Mohon tunggu...
TSABITA FARRAS
TSABITA FARRAS Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Sejarah Peradaban Islam

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Review Buku Riwayat Perjuangan K.H. Abdul Halim

12 November 2020   15:55 Diperbarui: 12 November 2020   18:28 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Meskipun garapan utamanya di bidang ekonomi, tetapi hayatul qulub juga bergerak di bidang pendidikan. Serta H. Abdul Halim berhasil mengumpulkan 60 anggota yang terdiri dari pedang dan petani yang ada di Majalengka.
Kegiatan pengajian kecil-kecilan yang diselenggarakan H. Abdul Halim dijadikan sebagai bagian dari aktivitas Hayatul Qulub. 

Untuk bersaing dengan pedagang china yang pada saat itu kain yang dijualnya lebih murah daripada yang dijual pedagang muslim, maka dari itu dengan kondisi tersebut pula yang mendorong  H. Abdul Halim meminta kepada setiap anggota untuk membayar iuran masuk sebesar sepuluh sen dan iuran mingguan sebesar 5 sen. Dengan dana dari para anggota itulah, Hayatul Qulub berhasil mendirikan sebuah pabrik tenun di Majalengka.

Pembinaan yang dilakukan oleh H. Abdul Halim dianggap sebagai ancaman oleh para pedagang Cina. H. Abdul Halim dengan menggunakan perkumpulan Hayatul Qulub-nya selalu memperjuangkan hak-hak para pedagang muslim Konflik itu sendiri sebenarnya lebih disebabkan oleh sikap superioritas etnis Cina terhadap penduduk pribumi, sebagai dampak dari keberhasilan Revolusi Cina tahun 1911. Namun demikian, Pemerintah Hindia Belanda justru menuduh Hayatul Qulub-lah penyebab konflik itu. Tuduhan itulah yang mendorong Pemerintah Hindia Belanda membubarkan dan melarang Hayatul Qulub berkembang di Majalengka sekitar tahun 1915. Dengan demikian, tidak terlalu banyak sumbangan Hayatul Qulub kepada H. Abdul Halim yang sedang berusaha untuk memperbaiki keadaan umat karena hanya bergerak sekitar tiga atau empat tahun. 

Meskipun Hayatul Qulub telah dibubarkan, namun aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh H. Abdul Halim terus dilakukan meskipun tanpa organisasi. Jadi, proses pembinaannya lebih besifat personal bukan bersifat kelembagaan.
Ketika Hayatul Qulub dibubarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, kegiatan pengajian itu dipindahkan ke Majlisul Ilmi. Majlisul Ilmi merupakan organisasi yang didirikan oleh H. Abdul Halim sekitar tahun 1912 dengan tujuan memberikan pengajaran agama Islam kepada anak-anak dan remaja. Proses pembelajaran Al Quran dan dasar-dasar kitab klasik diberikan oleh H. Abdul Halim di sebuah langgar berukur 3 x 4 meter. 

Di tempat inilah sejak tanggal 16 Mei 1916 proses pembelajaran dilaksanakan oleh H. Abdul Halim dan teman-temannya di bawah naungan Jam'iyat I'anat AlMuta'allimin. Majlisul Ilmi yang telah memiliki tujuh orang memindahkan pusat kegiatan belajarnya ke gedung madrasah Jam'iyat I'anat Al-Muta'allimin. 

Pada awal perkembangannya, madrasah yang dikelola oleh Jam'iyat I'anat Al-Muta'allimin diasuh oleh enam orang guru, yaitu H. Abdul Halim, Mu'allim Soleh (kelak dikenal dengan nama K. H. Soleh Solahudin), Mu'allim Asj'ari, Mu'allim Bunjamin, Mu'allim Abhari, dan Abdurrahman, tutur Muh. Mukri dalam wawancaranya dengan penulis tanggal 30 Maret 2008.

Dalam pendiriannya semata-mata tidak berjalan lancar-lancar saja, karena sebagian orang tua merasa Kurang suka oleh keputusan H. Abdul Halim untuk memasukkan sistem kelas ke dalam sistem pendidikan yang akan dikembangkan oleh Jam'iyat I'anat Al-Muta'allimin. Sistem halaqah tidak ditinggalkan oleh H. Abdul Halim, tetap diterapkan sebagai metode pengajaran bagi para santrinya. Sementara itu, pergaulan H. Abdul Halim tidak hanya sebatas dengan tokoh-tokoh masyarakat lokal. Hubungan baik itu memang tidak dapat dilepaskan dari status H. Abdul Halim sebagai anggota Sarekat Islam.

Dalam suatu kesempatan, pemimpin utama Sarekat Islam HOS Tjokroaminoto itu menyarankan kepada H. Abdul Halim untuk mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mengakui secara hukum keberadaan Jam'iyat I'anat Al-Muta'allimin. Namun demikian, pengajuan tersebut secara resmi diajukan oleh H. Abdul Halim setelah nama Jam'iyat I'anat AlMuta'allimin diubah menjadi Persjarikatan Oelama sekitar pertengahan tahun 1917. 

Didalam buku dijelaskan pada tanggal 21 Desember 1917, Rechtspersoon (pengesahan pemerintah) No.43 dari Gubernur Jenderal J. P. Graaf van Limburg Stirum atas keberadaan Persjarikatan Oelama diterima oleh H. Abdul Halim. Persjarikatan Oelama bergerak di bidang sosial dan pendidikan, bukan politik. Hal itu berlangsung sampai pada tahun 1935. Seiring dengan perkembangan Persjarikatan Oelama, K. H. Abdul Halim pun aktif di Sarekat Islam. Aktivitas H. Abbdul Halim di Sarekat didorong oleh persamaan pengalaman dalam menghadapi persaingan dagang dengan etnis Cina. Aktivitas H. Abdul Halim tidak dilakukan hanya sebatas sebagai anggota, tetapi oleh Tjokroaminoto diminta untuk memimpin SI Afdeling Majalengka. 

Seiring berkembangnya waktu Persjerikatan Oelama, mulai memperluas wilayahnya yang awalnya hanya ke beberapa daerah, menjadi menyebar luas ke seluruh wilayah Indonesia. Serta mendirikan beberapa cabang yang menjadi bawahan dari Persjarikatan Oelama, seperti pada tahun 1929 didirikanlah Hizbul Islam Padvinders Organisatie (HIPO), Selain itu, pada tahun 1932 didirikan juga Perikatan Pemoeda Islam (PPI) yang kemudian berubah namanya menjadi Perhimpoenan Pemoeda Persjarikatan Oelama Indonesia (P3OI). Pembentukan organisasi kepemudaan ini segera diikuti dengan pembentukan Perhimpoenan Anak Perempoean Persjarikatan Oelama.

Sebagaimana mestinya organisasi yang bergerak di bidang dakwah dan pendidikan, Persjarikatan Oelama seringkali menyelenggarakan tabligh dan membuka berbagai lembaga pendidikan. Melalui tabligh, acara Mauludan misalnya, K. H. Abdul Halim selalu memperjuangkan hak-hak umat Islam khususnya dalam menjalani kehidupannya. Acara itu selalu dihadiri oleh banyak masyarakat. Mereka mendatangi tempat K. H. Abdul Halim berceramah dengan arak-arakan, tegas S.Wanta dalam wawancaranya dengan penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun