Mohon tunggu...
TSABITA FARRAS
TSABITA FARRAS Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Sejarah Peradaban Islam

Bismillah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Review Buku Riwayat Perjuangan K.H. Abdul Halim

12 November 2020   15:55 Diperbarui: 12 November 2020   18:28 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Buku Riwayat Perjuangan K.H. Abdul Halim ini ditulis oleh Miftahul Falah, S.S. Diterbitkan pada tahun 2008 oleh Masyarakat Sejarawan Cabang Jawa Barat. Yang di dalam sumber penulisannya ialah terdapat salah satunya yaitu sumber sejarah lisan , yaitu dengan melakukan wawancara terhadap pihak-pihak terkait dengan tokoh tersebut, baik dari pihak keluarganya yaitu cucunya maupun dari para santrinya ketika itu.

Buku ini menjelaskan tentang bagaimana perjuangan K.H. Abdul Halim dari mulai ia mempelajari ilmu agama di Mekkah, keterlibatannya dalam memperbaiki sistem pendidikan pesantren, keanggotaannya di Sarekat Islam, serta bagaimana ia berperan ketika Indonesia di jajah Jepang dan kembali di jajah Belanda yang pada saat itu masih belum mengakui kemerdekaan Indonesia sampai ia wafat karena penyakit yang di deritanya.

Pertama yang akan dibahas adalah, siapa K.H. Abdul Halim? Lahir dari keluarga berlatar belakang apa?

Didalam buku dijelaskan bahwasanya Otong Syatori yang merupakan panggilan kecil dari K.H. Abdul Halim, yang memiliki latar belakang keluarga yang berasal dari pasangan agama yang sangat kuat K.H. Muhammad Iskandar dengan Hj. Siti Mutmainah, Muhammad Sjattori atau lebih dikenal Otong Syatori merupakan anak terakhir dari ketujuh bersaudara. Salah seorang cucu dari K.H. Abdul Halim yaitu K.H. Cholid Fadlulloh, menegaskan dalam wawancaranya bahwa kakeknya itu dilahirkan tahun 1887 di desa Cibolerang kecamatan Jatiwangi sesuai yang tertera di dokumen-dokumen resmi pemerintah. Otong Syatori sedari kecil sudah ditinggal oleh ayahandanya, yang dari awal mengajarkannya pendidikan keagamaan. 

Selepas ayahnya tiada, pendidikan tersebut diberikan oleh ibunya Siti Mutmainah. Hal yang membuat Otong kecil berbeda dengan teman sebayanya pula ialah, Otong menyukai pertunjukan wayang kulit purwa.

Pada 1907 ketika Otong masih Nyantri di Kuningan Otong Syatori dipanggil pulang oleh orang tuanya. Dan setibanya ia di Majalengka, dirinya dijodohkan oleh Siti Murbiyah pada waktu itu usianya masih sebelas tahun. Meskipun mereka sudah menikah, tapi mereka berdua masih tinggal dengan orang tua masing-masing, atau pada saat itu dapat dikatakan sebagai kawin gantung. Istri Otong sebenernya masih ada hubungan kekerabatan dengan dirinya, dan ia merupakan anak dari  K.H. Muhammad Ilyas bin Hasan Basyari, yang pada waktu itu ia berkedudukan sebagai penghulu di Majalengka, tegasnya lagi dalam wawancara K.H. Cholid Fadlulloh. 

Setahun setelah pernikahan orang tua Otong Syatori memutuskan untuk mengirim Otong ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama dan bermukim sealama tiga tahun serta berguru kepada empat orang ulama yaitu Syekh Ahmad Khatib, Syekh Ahmad Khayyat, Emir Syakib Arslan, dan Syekh Tanthawi Jauhari.

Kedua, bagaimana peran serta keterlibatannya dalam memperbaiki sistem pendidikan? Serta perannya dalam Hayatul Qulub?

Ketika kembali lagi ke tanah air dengan semua ilmu-ilmu yang telah diajarkan gurunya, pembekalannya ini membawa Otong Syatori berpikiran maju, dalam wawancara dengan K.H. Cholid Fadlulloh beliau menegasakan bahkan ketika kakekknya itu menggarap aspek pendidikan, pengaruh pembaharuan yang diterima gurunya itu sangat terlihat sekali sehingga dirinya sempat dimusuhi oleh sebagian ulama tradisional, karena mereka menganggap Abdul Halim sebagai golongan pembaharu modernis yang akan menggeser golongan tradisional, meskipun pada kenyataannya tidak seperti itu, Halim selalu mengatakan bahwa dirinya bagian dari golongan tradisional, bukan modernis.

karena pada kenyataannya, Halim hanya mempelajari pemikiran pembaharu islam seperti Jamalaudin Al-Afghani. Gurunya Syekh Ahmad Khatib menganjurkannya untuk membaca tulisan tersebut dengan tujuan agar ia menolak pemikiran mereka.

Enam bulan sekembalinya dari Mekkah, Abdul Halim pada awal tahun 1912 mendirikan hayatul qulub yang berarti kehidupan hati. Yang memotivasi beliau untuk membentuk organisasi ini ialah karena ketidakadilan dalam dana pinjaman pemerintah kolonial kepada masyarakat islam pribumi dengan pedagang china yang dalam peminjamannnya china dipermudah sedangkan pribumi dipersulit. Dengan berdirinya organisasi pertama yang didirikan K.H. Abdul Halim ini tidak jauh berbeda konsepnya dengan koperasi simpan pinjam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun