Selamat Siang. Setelah lama tidak menulis di Kompasiana karena alasan akademik, saya tiba-tiba ingin menulis artikel ini, sabagai pembanding bagi orang-orang seperti J.J Rizal yang dulu sempat mengkritik Pemprov kenapa tidak menggusur Kelapa Gading, Pluit, dan Jaksel yang merupakan daerah resapan.
Entah apa motivasi pemprov tidak membongkar daerah elit ini, tapi seandainya pemprov mau pun, apakah realistis menggusur Kelapa Gading?
Pertama, tulisan ini bukan untuk membela pemprov DKI atas cara yang mereka lakukan di penggusuran Kampung Pulo. Pribadi, saya menilai mereka sudah memenuhi etika hukum yang berlaku. Hanya disrespansi membuat mereka tidak simpatik ke pemprov DKI kembali.
Baik, langsung to the point saja. Di poin-poin ini saya akan menjelaskan betapa tidak realistisnya penggusuran daerah elit ini.
1. Harga Tanah
Sebagai orang yang tinggal di Kelapa Gading, saya tahu seberapa mahalnya tanah di sini, prospek bisnis di Kelapa Gading adalah sangat promising, membuat naiknya harga tanah di sini, meskipun banjir.
L.J Hooker menyatakan :
"“Harga tanah di Kelapa Gading berkisar antara Rp18 juta per meter sampai Rp 25 juta per meter. Itu pun di kompleks yang biasa-biasa saja, tapi kalau di kompleks eksklusif berbeda lagi,” cetus Dave, Prinsipal Lj Hooker Kelapa Gading." (Gatra, 2014)
Rumah saya, terdapat pada kompleks menengah, dengan ukuran 6x13 (sekitar 78m2). Dengan harga tersebut, nilai kasar yang dihitung adalah :
25 juta x 78 = 1950 juta = 2 milyar/KK (dibulatkan untuk memudahkan)
Harga ganti rugi satu RT (Asumsi 40 rumah/RT) = 2 x 40 milyar = 80 milyar
*Asumsi semua memiliki surat tanah legal, karena Kelapa Gading mayoritas besarnya adalah penghuni legal bersurat
Harga ganti satu RW (asumsi 1 RW memiliki 12 gang) = 80 x 12 = 960 milyar = sekitar 1 triliyun
Dengan kata lain, kalau pemprov mau menggusur rumah kita, PEMPROV harus KONSISTEN karena PEMPROV mengganti rugi orang yang memiliki sertifikat tanah di K.Pulo (meskipun ilegal). Dengan kata lain, Pemprov harus mengganti rugi sekitar 960 milyar per RW, kalau mengikuti harga tanah Kelapa Gading.
960 milyar = sekitar 1 trilyun. itu hanya 1 RW. dan hanya harga tanah pada PERUMAHAN menengah, harga tanah pada pusat mall seperti Janur Elok, Hibrida, dan perumahan elit lainnya mungkin mencapai 30-50 juta per m2.
Sekali lagi : HANYA HARGA TANAH.
2. Harga Properti (Rumah)
Seperti yang anda ketahui, perumahan di Kelapa Gading, mayoritas adalah kelas menengah, dengan estimasi harga properti 500jt-2 milyar bagi tempat kelas menengah. Karena saya tidak memiliki referensi, maka taruh saja 1 milyar di rumah kelas menengah seperti saya.
Harga per RT : 1 milyar x 40 = 40 milyar
Harga per RW : 40 X 12 = 480 milyar
Harga Total (Tanah + Properti) = 960 + 480 = 1440 milyar = 1.44 triliyun/RW.
Jadi penggantian harus ada sekitar 1.44 triliyun/RW
Menurut situs Jakarta.go.id, ada sekitar 53 RW di Kelapa Gading, jadi...
Asumsi semua rumah di Kelapa Gading kelas menengah (sekitar 20-30% kelas elit) : 1.44 x 53 = 76.32 triliyun. Angka yang sangat Fantastis.
3. Harga Properti (Apartemen)
Dan, adanya apartemen akan menambahkan beban ganti rugi kembali meningkat. Harga apartemen kelas menengah sekitar 400-600 jt/unit dari referensi saya
Mohon maaf kalau kurang akurat. Karena sulit mencari referensi eksak dan ini hanya hitungan kasar.
Saya kurang tahu per tower ada berapa unit, tapi kalau pengalaman di Kalibata, sekitar ada 100-150 kamar per tower.
Jadi : 150 x 450jt = 67500 juta= 67.5 milyar per tower. Ini belum ditambah harga tanah yang ada di bawahnya.
Asumsi hitungan di atas adalah jika SELURUH Kelapa Gading diruntuhkan. Entah berapa luas ha yang diperuntukkan untuk resapan, tapi kalau dari kata-kata ini :
"Dalam Rencana Induk Djakarta 1965-1985, kawasan Kelapa Gading difungsikan sebagai kawasan persawahan, daerah resapan air, dan rawa yang menjadi lokasi penyimpanan sementara air laut yang pasang untuk mencegah banjir di daerah sekitarnya. Namun, dalam perkembangannya, Kelapa Gading telah tumbuh menjadi kawasan perumahan elite yang hampir setiap akhir pekan dipromosikan di televisi sebagai salah satu hunian berkelas di Jakarta."
Saya mengasumsikan hampir seluruh Kelapa Gading menjadi daerah resapan. Dan harga estimasi hitungan kasar ini adalah sekitar 80 trilyun ini HANYA dengan asumsi :
1. Mall, Ruko, dan pusat perbelanjaan lainnya, termasuk sektor privat seperti sekolah, Gereja, Masjid, Vihara, dll tidak dihitung
2. Semua perumahan kelas menengah
3. Belum termasuk biaya ganti rugi lainnya.
Dan berapa jumlah APBD DKI thn 2015 ? Menurut detik.com : Rp. 69,28 triliun rupiah
Total hitungan kasar ganti rugi (menurut penulis akan jauh lebih tinggi) : Rp. 80 triliun rupiah
Selain itu, penggusuran daerah bisnis seperti Kelapa Gading akan berdampak lebih negatif. Berapa orang yang kerja di Mall dan Kantor di Kelapa Gading? Tentu saja, Pemprov DKI wajib memberikan pekerjaan bagi mereka juga. Atau mau dicicil, setahun berapa area? Tentu hal ini tidak akan efektif, selain secara sosial menimbulkan masalah, akan menimbulkan turbulensi lainnya di kehidupan masyarakat Kelapa Gading dan sekitarnya.
Jadi kesimpulannya, dalam hal ini memang seandainya pemprov DKI MAU menggusur pun, risiko yang dihadapi akan jauh melebihi di Kampung Pulo, di mana K.Pulo termasuk daerah yang sedikit 'kumuh' bukan distrik bisnis dan sumber pajak tinggi, Kampung Pulo juga adalah 'penduduk ilegal' dalam jumlah KK yang signifikan (bertempat di tanah negara), intinya secara hukum, mereka tidak memiliki kekuatan yang besar. Sementara, kawasan elit di back-up legalisme yang memang harus ditaati (baik secara moral dan etika hukum). Dan tentu aja, ujung-ujung masalah pasti uang. Nilai asset Kelapa Gading TERLINDUNGI hukum dan LEBIH BESAR dari sumber uang APBD DKI, kalau mau direvitalisasi pun, harus ada ganti. Kembali, kami bakal menuntut pemprov untuk membangun apartemen untuk ganti rugi rumah, kalau MEREKA konsisten kaya dan miskin harus adil perlakuannya.
Dalam hal ini, sebenarnya memang tidak adil penggusuran yang dilakukan, tapi mengatasi masalah yang mudah dan membiarkan masalah yang sulit adalah tindakan realistis. Masalah adil atau tidak, adakah kemampuan kita untuk mengatasi ketidakadilan itu? Untuk sekarang ya, pemprov DKI belum memiliki hal tersebut, seandainya mereka PUNYA KEINGINAN untuk itu.
Note : Analisis di atas adalah hitungan kasar. Jadi pasti tidak akan sesuai dengan jumlah seluruhnya.
Salam
Neo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H