Tri Handoyo
Sore yang sedikit mendung. Cukup gerah. Seperti biasa, para pelanggan warung Cak Otok tampak asyik berbincang santai sambil menikmati kopi dan berbagai gorengan. Yang unik, belakangan para pelanggan mulai ikut-ikutan terbelah. Menjadi dua kubu yang selalu bertolak belakang dalam menyikapi segala sesuatu.
"Sekarang sudah jelas bahwa Mulyono adalah seorang koruptor besar," celetuk Ki Sumbing.
"Ya, harusnya KPK langsung bergerak untuk mengusutnya!" timpal Gempil antusias, menanggapi peryataan itu.
"Ya silakan saja dibuktikan!" sahut Cak Dempul sambil menerima secangkir kopi pesanannya. Setelah menyeruput sedikit, ia melanjutkan, "Kalau menurut pihak OCCRP kan tanpa ada bukti sama sekali, itu artinya hanya asumsi!"
Topik pembicaraan itu dipicu oleh laporan OCCRP yang memasukan mantan presiden Indonesia ke dalam daftar nominasi pemimpin terkorup di dunia.
"Sebetulnya sudah jelas," sahut Ki Sumbing sambil tersenyum miring, "Masalahnya memang sulit dibuktikan!"
"Betul!" dukung Gempil, "Seperti kentut, baunya jelas tapi membuktikannya kan sulit! Buktinya sampai lembaga internasional sudah menyebutnya! Kurang apa coba?"
Cak Dempul tampak gusar, dengan mulut masih mengunyah singkong ia berujar, "Itu namanya su'udzon!"
"Bukan su'udzon!" giliran Ki Kempit yang ikut menjawab sengit, "Sekarang aktivis pun sudah melaporkan hal ini ke KPK!"
Bagong yang terlanjur menggigit potongan singkong terpaksa mengeluarkan lagi dari mulutnya. Ternyata masih panas. Tapi hatinya tidak ikut panas, ia pun ikut nimbrung, "Lucu! Ada orang yang tampak jelas mental jongosnya. Jurnalis OCCRP bukan, staf bukan, karyawan juga bukan, tapi ngotot membela OCCRP seolah-olah info yang dirilisnya sudah mutlak benar!"
Cak Dempul yang duduk berhadapan dengan Bagong mengacungkan jempolnya. "Nah..cocok dan menohok!"
Mendengar itu Gempil merasa mendapat energi baru untuk menyerang. Ujarnya sambil mengacungkan jari telunjuk ke arah Bagong, "Masyarakat yang bodoh akan mudah ditipu oleh penguasa dholim!" Gayanya mengintimidasi.
"Yang benar adalah," potong Semar yang mendadak muncul di tempat itu, "Masyarakat yang bodoh akan mudah dihasut, dipecah-belah dan diadu-domba!" Tatapan matanya merupakan kekuatan yang sempurna meruntuhkan nyali setiap lawan-lawannya.
"Setuju, Ki Semar!" Cak Dempul yang tadi merasa dikeroyok dan terpojok kini semakin merasa di atas angin.
Imbuh Ki Semar, "Semakin baik hati seseorang, akan semakin mudah baginya menemukan kebaikan orang lain. Ini yang disebut dengan istilah 'Mata lebah'. Cenderung melihat sisi positif. Sebaliknya, semakin buruk hati seseorang, maka akan semakin mudah baginya menemukan keburukan orang lain. Ini yang disebut 'Mata lalat'!"
Warung itu tiba-tiba terasa begitu senyap. Ranting dedaunan yang tertiup angin terdengar bergesekan menyapu atap genting warung.
Sambung lelaki tua bijak itu lagi, "Mohon maaf, ijinkan saya menyampaikan bahwa terdapat asas hukum internasional yang berbunyi "Omnis indemnatus pro innoxio legibus habetur," yang artinya bahwa setiap orang yang belum pernah terbukti bersalah oleh peradilan yang adil, maka secara hukum tidak bisa dianggap bersalah! Publikasi OCCRP itu jelas bertentangan dengan Pasal 19 Ayat 3 Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, yang sudah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005."
"Nah," Seru Cak Dempul kini mengacungkan kedua ibu jarinya. "Cocok dan menohok!"
"Orang yang mengaku aktivis seharusnya memegang teguh azas 'Presumption of innocent', yakni azas praduga tak bersalah. Menominasikan seseorang sebagai tokoh kejahatan terorganisir dan korupsi tanpa bukti permulaan yang cukup adalah bentuk kejahatan. Ini fitnah keji yang merusak nama baik seseorang!"
Ki Sumbing, Cak Gempil dan Cak Kempit semakin sulit bernafas. Mereka berpikir keras mencari alasan untuk segera kabur dari tempat itu.
Tidak cukup sampai di situ, Ki Semar menegaskan, "Mari kita belajar dari kasus peradilan baju perang milik Sayidina Ali bin Abithalib. Kendati beliau yakin bahwa barang itu miliknya, tapi lantaran gak punya bukti dan saksi, maka beliau dengan lapang dada mengalah. Itu artinya bukti dan saksi hukumnya wajib. Itu esensi Islam, yakni keadilan. Jadi kalau ada pernyataan kejahatan sudah jelas, tapi sulit dibuktikan, itu sesuatu yang tidak logis, menyimpang dari akal sehat. Kalau tak ada bukti bagaimana mungkin bisa diklaim sudah jelas! Bukankah yang dimaksud jelas itu artinya sudah terbukti?"
"Sebetulnya OCCRP itu siapa, Ki Semar?" tanya Cak Dempul penasaran, "Kok bisa-bisanya merasa berhak merilis pemimpin terkorup di dunia?"
"Nah, mari kita kuak lebih jauh mengenai lembaga OCCRP ini!"
Sebuah informasi menyebutkan bahwa awal pembentukan OCCRP ini didanai oleh INL (Biro penegakan Hukum & Narkoba Internasional), yang merupakan salah satu bagian dari Departemen Luar Negeri USA. Tahun 2008 keterlibatan USAID diketahui setelah terjadi pertemuan dalam rangka konsultasi dengan mantan  pejabat Deplu Dave Hodgkinson, yang merupakan pejabat CIA yang bertanggung jawab mengawasi hubungan komunitas swasta dengan Inteljen AS.
Sementara itu terdapat beberapa negara Eropa yang juga terlibat dalam pembiayaan OCCRP, antara lain Inggris, Prancis, Swedia , Denmark dan Belanda. Data keterlibatan mereka tercatat di laporan tahunan OCCRP.
Negara yang menolak memberikan sumbangan adalah Jerman, setelah ada reporter dari Jerman yg tahu kalau OCCRP itu di biaya dgn skala besar dari AS.
Disinyalir mereka yang menjadi target OCCRP adalah kepala negara atau Lembaga negara yang tidak disukai Pentagon lantaran dianggap membahayakan kepentingan AS. Sebagai contoh, simak daftar laporan dari 2012 - 2024. Ada nama Bashar Al Assad yang akhirnya berhasil digulingkan oleh pemberontak. Ada Joseph, PM Malta, yang juga dijatuhkan. Berikutnya ada nama Bolsanaro, jatuh tapi kemudian mendekam di AS. Ada nama Danke Bank yang diduga menampung dana Kremlin. Parlemen Ukrania yang juga berhasil dibuat takluk agar menyetujui perang melawan Rusia. Akan tetapi, ada nama-nama seperti Nicolas Maduro, Duterte, dan Jokowi, yang sudah dibidik sejak lama tapi gagal menggulingkannya di tengah jalan. Yang hingga kini masih menjadi target tentu saja Vladimir Putin.
Apabila isu soal HAM, Demokrasi, atau soal lingkungan hidup, tidak berhasil maka digunakanlah 'senjata pamungkas', yakni isu pemimpin terkorup.
"Apa tujuan mereka melakukan itu, Ki Semar?" kejar Cak Dempul.
"Begini..." urai Ki Semar, "Ini alnalisa saya..."
OCCRP bukan lembaga resmi, hanya sejenis NGO yang berisi kumpulan oportunis. Tidak menutup kemungkinan mereka 'menerima pesanan' dari jaringan terorginisir yang ingin melanggengkan pengaruhnya di dunia, lalu menghajar pihak yang dianggap bisa mengganggu kepentingan mereka.
Niat jahat OCCRP dengan mencantumkan nama Jokowi adalah untuk menjerumuskan Indonesia agar terjadi revolusi berdarah. Bisa jadi seperti yang telah terjadi di Suriah.
Silakan simak pernyataan Drew Sullivan berikut ini, “Pemerintah yang korup ini melanggar hak asasi manusia, memanipulasi pemilu, menjarah sumber daya alam, dan pada akhirnya menciptakan konflik akibat ketidakstabilan yang melekat pada diri mereka. Satu-satunya masa depan mereka adalah keruntuhan yang kejam atau revolusi berdarah!"
Alhamdulillah..! Allah masih melindungi bangsa dan negara Indonesia. Jadi yang terbukti runtuh secara kejam adalah rencana jahat para pembenci. Yang berdarah-darah adalah niat jahat yang selalu menemui kegagalan.
Paparan Ki Semar membuat tiga orang semakin gusar, lalu dengan cepat membayar dan memilih kabur dari warung. Saking tergesa-gesanya beberapa kali mereka terhuyung-huyung karena saling terjegal kaki temannya.
"Benar kata leluhur," sindir Cak Dempul dengan suara sengaja dikeraskan, "Dunia ini seperti warung, tempat untuk singgah minum sejenak."
Kini Cak Otok, si pemilik warung mengajukan pertanyaan kepada Ki Semar, "Benarkah dunia ini bersifat semu dan menipu, Ki Semar, sehingga banyak orang yang tertipu?"
"Orang-orang bijak menyebut dunia ini adalah kotoran kucing yang dianggap coklat. Dunia adalah tempat permainan yang penuh jebakan. Permainan itu menyenangkan dan jebakan itu menipu."
"Semacam fatamorgana ya?"
"Betul. Apa itu fakta? Fakta itu adalah kotoran kucing. Apa itu fatamorgana? Fatamorgana itu adalah persepsi pikiran yang menyangka kotoran kucing sebagai coklat. Alat permainan dunia itu disebut persepsi, tidak lebih. Nah, hasil rilis OCCRP itu faktamorgana, yaitu taik kucing rasa coklat."
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI