"Anda sudah siap dengan segala konsekuensinya, nah anda ingin dia menderita sakit berkepanjangan atau langsung mati?"
"Langsung mati saja, Nyi!"
"Hm... Baik! Biayanya satu kilogram emas!" kata Nyi Lembok.
'Satu kilo, sepuluh kilo pun akan aku bayar!' batin Kencana, sambil mengeluarkan lima belas bongkahan emas yang masing-masing beratnya satu ons. "Ini satu setengah kilogram. Saya akan berikan setengah kilogram lagi kalau sudah berhasil, Mbah!"
Nyi Lembok menengok gurunya dan mereka berdua saling melempar senyum aneh. Tampaknya mereka belum pernah melihat emas sebanyak itu.
"Setengah kilo lagi?" tanya Nyi Lembok agak sulit untuk percaya. Karena tadinya mereka sengaja minta syarat yang berat agar kedua orang pasien itu mengurungkan niatnya.
"Benar, Nyi! Jangan khawatir, pasti akan saya bayar! Sekarang pun sudah saya bawa emasnya!"
Tanpa panjang lebar, Nyi Lembok segera membantu gurunya untuk mempersiapkan segala keperluan buat sesajen. Mbah Beluk segera membakar kemenyan di atas tungku kecil, dan kemudian menyuruh muridnya mengambil lombok-lombok dari keranjang. Lombok merah besar yang sudah mengering itu diikat benang merah dan kemudian digantung di beberapa tempat, sebanyak empat puluh biji.
Kegelepan malam telah sempurna menyelimuti kawasan terpencil itu. Sebuah lampu minyak dinyalakan. Kencana dan Prana hanya membisu memperhatikan semua yang dilakukan oleh guru dan murid. Setelah itu, Nyi Lembok kembali duduk di dekat Kencana dan Prana.
"Apakah kami harus menunggu sampai ritualnya selesai, Nyi?"
"Iya, sebaiknya begitu!"