Mohon tunggu...
TRIYANTO
TRIYANTO Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa_Universitas Mercubuana

NIM: 55522120004 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 04 - Mengapa Anti-BEPS Penting? Apa Dampaknya bagi Ekonomi Indonesia dan Global

2 April 2024   13:10 Diperbarui: 2 April 2024   13:13 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa itu Base erosion and profit shifting (BEPS)?

Base erosion and profit shifting (BEPS) mengacu pada strategi perencanaan pajak yang digunakan oleh perusahaan multinasional yang mengeksploitasi kesenjangan dan ketidaksesuaian dalam aturan perpajakan untuk menghindari pembayaran pajak. Ketergantungan pada pajak penghasilan badan di negara-negara berkembang mengakibatkan negara-negara tersebut menderita BEPS yang serius. Praktik BEPS menyebabkan hilangnya pendapatan negara sebesar USD 100-240 miliar setiap tahunnya.

Dampak dari praktik BEPS 

Beberapa waktu yang lalu terdapat berita yang menghebohkan yaitu kasus yang menimpa Google di Inggris, Starbucks Inggris, Amazon Inggris, dan lain-lain. Perusahaanperusahan multinasional tersebut menggunakan praktik transfer pricing untuk meminimalkan pembayaran pajak mereka. Dengan memanfaatkan celah-celah peraturan yang ada, mereka dapat memindahkan keuntungan di Inggris ke luar negeri dengan tarif pajak yang jauh lebih rendah. Meskipun terlihat legal tetapi cara-cara seperti ini dianggap sebagai cara yang amoral. Transfer pricing sendiri berkaitan dengan penentuan harga wajar sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau disebut sebagai arm’s length principle bagi perusahaan yang berafiliasi. Harga wajar mengacu kepada harga pasar, yaitu harga yang mencerminkan syarat dan kondisi yang disepakati oleh pihak ketiga atau di luar pihak afiliasi.

Praktik transfer pricing ini mengakibatkan potensi pendapatan negara dari sektor pajak mengecil atau bahkan menghilang. Padahal pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Misalnya di Indonesia, pajak menyumbangkan 74 – 80% dari total pendapatan. Menurut OECD (2014), terdapat 60% lintas perdagangan internasional yang dilakukan multinational cooperation di Indonesia. Namun, 39% dari transaksi tersebut artinya melakukan penghindaran pajak melalui aktivitas transfer pricing.

Bagaimana Base Erosion and Profit Shifting berpengaruh bagi Indonesia?

dok. pri
dok. pri

Bagi Indonesia, praktik BEPS sangatlah berpengaruh karena berdampak pada berkurangnya penerimaan pajak negara. OECD (2023) mengungkap bahwa tax ratio di indonesia tercatat terendah jika dibandingkan dengan tax ratio negara-negara tetangga diantaranya Papua New Guine, Malaysia dan Singapore dan negara Asia lainnya. Hal ini menunjukan bahwa indonesia masih memiliki kinerja penerimaan pajak yang rendah dibanding dengan negara tetangga. 

Jika tidak ada ketegasan kebijakan terhadap tindakan penghindaran pajak maka indonesia akan mengalami kerugian penerimaan pajak yang seharusnya bisa digunakan untuk kepentingan umum. Berdasarkan Laporan Tax Justice Network dalam The State of Tax Justice 2020: Tax Justice in the time of Covid 19, Indonesia mengalami kerugian sebesar 4,78 Miliar US Dollar atau setara Rp. 67,6 Triliun tiap tahunya akibat praktek penghindaran pajak yang dilakukan korporasi di Indonesia.

Di Indonesia peraturan perpajakan terkait praktik-praktik BEPS sudah cukup komprehensif mengingat peraturan perpajakan yang mengatur tentang transfer pricing sudah ada. Namun pada praktiknya dilapangan masih banyak praktik tersebut yang belum bisa ditangani oleh Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. Efek globalisasi mengakibatkan para investor akan mencari tempat baru untuk berinvestasi di Negara-negara yang minim akan pajak. Logikanya dengan jika memberikan insentif pajak, perusahaan akan berbondong-bondong dating ke Indonesia dan menggunakan fasilitas yang ditawarkan sehingga perusahaan multinasional khususnya akan semakin banyak tumbuh dan berkembang di Indonesia. Semakin terbukanya perekonomian dunia maka akan mengakibatkan pasar ekonomi Indonesia di mata investor akan menjadi tujuan investasi.

Faktor – Faktor penyebab terjadinya BEPS

Terdapat setidaknya ada lima faktor yang memberikan insentif untuk perusahaan multinasional untuk mempraktikan BEPS, penyebab terjadinya disebabkan antara lain:

  • Yuridiksi terhadap pajak yang dipegang oleh setiap negara yang memiliki tujuan masing-masing. Setiap negara memiliki sistem pajak yang beragam dan berbagai faktor yang mempengaruhi desain pajak, termasuk budaya, sosial, ekonomi, dan sikap politik negara. Selanjutnya, celah antara sistem pajak tidak dapat dihindari, sehingga memberi insentif kepada perusahaan multinasional untuk mengeksploitasi ketidakcocokan untuk mengalihkan laba mereka.
  • Pendekatan akuntansi terpisah yang menganggap setiap afiliasi perusahaan multinasional sebagai entitas eksklusif. Ini kemudian memotivasi perusahaan untuk membuat transaksi internal yang disesuaikan dengan cara untuk mengurangi kewajiban pajak, terutama dalam entitas yang terletak di yurisdiksi tarif pajak tinggi. Tidak adanya kerangka kerja yang memungkinkan pemerintah untuk melihat perusahaan multinasional sebagai satu entitas ekonomi membuat mereka sulit untuk mendapatkan informasi lengkap tentang seluruh entitas yang dikelompokkan dalam perusahaan. Akibatnya, menjadi sulit bagi otoritas pajak untuk mengidentifikasi transaksi mana yang murni dimotivasi pajak tanpa atau sedikit substansi bisnis.
  • Keberadaan CIT-rate yang berbeda antar negara mempengaruhi cara MNEs mengalokasikan laba mereka. Secara rasional, MNE akan memusatkan laba mereka di yurisdiksi pajak rendah atau tidak ada dibandingkan dengan negaranegara dengan tingkat CIT yang lebih tinggi, Tanpa harmonisasi tingkat koperasi atau pajak, setiap negara akan terus menutup kartu mereka, dengan tujuan untuk melindungi setiap basis pajak sendiri, atau jika mungkin, meningkatkan basis pajak mereka dengan menarik aset dan laba perusahaan untuk dialihkan ke negara mereka.
  • Berkaitan erat dengan faktor ketiga, keberadaan tax haven (pajak preferensial) yang secara langsung memberikan peluang bagi perusahaan multinasional untuk secara artifisial menggeser laba mereka. Biasanya, yuridiksi tersebut secara geografis kecil tanpa keunggulan kompetitif dalam hal sumber daya alam dan ketergantungan yang rendah terhadap penerimaan pajak. Keunggulan kompetitif mereka terletak pada kemampuannya untuk menurunkan tarif pajak mereka ke tingkat di mana mereka cukup kompetitif untuk menarik dana untuk dipindahkan ke sana. Akibatnya, yurisdiksi yang paling diuntungkan secara pasti adalah negara-negara surga pajak yang tidak hanya menawarkan CIT yang rendah atau tidak ada tetapi juga memberikan informasi.
  • Perlakuan pajak berbeda antara utang dan ekuitas. Keduanya merupakan sumber pendanaan untuk perusahaan apa pun untuk kegiatan opertional mereka. Pendanaan dari yang pertama meningkatkan pembayaran bunga, sedangkan yang kedua menciptakan pembayaran dividen. Di sebagian besar negara termasuk Indonesia, pengeluaran yang disebabkan oleh pembayaran bunga merupakan komponen yang dapat dikurangkan dari kewajiban pajak, sementara pengeluaran yang berasal dari pembayaran deviden tidak. Hal ini memicu perusahaan untuk membuat pinjaman internal antara afiliasi mereka untuk menciptakan deductible maksimum yang akan menurunkan kewajiban pajak keseluruhan mereka.

Pentingnya Anti BEPS 

Adanya praktik penghindaran pajak ini dianggap oleh banyak negara sebagai penyebab tergerusnya basis pajak domestic (base erosion) dan pergeseran keuntungan (profit shifting). Terjadinya BEPS disebabkan peraturan perpajakan yang ada di negara-negara di dunia tidak berkembang secepat dan seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan globalisasi. Transaksi dan interaksi bisnis lintas batas negara secara bersamaan memungkinkan terjadinya interaksi regulasi perpajakan antarnegara. Celakanya, ketidaksiapan negara-negara dalam mengantisipasi perkembangan bisnis lintas batas menyebabkan terjadinya bias dan loop hole dalam aturan pengenaan pajak, sehingga menyebabkan terjadinya peluang BEPS yang dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan multinasional (Multi-National Enterprises sering disingkat MNEs) untuk tidak membayar pajak atau membayar pajak namun dalamjumlah yang teramat kecil.

Oleh karena itu penting bagi negara negara didunia dan organisasi dunia seperti OECD mengembangkan proyek anti-BEPS, yang tujuanya untuk memberantas praktik BEPS oleh perusahaan multinasional.

Tujuan diadakanya proyek Anti-BEPS yaitu,

1. sebagai upaya untuk mencegah dan mengurangi tergerusnya penerimaan pajak penghasilan  (PPh) badan usaha,

2. Memastikan bahwa pajak yang dikenakan dilokasi (Negara atau yurisdiksi) aktivitas ekonomi dilakukan yang memberikan kontribusi pada tebentuknya penghasilan,

3. Untuk merumuskan ulang sistem pajak yang lebih adil.

Sedangkan dalam rangka menanggulangi persoalan penghindaran pajak dan menciptakan pemajakan secara adil, ada tiga prinsip dalam Anti-BEPS diantaranya,

1. Menetapkan rezim pajak intenasional yang berdasarkan paradigma kolaboratif dan bukan kompetitif

2. pentingnya menggunakan pendekatan sistematis  dan bukan ad-hoc.

3. keniscayaan untuk mengadopsi solusi baru atas persoalan yang tidak dapat dipecahkan melalui norma-norma yang ada.

dok. pri
dok. pri

The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam Kerangka Inklusif OECD/G20 tentang BEPS yang beranggotakan lebih dari 140 negara dan yurisdiksi berkolaborasi dalam penerapan 15 langkah untuk mengatasi penghindaran pajak, meningkatkan koherensi aturan perpajakan internasional, dan memastikan lingkungan perpajakan yang lebih transparan.  Berikut 15 aksi yang diterapkan,

Action 1: Address the tax challenges of the digital economy

Action 2: Neutralise the effects of hybrid mismatch arrangements

Action 3: Strengthen controlled foreign company (CFC) rules

Action 4: Limit base erosion involving interest deductions and other financial payments

Action 5: Counter harmful tax practices more effectively, taking into account transparency and substance

Action 6: Prevent treaty abuse

Action 7: Prevent the artificial avoidance of the permanent establishment status

Actions 8–10: Assure that transfer pricing outcomes are in line with value creation

Action 11: Establish methodologies to collect and analyse data on BEPS and the actions to address it

Action 12: Require taxpayers to disclose their aggressive tax planning arrangements

Action 13: Re-examine transfer pricing documentation

Action 14: Make dispute resolution mechanisms more effective

Action 15: Develop a multilateral instrument to modify bilateral tax treaties

Karena meningkatnya kekhawatiran pemerintah dan masyarakat terhadap strategi BEPS, Maka OECD mengembangkan rencana aksi tersebut untuk mengatasi masalah BEPS secara terkoordinasi dan komprehensif. Negara-negara kini mempunyai alat untuk memastikan bahwa keuntungan dikenai pajak di tempat kegiatan ekonomi dilakukan. Alat-alat ini juga memberikan kepastian yang lebih besar bagi dunia usaha dengan mengurangi perselisihan mengenai penerapan peraturan perpajakan internasional dan standarisasi kepatuhan.

Perpres Nomor 77 Tahun 2019

Pada 12 November 2019, Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pengesahan Multilateral Convention To Implement Tax Treaty Related Measures To Prevent Base Erosion And Profit Shifting (Konvensi Multilateral Untuk Menerapkan Tindakan-Tindakan Terkait Dengan Persetujan Penghindaran Pajak Berganda Untuk Mencegah Penggerusan Basis Pemajakan Dan Penggeseran Laba) atau disingkat dengan Perpres 77 telah terbit.

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, terbitnya Perpres 77 dimaksudkan untuk meratifikasi Multilateral Convention To Implement Tax Treaty Related Measures To Prevent Base Erosion And Profit Shifting atau selanjutnya disebut dengan Multilateral Instrument (MLI) yang telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia pada 7 Juni 2017 di Kantor Pusat OECD, Paris, Perancis.

Ketentuan tersebut akan segera berlaku efektif 3 (tiga) bulan setelah ratifikasi MLI tersebut disampaikan ke OECD. Ada 19 yurisidksi yang telah meratifikasi MLI-nya dengan Indonesia, yaitu: Australia, Belanda, Belgia, Denmark, Finlandia, India, Inggris, Jepang, Kanada, Luksemburg, Polandia, Prancis, Rusia, Selandia Baru, Serbia, Singapura, Slovakia, Swedia dan Uni Emirat Arab.

Adapun ruang lingkup perubahan P3B dalam MLI yang telah diratifikasi adalah ketentuan-ketentuan yang dipilih dan direservasi antara lain meliputi Hybrid Mismatches, Treaty Abuses, Avoidance Permanent Establishment Status, dan Improving Dispute Resolution.

Negara-negara OECD dan G20 serta negara-negara berkembang yang berpartisipasi dalam penerapan Paket BEPS dan pengembangan standar internasional anti-BEPS yang sedang berlangsung sedang membangun kerangka pajak internasional modern untuk memastikan keuntungan dikenakan pajak di tempat terjadinya aktivitas ekonomi. Upaya-upaya sedang dilakukan untuk mendukung semua negara yang tertarik untuk menerapkan dan menerapkan aturan-aturan tersebut secara konsisten dan koheren.

Daftar Referensi

  • Tax Justice Network .(2019). Ashes to ashes How British American Tobacco Avoids Taxes in Low and Middle Income Countries. Tax Justice Network, April. https://taxjustice.net/reports/ashes-to-ashes-how-british-american-tobacco-avoids-taxes-in-low-and-middle-income-countries/
  • OECD. (2023). Revenue Statistics in Asia and the Pacific 2023 ─ Indonesia Tax-to-GDP ratio Tax structures Personal income tax Social security contributions Value added taxes / Goods and services tax Other taxes on goods and services. 29, 8–9. https://www.oecd.org/tax/tax-policy/revenue-statistics-asia-and-pacific-indonesia.pdf
  • OECD. 2013. Action Plan on Base Erosion and Profit Shifting. Paris: OECD Publishing
  • OECD. 2014. OECD Finalises guidance on transfer pricing documentation and coutry by country reporting. Paris: OECD Publishing
  • OECD. 2014. Countering Harmful Tax Practices More Effectively, Taking into Account Transparency and Substance, G20 Base Erosion and Profit Shifting Project. Paris: OECD Publishing
  • Mulyono, R. D. P. (2018). Melawan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Demi Menyelamatkan Penerimaan Negara Indonesia. Media Mahardhika, 17(1), 131-141.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun