Mohon tunggu...
Tri Mulyati
Tri Mulyati Mohon Tunggu... Guru - senang berpikir dan menulis

tak pernah berhenti berpikir. Memiliki lansekap imajinasi yang kaya. Senang mengamati kehidupan. Introvert yang kadang berpura-pura menjadi ekstrovert...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kau Andai-andaiku

3 Oktober 2023   13:00 Diperbarui: 3 Oktober 2023   13:17 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Buat kamu yg selalu menjadi sosok andai-andaiku..

Aku sering menstalking medsosmu,

Aku sering membaca bagian-bagian buku diaryku tentangmu,

Aku sering membuka aplikasi pesan untukmu, namun selalu ku hapus kembali.

Dalam diam, sering aku membayangkan andai saja kita bersama.

Melalui hari-hari dan masa depan. 

Dengan atau tanpa makhluk2 mungil hasil buah kita berdua.

Namun, segera ku palingkan lagi wajah ini, tak mungkin Dan tak pantas rasanya.

Dalam ingatku, berhari-hari ku rasakan buaian memori saat dulu bersamamu. 

Syahdu rasanya, berat dada ini mengenang semua yg terjadi kala itu. 

Candaan jahilmu, tatapan penuh artimu saat berpapasan denganku. 

Perlakuanmu yg misteri,

seakan memberiku banyak pesan yg tertahan. 

Lama kita terperangkap dalam kondisi itu dulu.

Lalu ku ingat lagi, saat kita tak pernah lagi bertemu. 

Perpisahan sekolah seakan menjadi gerbang penutup bagi kita.

Aku sendiri tak pernah ingat, apakah ada perpisahan antara kita, tapi mungkin itu aneh. Karena pertalian antara kita pun tak pernah ada.

Kita yang hanya saling menikmati telepati misteri kita.

Aq tak pernah mencari tahu kemana dirimu setelah itu. 

Kamu pun demikian rupanya. Tak pernah terdengar mencariku. 

Padahal saat itu pilihan kampusku ada di kota kelahiranmu. 

Mungkin kamu sibuk, begitupun denganku. 

Dan di satu sisi, aku menyesalkan sebuah kondisi dimana ada Salah satu temanmu yang mendekatiku, menghipnotisku lalu ia mencampakkanku. 

Itulah alasanku menenggelamkan diri dari peradaban tempat asal kita. 

Sampai aku memilih sendiri jalanku ini, 

jalan masa depanku yang terlampau jauh dr kehidupan dulu.

Beralaskan kecewa, aku membalik setir kehidupan

Sejenak aku mendapatkan apa yg ku pinta

ya, bahagia. kami bahkan sudah punya 2 keturunan.

Rasa-rasanya, lari Dari masalah dan menghindar Dari kekecewaan tak akan membuahkan kebahagiaan.

Aku terkadang selalu ingin kembali. Mengenal org2 yang seperti dulu. 

Dan kamu, aku kadang menghayal bagaimana jadinya jika kita bersama. 

Keluarga seperti apa yg akan ada? Kehidupan seperti apa yg akan aku rasakan?

rasanya jangkauan hidupku akan lebih jauh. 

Tidak seperti sekarang. Hanya terkungkung dalam keluarga.

Sulit mengembangkan sayap, sulit melihat Dunia. 

Dengan dia yg selalu saja ingin bebas sendiri. 

Seperti tak peka bahwa aku juga ingin pergi. Sendiri. Atau bersama teman. 

Walau sejatinya aku pun tak tahu. Jika andai ini menjadi kenyataan, apakah kenyataannya sama persis seperti andaiku ini. 

Bahagiakah? 

Atau justru lebih tersiksa?

Hhhh...kenapa hidup ini selalu misteri. 

Dimanakah rasa bahagia itu?

Dimanakah rasa damai yg kuinginkan?

Barangkali ini hanya andai-andai. Tak akan pernah jadi nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun