Korupsi berasal dari kata latin "corruptus" dan "corruptio" dan secara harafiah berarti "korupsi, keburukan, kebobrokan, ketidakadilan, kehinaan, amoralitas, penyimpangan dari kesucian". Sedangkan menurut KBBI, korupsi adalah penggelapan atau penyalahgunaan dana pemerintah (misalnya perusahaan) untuk kepentingan orang pribadi atau pihak ketiga.
 Selain itu, beberapa definisi ahli menyatakan:Â
1. Baharuddin Lopa mendefinisikan korupsi sebagai  tindak pidana yang berkaitan dengan penyuapan, manipulasi, dan perbuatan lainnya, serta sebagai perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan dan perekonomian suatu negara, kesejahteraannya,dan masyarakat kerusakan pada kepentingan.
2. Svekti dan Citrisoedibio mengatakan korupsi adalah penipuan dan tindak pidana yang merugikan negara.
5 Jenis Tindak Pidana Korupsi Tindak PidanaÂ
Korupsi diatur  dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang kemudian dirumuskan sebagai 30 Jenis Tindak Pidana Korupsi.
 Ke-30 jenis tersebut disederhanakan menjadi tujuh jenis tindak pidana korupsi, yaitu korupsi, suap, penggelapan jabatan publik, pemerasan, penipuan, benturan kepentingan pengadaan barang dan jasa, dan gratifikasi yang berkaitan dengan kerugian keuangan negara.
 Jenis-jenis korupsi tersebut dibahas pada pembahasan berikut.
1. Kerugian Fiskal
Pengertian kerugian fiskal yang murni adalah apabila seseorang, pejabat publik ("PNS"), dan penyelenggara negara melanggar hukum atau menyalahgunakan wewenang, kesempatan, dan fasilitas yang tersedia bagi mereka.
 Menuduh seseorang melakukan tindak pidana karena atau karena jabatannya.
 Sebanyak 4.
444 jenis tindak pidana korupsi yang merugikan negara diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU 31 Tahun 1999.
 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 (halaman 116-117).Mengenai orang yang melanggar Pasal 2 UU No 31 Tahun 1999. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.
 Sebaliknya orang yang melanggar Pasal 3 UU 31 Tahun 1999.
 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016 dapat mengakibatkan pidana penjara seumur hidup atau paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun penjara, dan/atau denda paling sedikit Rp 50 juta atau paling banyak Rp 1 miliar.
2. Suap
Suap adalah suatu tindakan dimana pengguna jasa secara proaktif memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada pejabat publik atau penyelenggara administrasi untuk mempercepat, meskipun bertentangan dengan prosedur.
 Suap terjadi ketika suatu transaksi atau perjanjian dilakukan antara dua pihak.
 Suap dapat dilakukan terhadap pejabat, hakim, atau pengacara, antar karyawan, atau antara karyawan dan pihak luar.
 Suap antar pegawai dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh kenaikan jabatan atau peningkatan status.
 Sebaliknya, penyuapan eksternal terjadi ketika entitas swasta menyuap pejabat pemerintah untuk memenangkan proses tender.
 Tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan suap  diatur  dalam beberapa ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan perubahannya yaitu :
 Pasal 6 UU 20 Tahun 2001.
 b.Pasal 11 UU 20 Tahun 2001.
 c.Pasal 12 UU 20 Tahun 2001.
 d. Pasal 13 Pasal 31 UU Tahun 1999.
 Intimidasi pidana terhadap seseorang yang melanggar Pasal 5 ayat (1) UU Tahun 2001 diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.
50 juta maksimal Rp.
 250 juta.
Sebaliknya, bagi yang melanggar Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan/atau denda paling banyak Rp150 juta.
 3. Penggelapan saat menjalankan tugas Penggelapan saat menjalankan tugas adalah penggelapan uang atau surat berharga dengan sengaja, terutama pemalsuan buku atau daftar untuk pemeriksaan administratif, dan pemusnahan atau pembuangan barang bukti suap untuk melindungi pemberi suap, dll.
 Sedangkan ketentuan mengenai penggelapan selama menjabat diatur dalam Pasal 8 UU 20 Tahun 2001, Pasal 9 UU 20 Tahun 2001, dan Pasal 10 a, b, dan c UU 20 Tahun 2001.
  Contoh penggelapan jabatan berdasarkan pasal 8 UU 20 Tahun 2001 meliputi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Pejabat publik atau orang lain selain pejabat publik yang diberi wewenang untuk menjalankan jabatan publik baik tetap maupun sementara.
 2.Sengaja.
 3.Menyalahgunakan suatu perbuatan, atau membiarkan orang lain melakukan penyalahgunaan, atau membantu orang lain dalam melakukan suatu perbuatan.
 4. Uang atau surat berharga.
 Dipertahankan berdasarkan posisinya.
 Barang siapa melanggar Pasal 8 UU 20 Tahun 2001 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan  denda paling sedikit Rp.150 juta dan paling banyak Rp.750 juta.
 4. Pemerasan Pemerasan adalah perbuatan pegawai jasa dengan rela memberikan suatu jasa atau menuntut imbalan dari pengguna jasa untuk memajukan jasa tersebut, meskipun ada pelanggaran prosedur.
 Maksud dari ancaman adalah untuk memuat janji atau meminta sesuatu sebagai imbalan atas pemberian tersebut.
 Siapapun yang melanggar ketentuan di atas dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 4.444,2 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
 5.PenipuanÂ
Penipuan dilakukan dengan sengaja untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain.
 Menurut Pasal 7 Ayat 1 UU Tahun 2001, pelaku penipuan diancam dengan pidana penjara paling singkat dua tahun dan paling banyak tujuh tahun penjara dan/atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp Rp350 juta.
Berdasarkan pasal ini, contoh pelanggaran meliputi:Â
1. Setiap kontraktor bangunan, ahli bangunan, atau penjual bahan bangunan yang melakukan perbuatan curang yang membahayakan keselamatan orang dalam penyediaan bahan bangunan, atau barang atau keamanan negara dalam keadaan perang.
 2. Seseorang yang mempunyai tugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan-bahan bangunan dengan sengaja membiarkan perbuatan curang tersebut di atas.
 3. Orang yang melakukan penipuan dalam penyerahan barang permintaan Tentara Nasional Indonesia ("TNI") dan/atau kepolisian yang dapat membahayakan keamanan negara dalam keadaan perang.
 4.atau penanggung jawab pengawasan penyerahan barang yang diminta oleh TNI dan/atau kepolisian dengan sengaja membiarkan kegiatan penipuan tersebut di atas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H