Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (108): Surga Dunia

17 November 2024   08:02 Diperbarui: 17 November 2024   08:02 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Tri Handoyo

Tujuh puluh lima persen lebih kekayaan Kanjeng Wotwesi dan Intijiwonya sebetulnya adalah dari hasil 'merampas'. Semua perusahaan besar tak akan luput dari radar pemantauan. Kini giliran 'Gajah Unggul' yang sedang dibidik.

Gajah Unggul adalah bisnis rintisan keluarga Ki Ageng Menak Simo, seorang pendekar yang juga pengusaha sejati. Dia sudah banyak mendengar tentang sepak terjang Intijiwo, oleh karenanya dia tidak mau perusahaannya bernasib sama seperti mereka yang telah menjalin kerja sama. Namun demikian, dia selalu mendapat bujukan dari anak-anaknya agar menerima tawaran Intijiwo untuk bekerja sama. Mereka sudah terlalu terhipnotis Kanjeng Wotwesi.

"Kalian pasti pernah dengar cerita perang Kyai Wotwesi melawan Ki Sutowo?" tanya Ki Ageng Menak kepada putra-putrinya, "Saat itu masyarakat di bawah pimpinan Kyai Wotwesi tiba-tiba sepakat bahwa aliran sesat ajaran Ki Suwoto akan membahayakan keimanan mereka dan oleh karenanya layak diperangi. Mereka siap berperang demi membela agama!"

"Mohon maaf, Romo!" sela Ki Songkok, anak tertua Ki Ageng Menak, "Lantas di mana letak kesalahan Kanjeng Wotwesi yang berniat memberantas kesesatan?"

"Dengar dulu, nanti akan tampak bahwa sebetulnya tujuannya itu tidak murni. Bagi Daha, Kyai Wotwesi adalah orang yang sangat ambisius terhadap kekuasaan. Jika kelompoknya kelak menjadi besar, tidak mustahil bisa membahayakan kedudukan Daha. Sementara bagi Demak, Ki Suwoto dianggap mengajarkan aliran sesat. Maka dari itu, Demak dan Daha tidak ambil pusing di saat kedua bela pihak itu sibuk saling bantai!"

Anak-anak itu mencoba menebak akan ke mana arah pembicaraan ayah mereka. Mereka berusaha menunggu dengan sabar.

"Sementara saat para pendekar dan para pendukungnya saling menghancurkan, pihak Kerajaan Daha akan bebas mengeruk dan menikmati sumber daya alam tanpa mendapat gangguan. Jadi ada analisa yang mengatakan bahwa pendekar-pendekar itu memang sengaja dibenturkan! Isu soal agama hanya pengelabuhan!"

"Lantas apa hubungannya dengan kita, Romo?" tanya anak yang lain. "Kita kan akan bekerja sama, bukan mau berkelahi?"

"Makanya dengar dulu. Sabar..! Dua puluh tahun lebih setelah terjadinya konflik rekayasa itu, Kyai Wotwesi masih menyimpan dendam untuk menghancurkan anak keturunan Raden Sutowo. Akan tetapi, mereka mengajak kerjasama, tapi itu hanya perangkap. Apakah kita mau nanti bernasib seperti Pendopo Emas?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun