Beberapa jenis kesalahan bias algoritma yaitu: Bias data disebabkan cakupan data yang terbatas; Bias pemrosesan karena pelabelan data yang salah; Bias model karena arsitektur model yang kurang tepat; Bias interaksi karena lingkungan memberikan respon tidak obyektif; Bias interpretasi yaitu ketika kesimpulan yang dihasilkan diartikan secara subyektif.
Perlu Sikap Kehati-hatian
Dengan memahami bias algoritma ini, maka kita sebagai pengguna AI harus berfikir ulang dan tidak menerima begitu saja. Ibarat hasil quick count dalam sebuah kontes pemilihan pimpinan politik, maka percaya kepada hanya satu hasil quick count saja akan menyesatkan. Tetapi Ketika beberapa Lembaga survey telah mempublikasikan hasil, maka validasi secara umum sudah dapat dilakukan. Mungkin terdapat sedikit perbedaan angka, tetapi Kesimpulan umum bisa ditarik searah.
Beruntunglah kita pada saat ini memiliki beberapa AI yang tersedia di pasaran. Walaupun berdasarkan statistic, saat ini pengguna Chat GPT mendominasi penggunaan AI di Indonesia, namun kemunculan beberapa pesaing dari Chat GPT menambah wawasan kita dalam memperbandingkan hasil keluaran dari masing-masing AI. Sangat mungkin bahwa salah satu AI memiliki kekuatan dan kelemahan dibandingkan dengan AI lainnya. Rasanya, masing-masing AI juga semakin menyempurnakan data base dan permodelannya, sehingga keluaran yang dihasilkan semakin bagus.
Sebagai contoh, Meta.AI yang baru saja diluncurkan oleh Meta group dan disematkan dalam aplikasi percakapan bernama Whatsapp, memiliki hasil keluaran yang sangat baik. Salah satu keunggulan Meta.AI ada dengan menyematkan sumber data yang ada. Referensi ini menjadi keunggulan Met.AI dibandingkan dengan misalnya Chat GPT untuk menghindari kritik bahwa sebuah AI adalah pembajakan hal cipta dengan menggunakan teknologi.
Dengan demikian, jelas sudah bahwa sikap terlalu memuja dan mengagungkan AI ini adalah sikap yang kurang tepat. Bagaimanapun, manusia berada di atas mesin yang diciptakannya, sepanjang memiliki sikap untuk berfikir secara obyektif. Melihat kelemahan ini, maka pengguna AI perlu bersikap bijak dan jangan menggunakan hasil keluaran untuk hal-hal yang terlalu sensitif apalagi berbau SARA. Rasanya sangat mustahil seorang hakim di pengadilan akan digantikan oleh robot dengan kecerdasan buatan. Tidak ada humanisme, empati, keadilan atapun kebijaksanaan dalam mesin. Di situlah manusia sebagai khalifah punya peranan. (Try)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H