"Siap laksanakan, Ki Dewan!"
***
Ki Renggo merasa penyelidikannya selama ini telah cukup. Ia telah mendapatkan banyak bukti-bukti mengenai kejahatan Kanjeng Wotwesi dan kesesatan ajaran Intijiwo. Kini tinggal mencari seseorang atau pihak yang dipandang bisa dipercaya untuk mendengarkan semua informasi itu, dan setelah itu diharapkan mampu untuk memberantasnya.
Ia pernah mendengar mengenai Pendekar Pedang Akhirat, tapi sudah sepuluh tahun lebih pendekar itu tidak pernah terdengar lagi sepak terjangnya. Ia hanya tahu pendekar itu tinggal di Jombang, maka ia bertekad untuk pergi ke kota itu dan mencarinya sampai ketemu. Meskipun ia ragu apakah pendekar yang dianggap pembela kebenaran itu nantinya bersedia memberantas kejahatan Kanjeng Wotwesi.
Di sepanjang perjalanan yang dilewati, ia sempatkan untuk selalu menemui warga kampung, untuk sebisa mungkin memberi pencerahan kepada mereka tentang kesesatan Kanjeng Wotwesi dan Intijiwo.
Matahari masih cukup tinggi di atas kepala. Lewat dedaunan pohon Trembesi, sinarnya dapat menembus ke bawah, ke teras warung di tengah kampung. Ki Renggo duduk di salah satu bangku, dan mulai memperkenalkan diri kepada para pengunjung warung.
"Saya menyusup ke sana untuk menyelidiki, karena kakak saya meninggal dijadikan tumbal dan kemudian perkebunan kopi miliknya berpindah tangan menjadi milik Intijiwo!" Untuk kesekian kalinya Ki Renggo membongkar semua praktik kejahatan Kanjeng Wotwesi.
"Kanjeng Wotwesi melakukan serangkaian pembunuhan?" tanya seseorang yang sejak semula sangat tertarik dengan penuturan Ki Renggo.
"Iya benar! Pembunuhan, baik secara langsung maupun dengan menggunakan ilmu hitam, dengan tujuan untuk merampas kekayaan dan usaha korbannya!"
"Dia sangat kaya raya," imbuh mbah pemilik warung, "Itu karena kabarnya kanjeng memiliki kemampuan bisa menggandakan emas! Itulah kenapa banyak orang yang  ingin menjadi muridnya, agar bisa kaya raya!"
"Tapi ternyata di balik kesuksesannya itu penuh cerita yang berlumuran darah! Siapa sangka?"