Mohon tunggu...
TRIYANTO
TRIYANTO Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa_Universitas Mercubuana

NIM: 55522120004 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 2_Diskursus Model Dialektika Hegelian dan Hanacaraka pada Auditing Perpajakan

15 Juni 2024   16:31 Diperbarui: 15 Juni 2024   17:03 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Gambar dari Prof. Apolo

Tampaknya Logika sejajar dengan Fenomenologi Roh, hanya saja ia bergerak dalam ranah konsep, bukan dalam ranah kesadaran. Oleh karena itu, tujuannya bukanlah pengetahuan absolut, melainkan gagasan absolut itu sendiri. Tapi apa gagasan mutlaknya? Yah, itu segalanya. Meskipun sepertinya kami menjelaskan terlalu banyak hanya dengan satu kata, secara harfiah kata itu berarti segalanya. Hegel mengatakan bahwa gagasan absolut “mengandung setiap keteguhan.” Yang ia maksudkan adalah bahwa di dalam dirinya terkandung setiap hal yang pasti atau berbeda – setiap manusia, setiap pohon, setiap bintang, setiap bunga, setiap butir pasir. Alam dan pikiran, katanya, adalah cara yang berbeda dalam mewujudkan eksistensinya – keduanya merupakan bentuk ide absolut yang berbeda.

Inti dari gagasan absolut adalah mewujudkan dirinya dalam bentuk-bentuk yang berbeda dan terbatas, lalu kembali ke dirinya sendiri. Pemahaman diri adalah bentuk di mana ia kembali ke dirinya sendiri. Ini adalah proses yang kami amati dalam karyanya Logika, Filsafat Sejarah, dan Fenomenologi Roh.

“Dialektika Hegel” mengacu pada metode argumen dialektis tertentu yang digunakan oleh filsuf Jerman abad ke-19, G.W.F. Hegel (lihat entri tentang Hegel), yang, seperti metode “dialektis” lainnya, mengandalkan proses kontradiktif antara pihak-pihak yang berlawanan. Sedangkan “sisi lawan” Plato adalah manusia (Socrates dan lawan bicaranya), namun “sisi lawan” dalam karya Hegel bergantung pada pokok bahasan yang dibicarakannya. Dalam karyanya tentang logika, misalnya, “sisi yang berlawanan” adalah definisi berbeda dari konsep-konsep logis yang saling bertentangan. Dalam Fenomenologi Roh, yang menyajikan epistemologi atau filsafat pengetahuan Hegel, “sisi yang berlawanan” adalah definisi kesadaran yang berbeda dan objek yang disadari atau diklaim diketahui oleh kesadaran. Seperti dalam dialog-dialog Plato, proses kontradiktif antara “pihak-pihak yang berlawanan” dalam dialektika Hegel mengarah pada evolusi atau perkembangan linier dari definisi atau pandangan yang kurang canggih ke definisi atau pandangan yang lebih canggih di kemudian hari. Proses dialektis dengan demikian merupakan metode Hegel untuk menentang definisi atau pandangan yang lebih awal, kurang canggih, dan mendukung definisi atau pandangan yang lebih canggih di kemudian hari. Hegel menganggap metode dialektis atau “mode kognisi spekulatif” ini sebagai ciri khas filsafatnya dan menggunakan metode yang sama dalam Phenomenology of Spirit [PhG], serta dalam semua karya matang yang ia terbitkan kemudian— seluruh Ensiklopedia Ilmu Filsafat (termasuk, sebagai bagian pertama, “Logika Kecil” atau Ensiklopedia Logika, Ilmu Logika, dan Filsafat Hak.

Akhir dari Idealisme Transendental

Pendekatan dialektika Hegel, yang dikenal sebagai Idealisme Absolut atau Semangat Absolut, dapat dilihat sebagai respons terhadap dualisme Kant antara alam noumenal dan fenomenal. Hegel menolak gagasan tentang wilayah benda-benda dalam dirinya sendiri yang tetap dan tidak dapat diketahui, dan sebaliknya mengusulkan bahwa realitas pada dasarnya adalah suatu proses yang dinamis dan saling berhubungan.

Menurut Hegel, realitas terungkap melalui proses dialektis tesis, antitesis, dan sintesis. Ia berpendapat bahwa perkembangan kesadaran dan pengetahuan terjadi melalui benturan dan rekonsiliasi konsep atau kategori yang berlawanan. Hegel percaya bahwa dorongan inheren terhadap realisasi diri dan pemahaman diri mendorong pergerakan pemikiran, sejarah, dan semangat.

Dalam pandangan Hegel, Roh Absolut adalah realitas tertinggi yang mencakup dan melampaui semua manifestasi pemikiran dan keberadaan tertentu. Ini adalah proses yang dinamis dan berkembang yang mencakup dimensi subjektif dan objektif dari realitas. Dengan menganut metode dialektis dan memperluas cakupan penyelidikan melampaui batas dualisme Kant, Hegel bertujuan untuk mendamaikan aspek subjektif dan objektif dari realitas dan memberikan penjelasan komprehensif tentang pengetahuan dan keberadaan. Dalam pengertian ini, ia melampaui idealisme transendental Kant dengan menghadirkan pemahaman realitas yang lebih luas dan holistik.

Sumber : Ilmu Akuntansi dan Auditing (Hak Cipta Prof.  Apollo: 2017)
Sumber : Ilmu Akuntansi dan Auditing (Hak Cipta Prof.  Apollo: 2017)

Dunia batin Jawa adalah cara pandang orang Jawa dalam merasakan atau ngudarasa terhadap suatu keadaan yang kasunyatan (realitas). Hal ini terbentuk karena suatu hubungan yang istimewa yang muncul antara manusia dan alam. Dalam terbentuknya dunia batin Jawa ada proses yang harus dilalui melalui beberapa fase yaitu simbiosisnya yang merupakan kepercayaan asli Jawa berpadu dengan Hindhu-Budha dan bermetemorfosa dengan ajaran dalam agama Islam. Orang mengatakan keterpaduan diantaranya dengan sinkretisme. Maka, Hasilnya adalah sebuah ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan cara tingkah laku spiritual orang Jawa.

Pengetahuan adalah suatu konsep ketuhanan yang diperoleh orang Jawa yang tidak terlepas dari tingkah laku spiritual orang Jawa. Oleh karena itu, untuk memahami lebih dalam tentang pengetahuan akan konsep ketuhanan orang Jawa maka mereka mensimbolkan ke dalam kasara Jawa. Aksara Jawa dijadikan mereka sebagai dasar filosofi tentang suatu konsep ketuhanan dan sebagai pusat dalam kebatinan Jawa. Sehingga aksara Jawa dapat smencerminkan suatu proses manusia Jawa dalam memahami suatu hubungan dengan lingkungannya yakni Tuhan dan Alam Semesta serta menyadari akan kesatuaannya. Disisi lain cerita tentang aksara Jawa yakni Aji Saka juga menyimpan suatu makna simbolik, dimana makna simbolik tersebut mengarah tentang suatu konsep ketuhanan.

Hanacaraka atau yang sudah kita kenal dengan aksara Jawa merupakan deretan huruf Jawa yang dahulu digunakan dalam menjalankan dan melakukan komunikasi kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Jawa yang sudah berjalan sejak era kerajaan. Namun saat ini, dalam penggunaan aksara Jawa atau aksara hanacaraka ini sudah tidak digunakan dalam komunikasi, aksara jawa sekarang hanya sekadar diajarkan di bangku sekolah melalui mata pelajaran muatan lokal bahasa jawa saja. Sehingga akibatnya, sudah banyak orang yang tidak mengetahui daraiman asal usul dan filosofi dari aksara Jawa tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun