Menurut Foucault, kekuasaan itu menyebar tanpa bisa dilokalisasi, “ada di mana-mana”, meresap dalam seluruh relasi sosial; subjek kekuasaan tidak harus seorang raja, perdana menteri, atau presiden terhadap rakyatnya. bahkan ia bisa muncul dalam relasi suami istri, sepasang kekasih, dokter-pasien, psikiater-klien, dosen-mahasiswa, mandor-kuli, Auditor Pajak dan Wajib Pajak dst.
Ia tidak dimonopoli oleh siapa pun, tetapi dapat beroperasi dalam relasi pengetahuan dan dengan situasi strategis kompleks dalam suatu masyarakat. Kekuasaan merupakan sebuah tatanan disiplin yang melekat pada suatu ambisi pengetahuan, yang tidak selalu bersifat represif, tetapi produktif. Ia muncul manakala terdapat perbedaan dan diskriminasi.
Kontrol dalam kekuasaan dijalankan dengan mekanisme normalisasi, disiplin, sistem panoptik, identifikasi dan klasifikasi. Yang menonjol dalam AWK-Foucault adalah ditekankannya pencarian unsur-unsur wacana yang absen/tersembunyi serta kontekstualisasi unsur wacana dalam jaringan kekuasaan-pengetahuan.
Foucault dalam setiap tulisanya selalu menampilkan ciri khas dari karakter kritisnya yang tidak pernah terpisahkan dari dua term utama yaitu:
a. Pendekatan Genealogi,
Genealogi punya tujuan untuk melawan penulisan sejarah dengan melalui metode tradisional. Genealogi merupakan sebuah sejarah yang ditulis dalam suatu penglihatan dan atas kepedulian masa kini. Menurut Foucault, sebuah sejarah selalu ditulis dalam perspektif pada masa kini.
Genealogi tak berpretensi untuk kembali ke masa lalu dengan tujuan untuk memulihkan sebuah kontinuitas yang tak terputus. Sebaliknya, Foucault berusaha untuk mengidentifikasi hal-hal yang menyempal (accidents) dan mengidentifikasi adanya penyimpangan-penyimpangan (the minutes of deviation).
b. Pendekatan arkeologi,
Menurut Foucault, pendekatan arkeologi adalah metode untuk menguji arsip, yaitu suatu sistem-sistem yang memantapkan pernyataan, baik itu sebagai peristiwa (dengan kondisi dan ruang pemunculannya) maupun sebagai sesuatu ataupun material (dengan kemungkinan dan aplikasinya).
Dengan demikian, tugas arkeologi adalah untuk menganalisis suatu historical apriori of episteme (apriori historis atas episteme). Episteme merupakan suatu kondisi yang memungkinkan bagi munculnya ilmu pengetahuan dan sebuah teori dalam masa tertentu.