Baru-baru ini Indonesia digemparkan oleh berita mengenai matinya lebih dari 1000 ekor sapi di daerah Pangalengan karena tertular virus PMK (penyakit mulut dan kuku). Â PMK sendiri pernah menyerang Indonesia pada tahun 80 dan 90-an. Kasusnya pertama kali terjadi pada tahun 1887 akibat penularan dari importir sapi yang berasal dari Belanda.
Lalu pada tahun 1983 tercatat kasus PMK terakhir di Jawa. Pemberantasan PMK pada masa itu dilakukan dengan vaksinasi massal sehingga penularannya dapat dihentikan. Dan pada tahun 1986 Indonesia mengeluarkan deklarasi nasional mengenai bebasnya Indonesia dari wabah PMK yaitu dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 260/Kpts/TN.510/5/1986. Tahun 1990 Indonesia secara internasional dinyatakan bebas PMK oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE), tercantum dalam resolusi OIE no.XI tahun 1990.
Namun setelah 30 tahun berlalu PMK kembali mewabah di Indonesia. Hal ini dicurigai disebabkan karena dibukanya jalur importir sapi dari negara yang belum dinyatakan bebas PMK salah satunya India. Izin importir sapi dari daerah tanpa sertifikat bebas PMK tertulis dalam Omnibus Law  UU Ciptaker No. 11/2020.
Yang pada awalnya adalah UU No 41/2014 Pasal 36B ayat 1 tertulis
 " (1) Pemasukan Ternak dan Produk Hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan apabila produksi dan pasokan Ternak dan Produk Hewan di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi masyarakat.Â
(2) Pemasukan Ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berupa Bakalan
(3) Pemasukan Ternak ruminansia besar Bakalan tidak boleh melebihi berat tertentu." . Â
Diganti menjadi UU No. 11/2020 pasal 36B ayat 1:
"(1) Pemasukan Ternalt dan Produk Hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan untuk memenuhi kebutuhan"
'pasal 2 dan 3 dalam UU No.41 tahun 2014 ditiadakan.'
Perubahan tersebut menyebabkan impor ternak bisa terjadi kapan saja tanpa memperhatikan kurang atau lebih, gagal panen atau tidaknya hewan ternak dalam negeri. Ketidak hati-hatian pemerintah dalam memutuskan hal ini menjadi kerugian tersendiri bagi peternak Indonesia. Terus ini juga ditakutkan dapat menyerang hewan-hewan liar seperti banteng liar, kijang, rusa, dan kambing gunung yang mana akan sulit dalam penanganannya, untuk memberikan vaksin bagi hewan liar yang tertular.
Dikatakan bahwa tingkat mortalitas pada hewan ternak yang terkontaminasi virus PMK sebetulnya cukup rendah. Banyak hewan ternak yang justru mati setelah kembali sehat sudah mulai makan minum dan memproduksi susu kembali. Setelah diteliti ternyata terdapat gangguan pada paru seperti pneumonia, penebalan septa interlobular, juga ditemukan nekrosa pada jantung.
Sehingga hingga kini untuk alasan kematian hewan ternak tersebut masih dalam proses penelitian lebih lanjut.
PMK (penyakit mulut dan kuku) atau disebut juga Foot and Mouth Disease (FMD) merupakan penyakit yang menular akut yang disebabkan oleh virus  tipe A dari keluarga Picornaviridae, genus Apthovirus yakni Aphtaee epizootecae.. Virus ini sangat mudah menyerang hewan ternak seperti sapi, kambing, domba, babi dan kerbau.Â
Rentan juga ditemukan pada Armadillo, gajah , landak, capybara dan tikus. PMK tidak menyerang kuda. Penularannya dapat melalui kontak secara langsung seperti hewan yang sehat menjilati bagian tubuh hewan yang terkontaminasi PMK. Virus ini juga dapat menular melalui udara tergantung pada kondisi lingkungan di mana hewan itu tinggal. Penularannya sangat cepat bahkan bisa menular 100% hewan yang berada di kandang.
Hewan yang terserang PMK akan mengalami ruam pada kulit, hidung, kulit dekat kuku, puting, dan lecet pada mulut. Gejalanya berupa demam, mulut berbuih, hidung berlendir, ruam kulit hingga celah kuku, juga terdapat luka lepuh di lidah dan mukosa rongga mulut, kehilangan berat badan permanen, menurunnya produksi susu 20-80%, tidak nafsu makan, Menggeretakan gigi, menggosokkan mulut, leleran mulut, suka menendangkan kaki, Pembengkakan kelenjar submandibular dan Mengalami miokarditis dan abotus kematian pada hewan muda.
Untuk pencegahannya dapat dilakukan dengan beberapa langkah berikut.
1. Tidak membeli atau memasukkan hewan baru dari daerah yang belum jelas keterangan bebas PMK ke kandang hewan-hewan yang masih sehat.
2. Mengunjungi peternakan lain yang belum jelas sanitasi dan higienitasnya.
3. Batasi orang yang terlalu lalang masuk ke dalam kandang.
4. Penyemprotan kandang secara rutin
5. Tidak mencampur tempat makan antara ternak.
6. Silahkan segala barang, daging dan benda-benda yang terkontaminasi virus PMK.
7. Mensterilkan segala sesuatu yang akan memasuki kandang seperti alat-alat untuk pakan ternak, tamu yang berkunjung dan juga hewan ternak baru
8. Jika menemukan gejala penyakit PMK pada ternak segera hubungi dinas peternakan agar lekas mendapat pertolongan yang tepat.
Itu juga penanganan dengan metode tradisional di daerah Lombok yaitu menggunakan daun sirih air hangat dan garam. Mengutip dari akun Twitter @Sulunk15 Â yaitu dengan mencampur 1 liter air hangat, 15 sampai 20 lembar daun sirih yang ditumbuk atau diblender dan garam 30-50gr. Ketiganya dicampur lalu disaring dan disemprotkan pada mulut dan kuku hewan yang terkena PMK.Â
Update dari pemerintah kabupaten yang daerahnya terkena penyebaran virus PMK terutama daerah Jawa Barat mengatakan bahwa vaksinasi akan ada di bulan September. Namun mengingat bahwa sebentar lagi akan bertemu dengan idul Adha yang di mana akan banyak menggunakan hewan ternak sebagai komoditas kurban, masyarakat berharap penyebaran PMK ini dapat segera teratasi agar tidak ada kecemasan dalam pengonsumsian nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H