Mohon tunggu...
TSABITA FARRAS
TSABITA FARRAS Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Sejarah Peradaban Islam

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Review Buku Riwayat Perjuangan K.H. Abdul Halim

12 November 2020   15:55 Diperbarui: 12 November 2020   18:28 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Buku pertama pernah dilarang oleh Pemerintah Hindia Belanda masuk ke Indonesia karena semangat ilmiah yang terkandung dalam karangan tersebut, tutur Ustadz Asep Zacky dalam wawancaranya dengan penulis.

Ketiga, bagaimana peran serta perjuangan K.H. Abdul Halim ketika penjajahan Jepang berlangsubg dan penjajahan Belanda kembali setelah pernyataannya yang tidak mengakui kemerdekaan Indonesia?

Sebagaimana kita ketahui bahwa setelah Jepang menguasai Indonesia, mereka segera mengeluarkan kebijakan menjepangkan Indonesia. Salah satu kebijakan itu adalah adanya kewajiban untuk melaksanakan Seikeirei yakni membungkukkan badan (seperti ruku') ke arah Tokyo (Istana Kaisar Jepang) sebagai bentuk persembahan loyalitas kepada kaisar. 

Upacaranya dengan menyembah dewa matahari. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau Seikeirei dianggap sebagai bentuk kemusyrikan, Sehubungan dengan itu, untuk menyelamatkan aqidah umat dari kemurtadan, K. H. Abdul Halim memberlakukan Intisab sebagai pengganti Seikeirei Intisab itu sendiri dilakukan bersamaan dengan upacara Seikeirei, tetapi dengan mengubah niat dan ucapannya. 

Secara fisik, dirinya beserta pengurus dan anggota Persjarikatan Oelama serta para siswanya seakan-akan melakukan Seikeirei, padahal jiwanya melakukan Intisab. Intisab merupakan ajaran tauhid yang terdiri atas empat bagian.
Pertama, pembacaan Basmalah dan Syahadat sebagai pokok landasan tauhid. 

Kedua, landasan beramal yang memuat empat buah kompenen yakni Allahu Ghoyatuna (Allah tujuan pengabdian kami), WalIkhlasu mabda'una (dasar pengabdian kami adalah ikhlas), Wal-Ishlahu sabiluna (cara mengabdi kami adalah ishlah), dan  Wal-Mahabbatu syi'aruna (cinta kasih merupakan lambang pengabdian kami). 

Ketiga, janji atau sumpah yang dirangkaikan dalam kalimat "Kami berjanji/bersumpah kepada Allah SWT untuk melaksanakan kebenaran, keikhlasan, keyakinan kepada Allah SWT dan mendapat keridhoan Allah dalam beramal di kalangan hamba-hamba Allah dengan bertawakal kepada-Nya". 

Keempat, ucapan "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang.

Di dalam buku dijelaskan bahwasanya pemerintah Militer Jepang tidak melakukan tindakan represif terhadap K. H. Abdul Halim karena intisab itu dilakukan dengan gaya Seikeirei. Pada masa pemerintahan Belanda kembali, peran Abdul Halim ikut bergerilya bersama para pejuang lainnya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan basis di sekitar kaki Gunung Ciremai. 

Dalam aksi gerilyanya itu, K. H. Abdul Halim langsung memimpin anak buahnya menghadang pergerakan militer Belanda di wilayah Keresidenan Cirebon. Dengan peran seperti itu, militer Belanda kemudian menyerang Pasirayu, tempat tinggal K. H. Abdul Halim, ungkap Muh. Mukri dan Abdul Fatah dalam wawancaranya dengan penulis. Dan terhadap gerakan DII/TII, K. H. Abdul Halim tidak pernah menyetujuinya, apalagi ambil bagian dalam gerakan separatisme itu, kata Abdul Fatah dalam wawancara dengan penulis.

Keempat, bagaimana keterlibatannya dengan pendirian PUI yang sampai sekarang organisasi tersebut masih berjalan semestinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun