Mohon tunggu...
TRIYANTO
TRIYANTO Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa_Universitas Mercubuana

NIM: 55522120004 - Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kuis 04 - Mengapa Anti-BEPS Penting? Apa Dampaknya bagi Ekonomi Indonesia dan Global

2 April 2024   13:10 Diperbarui: 2 April 2024   13:13 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Faktor – Faktor penyebab terjadinya BEPS

Terdapat setidaknya ada lima faktor yang memberikan insentif untuk perusahaan multinasional untuk mempraktikan BEPS, penyebab terjadinya disebabkan antara lain:

  • Yuridiksi terhadap pajak yang dipegang oleh setiap negara yang memiliki tujuan masing-masing. Setiap negara memiliki sistem pajak yang beragam dan berbagai faktor yang mempengaruhi desain pajak, termasuk budaya, sosial, ekonomi, dan sikap politik negara. Selanjutnya, celah antara sistem pajak tidak dapat dihindari, sehingga memberi insentif kepada perusahaan multinasional untuk mengeksploitasi ketidakcocokan untuk mengalihkan laba mereka.
  • Pendekatan akuntansi terpisah yang menganggap setiap afiliasi perusahaan multinasional sebagai entitas eksklusif. Ini kemudian memotivasi perusahaan untuk membuat transaksi internal yang disesuaikan dengan cara untuk mengurangi kewajiban pajak, terutama dalam entitas yang terletak di yurisdiksi tarif pajak tinggi. Tidak adanya kerangka kerja yang memungkinkan pemerintah untuk melihat perusahaan multinasional sebagai satu entitas ekonomi membuat mereka sulit untuk mendapatkan informasi lengkap tentang seluruh entitas yang dikelompokkan dalam perusahaan. Akibatnya, menjadi sulit bagi otoritas pajak untuk mengidentifikasi transaksi mana yang murni dimotivasi pajak tanpa atau sedikit substansi bisnis.
  • Keberadaan CIT-rate yang berbeda antar negara mempengaruhi cara MNEs mengalokasikan laba mereka. Secara rasional, MNE akan memusatkan laba mereka di yurisdiksi pajak rendah atau tidak ada dibandingkan dengan negaranegara dengan tingkat CIT yang lebih tinggi, Tanpa harmonisasi tingkat koperasi atau pajak, setiap negara akan terus menutup kartu mereka, dengan tujuan untuk melindungi setiap basis pajak sendiri, atau jika mungkin, meningkatkan basis pajak mereka dengan menarik aset dan laba perusahaan untuk dialihkan ke negara mereka.
  • Berkaitan erat dengan faktor ketiga, keberadaan tax haven (pajak preferensial) yang secara langsung memberikan peluang bagi perusahaan multinasional untuk secara artifisial menggeser laba mereka. Biasanya, yuridiksi tersebut secara geografis kecil tanpa keunggulan kompetitif dalam hal sumber daya alam dan ketergantungan yang rendah terhadap penerimaan pajak. Keunggulan kompetitif mereka terletak pada kemampuannya untuk menurunkan tarif pajak mereka ke tingkat di mana mereka cukup kompetitif untuk menarik dana untuk dipindahkan ke sana. Akibatnya, yurisdiksi yang paling diuntungkan secara pasti adalah negara-negara surga pajak yang tidak hanya menawarkan CIT yang rendah atau tidak ada tetapi juga memberikan informasi.
  • Perlakuan pajak berbeda antara utang dan ekuitas. Keduanya merupakan sumber pendanaan untuk perusahaan apa pun untuk kegiatan opertional mereka. Pendanaan dari yang pertama meningkatkan pembayaran bunga, sedangkan yang kedua menciptakan pembayaran dividen. Di sebagian besar negara termasuk Indonesia, pengeluaran yang disebabkan oleh pembayaran bunga merupakan komponen yang dapat dikurangkan dari kewajiban pajak, sementara pengeluaran yang berasal dari pembayaran deviden tidak. Hal ini memicu perusahaan untuk membuat pinjaman internal antara afiliasi mereka untuk menciptakan deductible maksimum yang akan menurunkan kewajiban pajak keseluruhan mereka.

Pentingnya Anti BEPS 

Adanya praktik penghindaran pajak ini dianggap oleh banyak negara sebagai penyebab tergerusnya basis pajak domestic (base erosion) dan pergeseran keuntungan (profit shifting). Terjadinya BEPS disebabkan peraturan perpajakan yang ada di negara-negara di dunia tidak berkembang secepat dan seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan globalisasi. Transaksi dan interaksi bisnis lintas batas negara secara bersamaan memungkinkan terjadinya interaksi regulasi perpajakan antarnegara. Celakanya, ketidaksiapan negara-negara dalam mengantisipasi perkembangan bisnis lintas batas menyebabkan terjadinya bias dan loop hole dalam aturan pengenaan pajak, sehingga menyebabkan terjadinya peluang BEPS yang dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan multinasional (Multi-National Enterprises sering disingkat MNEs) untuk tidak membayar pajak atau membayar pajak namun dalamjumlah yang teramat kecil.

Oleh karena itu penting bagi negara negara didunia dan organisasi dunia seperti OECD mengembangkan proyek anti-BEPS, yang tujuanya untuk memberantas praktik BEPS oleh perusahaan multinasional.

Tujuan diadakanya proyek Anti-BEPS yaitu,

1. sebagai upaya untuk mencegah dan mengurangi tergerusnya penerimaan pajak penghasilan  (PPh) badan usaha,

2. Memastikan bahwa pajak yang dikenakan dilokasi (Negara atau yurisdiksi) aktivitas ekonomi dilakukan yang memberikan kontribusi pada tebentuknya penghasilan,

3. Untuk merumuskan ulang sistem pajak yang lebih adil.

Sedangkan dalam rangka menanggulangi persoalan penghindaran pajak dan menciptakan pemajakan secara adil, ada tiga prinsip dalam Anti-BEPS diantaranya,

1. Menetapkan rezim pajak intenasional yang berdasarkan paradigma kolaboratif dan bukan kompetitif

2. pentingnya menggunakan pendekatan sistematis  dan bukan ad-hoc.

3. keniscayaan untuk mengadopsi solusi baru atas persoalan yang tidak dapat dipecahkan melalui norma-norma yang ada.

dok. pri
dok. pri

The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dalam Kerangka Inklusif OECD/G20 tentang BEPS yang beranggotakan lebih dari 140 negara dan yurisdiksi berkolaborasi dalam penerapan 15 langkah untuk mengatasi penghindaran pajak, meningkatkan koherensi aturan perpajakan internasional, dan memastikan lingkungan perpajakan yang lebih transparan.  Berikut 15 aksi yang diterapkan,

Action 1: Address the tax challenges of the digital economy

Action 2: Neutralise the effects of hybrid mismatch arrangements

Action 3: Strengthen controlled foreign company (CFC) rules

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun