuhan ini di dalam hatinya sudah tidak ada kata adil, semua manusia berhak hidup di dunia ini dengan keberagamannya, ia pun juga termasuk telah melakukan satu hal yang telah di larang oleh tuhan yakni membunuh sesama manusia, pembunuhan sendiri merupakan dosa yang besar di mata tuhan, maka sudah pasti orang yang membunuh ini pun sudah tidak menghadirkan tuhan ke dalam kehidupannya sehari- hari.

Seperti Halnya Konflik Poso yang terjadi di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Konflik ini terjadi sejak 25 Desember 1998 hingga 20 Desember 2001. Peristiwa kerusuhan ini dimulai dari bentrokan kecil yang terjadi antar kelompok pemuda sebelum akhirnya menjalar menjadi kerusuhan bernuansa agama. Dari peristiwa ini, dirinci bahwa terdapat 577 korban tewas, 384 terluka, 7.932 Rumah hancur, dan 510 fasilitas umum terbakar. Kerusuhan ini kemudian berakhir pada 20 Desember 2001 dengan di tanda tanganinya Deklarasi Malino antara kedua belah pihak. (Kompas.com 30/07/2021)

Setidaknya, ketika terjadi konflik antara dua pihak atau lebih, seharusnya ketika seseorang menerapkan nilai sila yang kedua, konflik tersebut  bisa diselesaikan dengan cara yang lain tanpa adanya pertumpahan darah antara satu sama lainnya, dengan adanya keberadaban pada diri seorang manusia, tentunya ia akan menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku.

Seringkali kita dengan tidak sengaja menyakiti perasaan orang lain melalui apa yang kita perbuat, baik berupa ucapan yang bersifat candaan maupun perbuatan, pun dalam berkehidupan sosial, kita tidak bisa dengan se enaknya mengatakan hal buruk pada sesama, karena hal tersebut termasuk tindakan yang tidak beradab dan intoleransi, jadi ketika kita akan mengerjakan suatu hal usaahakan untuk memikirkannya terlebih dahulu sebelum menindak lanjutinya dengan perbuatan.

Adapun Sila yang ketiga yakni Persatuan Indonesia bisa tergapai sepenuhnya ketika semua masyarakat telah bisa menerima perbedaan dan ciri khas dari masing-masing dan saling bersikap toleransi. 

Sikap Intoleransi merupakan cikal bakal pupusnya harapan menuju Indonesia yang berdaulat adil dan makmur, jika sikap toleransi mampu menyatukan yang banyak menjadi satu, maka Intoleransi adalah kebalikannya, sebagai masyarakat Indonesia yang cinta damai, sudah seharusnya untuk saling mengingatkan dan membantu apabila yang lainnya melakukan hal-hal yang bisa memicu runtuhnya persatuan Indonesia. 

Dikutip dari buku Suplemen Buku Ajar Pendidikan Pancasila yang ditulis oleh Yulia Djahir, sila ke-4 dari Pancasila ini memiliki makna sebagai berikut : (1) Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. (2) Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. (3) Mengutamakan budaya bermusyawarah dalam mengambil keputusan bersama . (4) Bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan. 

Sikap Intoleransi pada diri seseorang sudah pasti lebih mementingkan kepentingan pribadi di atas kepentingan bersama, seseorang akan selalu memaksakan kehendaknya kepada orang lain supaya mau menerima apa yang ia pikirkan tanpa mempertimbangkan kesepakatan bersama . Sikap Intoleransi cenderung ke arah pemenuhan hak pribadi atas kelompok, dan sikap tersebut merupakan sikap yang tercela.

Bagi Rakyat Indonesia, Keadilan adalah hal yang sangat penting. Makna sila ke-5 dalam Pancasila adalah menegaskan bahwasanya keadilan sosial merupakan keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. keadilan sosial juga mengandung arti tercapainya keseimbangan antara kehidupan pribadi dan masyarakat. Kehidupan yang di maksud adalah kehidupan jasmani dan rohani, maka keadilan itu pun meliputi keadilan memenuhi tuntutan kehidupan rohani secara seimbang.

Sebagaimana sila ke lima, Sikap Intoleransi pun berbanding terbalik dengan nilai-nilai yang terkandung dalam sila tersebut, Intoleransi yang dilakukan oleh kelompok lebih berbahaya daripada oleh perseorangan, bahkan dapat memicu terjadinya konflik besar antar umat beragama maupun kelompok politik tertentu.

Akan tetapi ketika Intoleransi dilakukan oleh perseorangan, maka masih ada celah untuk membimbingnya ke jalan yang lebih baik, namun ketika seseorang tersebut telah melewati batas norma masyarakat biasanya akan diberi sanksi sosial dari masyarakat sekitar tempat tinggalnya.

Kita sebagai masyarakat Indonesia sudah sepatutnya melawan aksi Intoleransi yang dilakukan oleh sebagian kelompok yang memang sikapnya banyak merugikan masyarakat, seseorang maupun kelompok yang melakukan tindakan Intoleransi sudah pasti tidak mengamalkan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam Pancasila. 

Dalam ketuhanan, mereka saja sudah berani melanggar aturan tuhan yakni menyakiti sesama, dalam kemanusiaan pun sikap mereka semakin jelas, tidak memiliki empati terhadap sesama, sehingga untuk mewujudkan sila yang ketiga yakni persatuan Indonesia akan lebih sulit, begitu juga pada sila ke empat dan kelima, sudah sepantasnya kita sebagai masyarakat Indonesia harus melawan siapa pun yang mencoba memutus rantai persatuan di tanah air dan juga siapa pun yang melakukan tindakan tidak terpuji pada sesama manusia lainnya.

Sumber :

-Setara Institute.2020

- Agus Subagyo, Implementasi Pancasila Dalam Menangkal Intoleransi, Radikalisme dan Terorisme. Jurnal RONTAL keilmuan PKn Vol.6/No.1/April 2020.

- Undang- Undang Dasar 1945 .

 -Ali, H.M. dkk., (1989). Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, Jakarta : Bulan Bintang.

-MS. Kaelan. (2014) Pendidikan Pancasila edisi Reformasi, Yogyakarta : Paradigma Yogyakarta.

-Yulia Djahir (2015) Suplemen Buku Ajar Pendidikan Pancasila, Deepublish 2015

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun